Potret Ibadah Puasa

merdeka.com

Al-Qur’an menurut Abduh adalah kitab petunjuk bagi seluruh umat manusia, maka tentu Al-Qur’an itu  akan memberikan jarang terbaik bagi manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Salah satu ajaran yang diatur dalam rangka memperoleh jalan terbaik itu adalah perintah untuk berpuasa.

Dalam Mu’jam Mufradât alfâz Al-Qur’an, Puasa atau yang dikenal dengan sâum berasal dari pola kata sâma-yasûmu yang secara harfiah berarti menahan dari makan, berbicara, atau berjalan. Al-Qur’an menegaskan dalam QS. Maryam/19: 26 bahwa maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seseorang manusia, maka katakanlah :”sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha Pemurah bahwa aku tidak akan berbicara dengan seseorang manusia pun pada hari ini”.

Bacaan Lainnya

Maryam, pada ayat ini diperintahkan untuk tidak berbicara kepada orang-orang yang bertanya tentang anak yang dilahirkannya. Dalam ayat tersebut, Al-Qur’an menggunakan kata puasa atau al-sâum yang secara Bahasa bermakna diam atau tidak berbicara.

Dalam Mu’jam Al-Maqayis Al-Lughah,  seorang pakar Bahasa memaknai kata sâum juga bermakna diam di suatu tempat dan keadaan tertentu. Oleh karenanya jika seekor kuda yang berhenti berjalan dinamai dengan faras sâim. Pendapat berbeda pun memaknai sâim adalah orag yang menahan diri untuk tidak makan, minum, menikah( melakukan hubungan suami-isteri), dan berbicara.

Syaikh Al-Baquri berpendapat bahwa bangsa Arab pada masa jahiliyah-sebelum Nabi Muhammad SAW diutus-telah mengenal kata sâum dengan arti berpindah, yaitu berpindahnya orang dalam bersyair dan berpantun yang disampaikan oleh kaum muda dari pada pendahulunya. Samih Kariyyam dalam Ma’a Nabi fî Ramâdhan menggunakan kata sâum untuk menahan gerak, baik yang dilakukan oleh hewan, benda mati, maupun manusia.

Dalam kitab Ihya’ Ulûm Al-Dîn Imam Al-Ghazâli menjelaskan Al-sâum dalam bab Asrâr Al-Sâum  merupakan kondisi lapar yang akan memberikan efek penting dalam kehidupan manusia sebab lapar dapat mengekang hawa nafsu yang merupakan sumber segala bencana dan penyakit dari nafsu perut.

 Al-sâum dalam sejarah pelaksanaan ibadah puasa oleh seorang ahli tafsir, Abu Hayyân Al-Andalusîy dalam Bahr Al-Muhît, menjelaskan bahwa kewajiban berpuasa sudah ada sejak Nabi Adam hingga sekarang. Nabi Adam berpuasa selama 3 hari setiap bulan sepanjang tahun. Ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa Nabi Adam berpuasa pada 10 Muharrâm sebagai rasa syukur bertemu dengan isterinya, Hawâ.

Bukan hanya Nabi Adam AS saja yang melaksanakan puasa, nabi-nabi selanjutnya yaitu Nabi Nûh AS yang berpuasa selama 3 hari setiap bulan sepanjang tahun dan memerintahkan kaumnya untuk menyembah Allah SWT serta berpuasa ketika mereka berbulan-bulan hidup terkatung-katung di dalam perahu besar di tengah samudra luas akibat bencana topan. Selanjutnya Nabi Ibrâhim AS, terkenal dengan giatnya dan gemar dalam berpuasa, terutama saat menerima wahyu dari Allah SWT. Begitu pula dengan Nabi Yûsuf AS, berpuasa ketika berada dalam penjara bersama dengan para terhukum yang lain. Lalu Nabi Yûnus AS, berpuasa dari makan dan minum saat berada dalam perut ikan besar selama beberapa hari. Nabi Ayyûb AS, Nabi Syu’aib AS, Nabi Ilyâs AS yang berpuasa 40  hari 40 malam ketika akan pergi ke gunung Horeb untuk menerima wahyu dari Allah SWT. Puasanya Nabi Daûd AS yang dilaksanakan secara berselang. Begitu juga Nabi Isâ AS yang berpuasa selama 40 hari ketika menyatakan dirinya sebagai rasul.

Rasyid Rida dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Hakîm Jilid 3 menyebutkan bahwa pemeluk agama Mesir Kuno sebagai penyembah berhala atau Paganis juga melakukan sâum untuk menghormati Dewa Matahari dan Sungai Nil.  Dan ada juga yang mengatakan bahwa pemeluk agama Yunani Kuno dan Romawi Kuno juga melakukan ritual puasa.

Inilah informasi mengenai puasa-al-sâum- orang-orang terdahulu yang telah disebutkan dalam QS. Al-Baqarah/2: 183 yang menyebutkan bahwa umat-umat terdahulu juga telah melaksanakan ibadah puasa.

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,

Referensi

  • Abî Al-Husain Ahmad bin Fâris bin Zakariyâ, Mu’jam Al-Maqayis Al-Lughah
  • Abu Hayyân Al-Andalusîy, Bahr Al-Muhît
  • Al-Râgib Al-Ashfahânî, Mu’jam Mufradât alfâz Al-Qur’an
  • Imam Al-Ghazâli, Ihya’ Ulûm Al-Dîn
  • Rasyid Rida, Tafsir Al-Qur’an Al-Hakîm
  • Samih Kariyyam, Ma’a Nabi fî Ramâdhan

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *