Perintah Agar Para Ibu Menyusui Anaknya

emc.id

Di zaman sekarang, tidak sedikit para ibu yang bekerja meninggalkan anak-anaknya yang baru dilahirkan karena tuntutan pekerjaan atau alasan lain. Padahal dalam Al-Qur’an, para ibu sangat dianjurkan agar tetap menyusukan anak-anaknya hingga dua tahun. Anjuran ini ditujukan dengan memakai redaksi berita dengan pemakaian kata al-wâlidât yang menunjukkan kepada makna para ibu. Hal ini berbeda dengan  kata Ummahât yang artinya  para ibu kandung.

Bacaan Lainnya

Kata al-wâlidât yang artinya para ibu, baik ibu kandung atau bukan, menegaskan bahwa air susu ibu, baik ibu kandung atau bukan adalah asupan terbaik untuk bayi hingga usia dua tahun. Dalam hal ini, tentu saja air susu ibu kandung adalah yang lebih dianjurkan dari selainnya.

Dampak yang diperoleh dalam hal ini adalah anak menjadi lebih nyaman dan bahkan menurut penelitian para ilmuan, bahwa pada saat anak menyusu kepada ibunya, maka pada saat itu pula si anak mendengar detak jantung sang ibu yang telah ia kenal selama dalam kandungan. Detak jantung antara perempuan satu dengan lainnya itu tidak sama.

Bilangan dua tahun sebagai batas maksimal menyusui itu dinilai sempurna menurut Al-Qur’an. Meskipun, tidak mengapa jika orangtuanya sepakat menyusukan anaknya kurang atau lebih dari waktu tersebut. Bilangan tersebut juga memberi isyarat bahwa yang menyusu setelah usia tersebut bukanlah penyusuan yang mempunyai dampak hukum yang menyebabkan anak yang disusui berstatus sama dalam beberapa hal dengan anak kandung yang menyusunya.

Dalam menyusukan anaknya, tentu sang ibu memerlukan biaya agar kualitas air susunya tercukupi, maka dengan demikian, lanjutan ayat menyatakan bahwa sang ayah mempunyai kewajiban kepada anak-anak yang dilahirkan untuknya agar memberi makan dan pakaian kepada para ibu, sehingga jika mereka menuntut imbalan atas penyusuan anak-anaknya maka sang ayah wajib memenuhinya selama tuntutan itu dinilai wajar.

Dalam hal kewajiban ini, tentu harus dilaksanakan dengan cara yang baik, yaitu hendaknya seseorang tidak terbebani melainkan menurut kesanggupannya juga seorang ibu tidak sengsara karena menyusui anaknya. Penjelasannya disini adalah bahwa hendaknya sang ayah tidak mengurangi hak yang harus diterima sang ibu dalam pemberian nafkah dan pakaian, juga seorang ayah hendaknya tidak sengsara karena dituntut oleh sang ibu, dengan melebihi batas kemampuan sang ayah karena alasan kebutuhan anak yang disusukannya.

Dengan perintah agar para ibu menyusukan ana-anaknya ini, maka anak yang dilahirkan mendapatkan haknya agar pertumbuhan fisik dan jiwa nya dapat berkembang dengan baik, sekalipun sang ayah telah meninggal dunia. Karena para waris juga berkewajiban memenuhi kebutuhan ibu dan anak yang disusuinya agar penyusuan anak tidak terganggu. Maksudnya adalah warisan yang ditinggalkan sang ayah yang meninggal dunia dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ibu dan anak yang disusuinya.

Dalam perkara penyusuan anak ini ada beberapa tingkatan masa yaitu, pertama: adalah tingkatan sempurna, yaitu menyusui anaknya selama dua tahun. Kedua, yaitu masa cukup, maksudnya adalah masa penyusuan yang kurang dari masa tingkat sempurna. Ketiga, masa tidak cukup, yaitu tidak dapat menyusui anaknya meskipun karena alasan sakit, atau karena sang ibu enggan menyusui anaknya. Dengan demikian, jika sang ibu tidak dapat menyusukan anak-anaknya karena beberapa alasan, maka hendaknya sang ayah mencari solusi yang dapat mencukupi kebutuhan bayinya atau dengan mencari perempuan yang dapat menyusui anaknya.

Kesan bahwa tidak ada dosa bagi sang ayah mencarikan perempuan yang dapat menyusukan anak-anaknya adalah bahwa mungkin saja sang ibu kandung yang enggan menyusukan anak-anaknya itu memikul dosa karena air susu yang seharusnya menjadi hak anak menjadi mubazir dan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya menjadi tidak berfungsi.

Menurut al-Biqa’i yang dikutip oleh Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, bahwa Penjelasan ayat tentang penyusuan terletak diantara penjelasan tentang perceraian akibat talak dan akbat kematian karena pernikahan yang disebut pada awal ayat ini dapat membuahkan anak. Ini mengundang penjelasan tentang penyusuan. Kemudian, yang menyusukan boleh jahkbbgdi ibu kandung atau bukan; jika ibu kandung anak statusnya masih istri atau telah bercerai. Kemudian perceraian akibat talak lebih banyak terjadi dikalangan masyarakat dari pada akibat kematian, penjelasan tentang anak ditampilkan antara penjelasan tentang masa tunggu akibat talak dan akibat kematian sang ayah. Demikian untuk memberikan perhatian yang lebih besar kepada anak serta agar dapat mencurahkan kasih sayang yang lebih banyak kepadanya. Karena sang ibu yang dicerai mungkin dan bahkan sering terjadi mengabaikan anak-anaknya karena disebabkan kekesalannya kepada mantan suami juga bisa jadi karena disebaban oleh perhatian sang ibu kepada suami yang baru. Demikian juga dengan ayah kandungnya agar tidak mengabaikan hak anak dari istri yang diceraikannya. Demikianlah Al-Qur’an mengurutkan penjelasan tentang perintah penyusuan kepada anak-anaknya dengan sistematis dan serasi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *