Ulumul Qur’an merupakan disiplin ilmu yang mengkaji segala sesuatu tentang Al-Qur’an. Dari pengertian Al-Qur’an, wahyu, asbabun nuzul, munasabah, gharib, sejarah pengumpulan Al-Qur’an, makkiyah dan madaniyyah, kisah-kisah dalam Al-Qur’an, mukjizat Al-Qur’an, sampai pembahasan tentang tafsir Al-Qur’an, termasuk tentang ilmu tadabbur Al-Qur’an.
Disiplin ulumul Qur’an pada masa Rasulullah belum tersusun, karena belum dibutuhkan oleh para sahabat. Meskipun demikian, cikal bakal lahirnya ilmu ini ditandai dengan aktivitas para sahabat dalam menghafal, menulis dan menafsirkan Al-Qur’an. Sahabat yang masyhur dalam penulisan wahyu antara lain: Abu Bakar ash-Shiddîq (w. 13 H), Umar ibn al-Khathâb (w. 23 H), Utsmân ibn Affân (w. 35 H), Ali ibn Abi Thâlib (w. 40 H), Mu`awiyah ibn Abi Sufyân (w. 60 H), Zaid ibn Tsâbit (w. 45 H), Ubayy ibn Ka`ab (w. 32 H), Khâlid ibn al-Walîd (w. 23 H), dan Tsâbit ibn Qais. Sedangkan sahabat yang paling banyak menafsirkan Al-Qur’an antara lain: Ali ibn Abi Thâlib (w. 40 H), ‘Abdullah ibn ‘Abbâs (w. 68 H), ‘Abdullah Ibn Mas’ûd (w. 32 H) dan Ubay ibn Ka’ab (w. 32 H).
Pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq, Al-Qur’an dikumpulkan dalam satu mushaf dan disempurnakan penulisannya pada masa Utsman bin Affan dengan sistem penulisan yang disebut ar-rasm al-utsmani. Dengan demikian, ilmu rasm menjadi salah satu cabang ulumul Qur’an yang sudah dibahas. Pada masa ini juga sudah familiar ilmu tafsir Al-Qur’an, asbabun nuzul, nasikh mansukh, gharib Al-Qur’an, dan sejenisnya yang kelak menjadi bagian dari ulumul Qur’an.
Tafsir Al-Qur’an pada masa sahabat dan tabi’in masih menjadi bagian dari disiplin ilmu hadits. Pembahasannya belum mencakup seluruh ayat dan penafsirannya belum mendalam. Baru kemudian pada masa berikutnya, tafsir Al-Qur’an menjadi disiplin ilmu tersendiri. Ditandai dengan munculnya ulama tafsir seperti Ibn Mâjah (w. 273 H), Ibn Jarîr at-Thabari (w. 310 H), dan Abû Bakar ibn Al-Munzir an-Naisabûri (w. 318 H).
Selain ilmu tafsir, pada abad ke-3, ulama mulai menulis tema-tema yang berkaitan dengan Al-Qur’an. Seperti asbabun nuzul yang ditulis Ali bin al-Madini (w. 234 H) gurunya Imam Bukhâri; nasikh mansukh ditulis Abu ‘Ubaid al-Qâsim ibn Salâm (w. 224 H). Pada abad ke-4, ditulis tentang gharib Al-Qur’an oleh Abu Bakar as-Sijastâni (w. 330 H); sab’ah ahruf ditulis oleh Abu Bakar Muhammad ibn al-Qâsim al-Anbâri (w. 328 H); selanjutnya kitab al-Burhân fi ‘Ulum Al-Qur’an ditulis oleh Ali ibn Ibrâhim ibn Sa’îd yang populer dengan sebutan al-Jaufi (w. 330 H), terdiri dari 30 jilid, tetapi hanya ditemukan sampai sekarang 15 jilid saja. Inilah kitab pertama yang secara khusus membahas cabang ilmu ini.
Pada abad ke-5, hadir kitab I’rab Al-Qur’an disusun oleh Ali ibn Ibrâhîm ibn Sa’îd al-Hûfi (w. 430 H); kemudian tulisan tentang Qira’at Al-Qur’an disusun oleh Abu ‘Amr ad-Dâni (w. 444 H). Pada abad ke-6 muncul Abu al-Qâsim ibn Abd ar-Rahmân as-Subaili (w. 581 H) menulis tentang Mubhamât Al-Qur’an; Ibn al-Jauzi (w. 597 H) menulis tentang ‘Ajâib Al-Qur’an. Pada abad ke-7 penulisan bagian ulumul Qur’an terus berkembang. Diantaranya Alamuddin as-Sakhâwi (w. 643 H) menulis tentang ilmu Qirâât dan Ibn ‘Abd as-Salâm (w. 660 H) menulis tentang ilmu Majâz Al-Qur’an.
Selanjutnya, pada abad ke-8, hadir kitab al-Burhân fi ‘Ulûm al-Qur’an yang ditulis Badruddin Muhammad ibn Abdillah az-Zarkâsyi (745-794 H). Kitab ini merupakan kitab kedua yang disusun khusus membahas cabang ulumul Qur’an. Zarkasyi membahas 47 tema ulumul Qur’an mulai tentang Abâbun Nuzûl, Munâsabah, Makki Madani, Qirâât, sampai masalah Adawât. Pada abad ke-9, muncul Jalaluddin as-Suyûthi (849-911 H) yang menulis kitab at-Tahbîr fî ‘Ulûm Al-Qur’an. As-Suyûthi membahas 102 masalah Ulumul Qur’an dalam kitab ini. Merasa belum puas, as-Suyuthi menyusun kembali sebuah kitab yang lebih mendalam pembahasannya dan lebih sistematis penyusunannya, yaitu Al-Itqân fî ‘Ulûm Al-Qur’an. As-Suyuthi membahas 80 tema dimulai dengan Makki Madani, Awal mâ Nuzila Akhir mâ Nuzila, Asbâbun Nûzul, I’jâz Al-Qur’an dan lain-lain sampai tentang Thabaqât al-Mufassirîn. Kitab ini dinilai oleh ulama sebagai puncak karya tentang ulumul Qur’an. Sehingga, ketika as-Suyuthi meninggal, perkembangan ulumul Qur’an berhenti selama beberapa abad.
Penulisan ulumul Qur’an kembali dilakukan oleh para ulama pada abad ke-14. Beberapa karya yang ditulis antara lain: Jamâluddîn A’l-Qâsimy, dengan kitab Mahâsin at-Ta’wîl. Juz pertama kitab ini khusus membahas Ulumul Qur’an; Thâhir Al-Jazâiri, dengan kitab at-Tibyân fi Ulûm Al-Qur’an, selesai pada tahun 1335 H; Muhammad ‘Abd al-Azhîm az-Zarqâni, dengan kitab Manâhil Irfân fî Ulum Al-Qur’an; Muhammad ‘Ali Salâmah, dengan kitab Manhaj al-Furqân fî ‘Ulûm Al-Qur’an; Tanthâwi Jauhari, dengan kitab al-Jawâhir fî Tafsîr Al-Qur’an dan Al-Qur’an wa ‘Ulûm ‘Ashriyyah; Musthafa Shadiq Ar-Râfi’i, dengan kitab I’jâz Al-Qur’an; Sayyid Quthub, dengan kitab at-Tashwîr al-Fani fi Al-Qur’an; Malik bin Nabi, dengan kitab az-Zâhirah Al-Qurâniyah; Muhammad Rasyîd Ridhâ, dengan kitab Tafsîr Al-Qur’an Al-Hakîm (Tafsîr Al-Manâr). Di dalamnya banyak juga penjelasan tentang ulumul Qur’an; Muhammad Abdullah Darrâz, dengan kitab an-Naba’ al-’Azhîm ‘an Al-Qur’an Al-Karim: Nazharât Jadîdah fî Al-Qur’an; Shubhi As-Shâlih, dengan kitab Mabâhits fî ‘Ulûm Al-Qur’an. Kitab ini selain membahas Ulum Al-Qur’an, juga menanggapi secara ilmiah pendapat-pendapat orientalis yang dipandang salah mengenai berbagai masalah yang berhubungan dengan Al-Qur’an; Mahmûd Abu Daqiqi, dengan kitab ‘Ulûm Al-Qur’an; Muhammad ‘Ali Salâmah, dengan kitab Manhaj al-Furqân fî ‘Ulûm Al-Qur’an; Muhammad Al- Mubarak, dengan kitab Al-Manhal Al-Khâlid; Muhammad Al-Ghazali, dengan kitab Nazharât fî Al-Qur’an; Muhammad Husain Adz-Dzahabi, dengan kitab at-Tafsîr wa al-Mufassirûn; Mannâ’ Khalil al-Qaththân, dengan kitab Mabâhits fî ‘Ulûm Al-Qur’an; Muhammad ‘Ali Ash-Shabûni, dengan kitab At-Tibyân fî ‘Ulûm Al-Qur’an; Muhammad Abu Syahbah, dengan kitab al-Madkhal li Dirâsah Al-Qur’an Al-Karîm.
Di Indonesia sendiri, lahir beberapa karya tentang ulumul Qur’an, seperti karya M. Quraish Shihab: Membumikan Al-Qur’an, Mukjizat Al-Qur’an, Kaidah Tafsir, sampai Ensiklopedi Kosakata Al-Qur’an. Begitu juga karya Hasbi ash-Shiddieqiy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir. Termasuk beberapa karya ilmiah yang lahir dari kampus atau lembaga Al-Qur’an seperti Intitut PTIQ Jakarta, IIQ Jakarta, UIN se-Indonesia, Lajnah Pentashih Al-Qur’an, Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ), STIQ Ar-Rahman Bogor, dan kampus atau lembaga lainnya.