Ucapan Hari Raya Sesuai Sunnah

twitter.com

PERTANYAAN:

Assalamu alaikum, ustadz saya mendapatkan pesan singkat dari WA tentang BAGAIMANA UCAPAN IDUL FITRI YANG  SESUAI SUNNAH? Sering kita dengar tersebar ucapan: ” MINAL ‘AIDIN WAL FAIZIN MOHON MAAF LAHIR & BATHIN ” Seolah-olah saat Idul Fitri hanya khusus untuk minta maaf.

Sungguh sebuah kekeliruan, karena Idul Fitri bukanlah waktu khusus untuk saling maaf memaafkan. Memaafkan bisa kapan saja tidak terpaku dihari Idul Fitri… Demikian Rasulullah r mengajarkan kita. Tidak ada satu ayat Qur’an ataupun suatu Hadits yang menunjukan keharusan mengucapkan “Mohon Maaf Lahir dan Batin” disaat-saat Idul Fitri.

Satu lagi, saat Idul Fitri, yakni mengucapan: “MINAL ‘AIDIN WAL FAIZIN”. Arti dari ucapan tersebut adalah : “Kita kembali dan meraih kemenangan” KITA MAU KEMBALI KEMANA? Apa pada ketaatan atau kemaksiatan? Meraih kemenangan? kemenangan apa?  Apakah kita menang melawan bulan Ramadhan sehingga kita bisa kembali berbuat keburukan? “Minal ‘Aidin wal Faizin” lantas diikuti dengan kalimat, “ Mohon Maaf Lahir dan Batin ”. Karena mungkin kita mengira artinya adalah kalimat selanjutnya. Ini sungguh KELIRU luar biasa… Coba saja sampaikan kalimat itu pada saudara-saudara seiman kita di Pakistan, Turki, Saudi Arabia atau negara-negara lain…. PASTI PADA BINGUNG….

Sebagaimana diterangkan di atas, dari sisi makna kalimat ini keliru sehingga sudah sepantasnya kita HINDARI. Ucapan yang lebih baik dan dicontohkan langsung oleh para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam , yaitu :  “TAQOBBALALLAHU MINNA WA MINKUM” (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).

Mohon tanggapan Ustadz. Terima kasih.

JAWABAN:

Waalaikum Salam Warahmatullah.

Setidaknya ada 3 point yang perlu dijelaskan, yakni: Hukum mengucapkan selamat (tahniah) secara umum, ucapan tahniah dengan redaksi yang sesuai Sunnah dan hukum mengucapkan dengan redaksi lainnya.

Hukum mengucapkan Tahniah

Tidak ditemukan ada dalil shahih yang secara langsung bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memberi ucapan selamat.

عن واثلة بن الأسقع قال لَقَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسلَّمَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ؟ قَال: نَعم تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ

Dari Watsilah bin Al-Asqa’, dia berkata: Saya bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pada hari Idul Fitri, dan saya berkata, Taqabbalallahu minna wa minka. Beliau berkata: Ya, Taqabbalallahu minna wa minka.[i]

Tetapi Riwayat di atas menurut ulama hadits adalah munkar, palsu (maudhu), sehingga tidak dijadikan hujah.[ii]

Terdapat riwayat lain, yang kontradiksi dengan riwayat di atas bahwa justru mengucapkan selamat hari raya adalah makruh:

وعن عبادة قال: سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَوْلِ النَّاسِ فِي الْعِيدَيْنِ: ” تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ، قَالَ: ” ذَلِكَ فِعْلُ أَهْلِ الْكِتَابَيْنِ وَكَرِهَهُ

Diriwayatkan dari Ubadah, dia berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang tentang apa yang dikatakan orang pada Idul Fitri: ” Taqabbalallahu minna wa minka”, beliau berkata: “itu adalah perbuatan ahlul kitab” dan beliau membencinya.

Riwayat ini pun dipandang munkar oleh para ahli hadis, sehingga tidak dijadikan hujah.[iii]

Tentu para ulama tidak hanya berpaku pada satu dua riwayat, melainkan memperhatikan berbagai dalil dan kaidah lainnya dalam pengambilan hukum (istinbath). Imam Jalaluddin As-Suyuthi menulis risalah tentang masalah ini dalam “Wushul al-amani bi ushul al-tahani”. Al-Qamuli dalam Al-Jawahir mengatakan, ‘Aku tidak menemukan banyak pendapat kawan-kawan dari Madzhab Syafi’i ini perihal ucapan selamat hari raya.

Al-Hafizh Abul Hasan Al-Maqdisi pernah ditanya perihal ucapan selamat bulan baru atau selamat tahun baru. Apakah hukumnya bid’ah atau mubah? Beliau menjawab, banyak orang selalu berbeda pandangan masalah ini. Tetapi menurut saya, ucapan selamat seperti itu mubah, bukan sunah dan juga bukan bid’ah.’

Pendapat tersebut dikutip tanpa penambahan keterangan oleh Syaraf Al-Ghazzi dalam Syarhul Minhaj. Sebagian ulama berfatwa, bahwa pengucapan tahniah lebih merupakan adat (bukan merupakan ibadah mahdhoh) sehingga dikembalikan kepada adat kebiasaan yang berkembang.

Merujuk kepada pendapat kalangan ulama dari Mazhab Hanafiah,[iv] Malikiah,[v] Syafi’iah[vi] dan Hambaliah,[vii] singkatnya hukum mengucapkan tahniah ini adalah mubah (boleh).

Baca lebih lanjut sumber dalam catatan akhir (endnote),

Rujuk pula kitab Fawaid wa lathaif hawla tahniah [viii] dan ini)

Ucapan sesuai Sunnah?

Meskipun tidak ada riwayat shahih yang menunjukan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memberi ucapan selamat hari raya. Tetapi cukup apa yang telah dipraktekan para Sahabat menjadi pedoman dalam hal ini. Karena Sunnah Sahabat termasuk bagian sunnah Nabi, yang dipesankan dalam hadits: فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين (berpegang teguh lah kalian kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafaurrasyidin).”

Terdapat banyak riwayat yang tegas bahwa para Sahabat saling mengucapkan selamat.

عن مُحمَّد بن زِيادٍ الأَلْهانيِّ، قال: (رأيتُ أبا أُمامةَ الباهليَّ يقول في العيدِ لأصحابِه: تَقبَّلَ اللهُ مِنَّا ومِنكُم)  (6

Dari Muhammad bin Ziyad rahimahullah berkata: “Aku bersama Abu Umamah Al-Bahili dan sahabat-sahabat Nabi lainnya bahwa mereka apabila kembali dari shalat ied saling mengucapkan di antara mereka:

تَقبَّلَ اللهُ مِنَّا ومِنكُم

“Semoga Allah Subhanahu wata’ala menerima amal kami dan kamu”

Diriwayatkan Zahir bin Thahir dalam Tuhfah Ied al-fithr, Al-Suyuthi dalam Al-Hawi fi al-Fatawa 1/94. Imam Ahmad berkata, Sanad hadits dari Abu Umamah derajatnya jayyid, sebagaimana dinukil dalam al-Mughni 3/29. Demikian pula riwayat Zubair bin Nufair dengan redaksi yang serupa.

Jika ucapan “Taqabbalallahu minna wa minkum” di-sunnahkan, apakah terlarang mengucapkan MINAL AIDIN WAL FAIZIN? Sebelum menjawab lebih jauh, kami nukilkan Fatwa dari lembaga fatwa di Saudi Arabia Lajnah Daimah tentang permasalahan sejenis.

Fatwa Lajnah Daimah

Dalam Fatwa Nomor 20673 terdapat pertanyaan sebagai berikut:  

Berkenaan dengan yang dilakukan orang-orang pada saat hari raya menyembelih hewan pada hari Idul Fitri untuk menunjukkan kegembiraan dan menghormati tamu, saling berkunjung, silaturahmi dan saling berbagi kebahagiaan bagi tetangga dan saudara Muslim mereka, serta saling memberi ucapan selamat dengan mengatakan: Taqabbalallahu minna wa minkum, minal aidin wal faidzin, iedukum mubarak, dan redaksi ucapan selamat lainnya. Sementara ada yang mengatakan: Ini semua bid’ah, hingga sementara orang menahan diri dari mengunjungi kerabat dan saudaranya dan menerimanya pada hari raya. Untuk itu saya memohon fatwa dari Yang Mulia secara tertulis agar semua orang dapat menindaklanjutinya.

Jawaban Lajnah Daimah:

لا بأس بذبح بعض الذبائح في عيد الفطر إكراما للضيوف الذين يزورون من يذبح تلك الذبائح، لكن بقدر ما يكفي للزائر مع عدم الإسراف والفخر في ذلك، وأما تهنئة المسلمين بعضهم ببعض بالعيد بمثل العبارات المذكورة في السؤال فإنه لا بأس بها؛ لما فيها من دعاء الأخ المسلم لأخيه بقبول العمل وطول العمر والسعادة ولا محذور في ذلك.

وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وس.

Tidak masalah menyembelih hewan pada hari raya Idul Fitri untuk menghormati para tamu yang mengunjungi mereka yang menyembelih kurban tersebut, tetapi sebanyak yang cukup tanpa pemborosan dan kebanggaan akan hal itu. Demikian pula halnya bagi umat Islam untuk mengucapkan selamat satu sama lain dengan redaksi seperti yang disebutkan dalam pertanyaan –yakni ucapan Taqabbalallahu minna wa minkum, minal aidin wal faidzin, iedukum mubarak, dan redaksi ucapan selamat lainnya– tidak ada yang salah dengan itu. Karena berisikan doa saudara muslim kepada saudara lainnya agar (Allah SWT) menerima amal, panjang umur dan memperoleh kebahagiaan, dan tidak ada keberatan untuk itu. Dan hanya Tuhan lah Pemberi taufiq, shalawat atas Nabi kita Muhammad dan keluarga dan sahabatnya.

Berdasarkan fatwa di atas, sangat jelas bahwa mengucapkan tahniah adalah boleh, dan boleh pula mengucapkannya dengan redaksi sejenis.

Aneka Lafaz Tahniah di Indonesia dan Dunia

Narasi yang berkembang, “sungguh KELIRU luar biasa… Coba saja sampaikan kalimat itu pada saudara-saudara seiman kita di Pakistan, Turki, Saudi Arabia atau negara-negara lain…. PASTI PADA BINGUNG….” benar kah?

MINAL AIDIN WAL FAIZIN tidak hanya dikenal di Indonesia, di negara-negara Arab pun sudah dipraktekkan. Syaikh Muhammad Fajal dari Universitas al-Malik sa’ud menulis bahwa ucapan MINAL AIDIN WAL FAIZIN adalah cara umat Islam memberi selamat satu sama lain pada hari Idul Fitri, berdoa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala untuk menjadikan mereka sebagai orang yang kembali bulan ini di tahun-tahun berikutnya, dan menjadi di antara pemenang dengan ridha Allah Subhanahu wa ta’ala.[ix]

Lafaz “Minal Aa’idin Wal Faa’iziin” bisa diartikan dengan “Selamat berhari Raya, dan semoga anda termasuk orang yang mendapatkan kemenangan”.  Karena (عيد) ‘ied artinya hari raya, berasal dari kata kerja عاد (‘aada) sementara bentuk subyeknya adalah عائد (‘aaidun), atau jamak menjadi العائدين (‘aaidin). Maka ‘aaidin bisa juga diartikan: orang-orang yang berhari raya.

Tetapi perlu diingat bahwa MINAL AIDIN WAL FAIZIN artinya bukan memohon maaf lahir batin, bukan pula doa. Agar bernilai doa, lafaznya dapat disempurnakan, seperti menjadi:

جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ العَائِدِين اِلَى الفِطْرَةِ وَالفَائِزين بِالجَنَّةِ

“Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai orang yang kembali pada fitrah dan menuai kemenangan dengan meraih surga”.

Catatan

Sebagai simpulan dapat dikemukakan bahwa umat Islam telah mengenal aneka ucapan tahniah hari raya. Ucapan تَقبَّلَ اللهُ مِنَّا ومِنكُم (“Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menerima amal kami dan kamu) adalah redaksi yang lebih utama.

Meskipun secara pribadi, penulis cenderung memilih ucapan tahniah dengan “taqabbalallahu minnaa wa minkum” tapi bukan berarti tidak mengucapkan redaksi lainnya, atau redaksi gabungan seperti:

تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تَقَبَّلْ ياَ كَرِيْمُ وَجَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ الْعَاءِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ وَالْمَقْبُوْلِيْنَ كُلُّ عاَمٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ

Semoga Allah menerima (amal ibadah) kami dan kamu, Wahai Allah Yang Maha Mulia, terimalah! Dan semoga Allah menjadikan kami dan kamu termasuk orang-orang yang kembali dan orang-orang yang menang serta diterima (amal ibadah). Setiap tahun semoga kamu semua senantiasa dalam kebaikan”

Jawabannya, bisa dengan kalimat yang sama atau ringkas “تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تَقَبَّلْ ياَ كَرِيْمُ”.

Atau redaksi lain yang juga berisi doa seperti:

عيدكم مبارك
“‘Iidukum Mubarok” (semoga hari rayanya penuh dg keberkahan).

عيدكم سعيد
“Ieidukum Sa’id” (semoga hari rayanya penuh dg kebahagiaan).

atau redaksi lebih panjang, seperti:

  • من العايدين الفائزين المقبولين .. وعيد سعيد عليكم جميعا .. وكل عام وأنتم بخير
  • أدعو الله العلي القدير أن يعيده علينا وعليكم وعلى جميع الأمة الإسلامية أعوامًا عديدة مديدة ونحن في أتم صحة وأتم عافية
  • كل عام وأنتم بخير. أسأل الله (سبحانه) أن يعيد هذا العيد على الأمة الإسلامية وهي بأحسن حال

Demikian semoga bermanfaat. Wassalam.

CATATAN AKHIR:


[i] أخرجه ابن عدي في ((الكامل)) (6/271)، والبيهقي في ((السنن الكبرى)) (3/319)، وابن حبان في ((المجروحين)) (2/302)، ومحمد بن الكتاني في ((مسلسل العيدين)) (13)، وابن الجوزي في ((العلل المتناهية)) (2/472- معلقاً) وغيرهم

[ii] قال ابن عدي: وهذا منكر لا أعلم يرويه عن بقية غير محمد بن إبراهيم هذا.وقال: محمد بن إبراهيم منكر الحديث، وعامة أحاديثه غير محفوظة.قلت: وكذله الدارقطني، وقال ابن حبان: يضع الحديث، وقال الحاكم والنقاش روى أحاديث موضوعة، وقال أبو نعيم: روى عن بقية وغيره موضوعات.

[iii] منكر: أخرجه البيهقي في ((السنن الكبرى)) (3/319، 320)، وابن عساكر في ((تاريخ دمشق)) (34/97، 98)، وابن حبان في ((المجروحين)) (2/149)، وابن الجوزي في ((العلل المتناهية)) (2/548/900) قال البيهقي: عبد الخالق بن زيد منكر الحديث قاله البخاري. قلت: وقال النسائي: ليس بثقة، وقال أبو حاتم: منكر الحديث ليس بقوي، وقال أبو نعيم: لا شيء انظر ((الميزان)) (2/543/4791)، ((واللسان)) (4/395/5017)

[iv] قال ابنُ عابدين: (قال المحقِّق ابنُ أمير حاج: بل الأشبهُ أنَّها جائزةٌ مستحبَّة في الجملة، ثم ساق آثارًا بأسانيدَ صحيحة عن الصحابة في فِعل ذلك، ثم قال: والمتعامل في البلاد الشامية والمصريَّة: عيد مبارك عليك، ونحوه، وقال: يمكن أن يُلحق بذلك في المشروعيَّة والاستحباب لِمَا بينهما من التلازُم؛ فإنَّ مَن قُبلت طاعتُه في زمان، كان ذلك الزمان عليه مباركًا، على أنه قد ورد الدعاءُ بالبركة في أمور شتَّى، فيُؤخذ منه استحبابُ الدعاء بها هنا أيضًا) ((حاشية ابن عابدين)) (2/169)، وينظر: ((البحر الرائق)) لابن نجيم (2/171).

[v] [6636]  ((التاج والإكليل)) للمواق (2/199). قال ابنُ قدامة: (عليُّ بنُ ثابت: سألتُ مالكَ بنَ أنس منذُ خمس وثلاثين سَنَة، وقال: لم يزلْ يُعرف هذا بالمدينة) ((المغني)) (2/296). وقال النفراويُّ: (ما سُئل عنه الإمامُ مالك رضي الله تعالى عنه من قول الرَّجُل لأخيه يومَ العيد: تَقبَّل الله منَّا ومنك، يُريد الصومَ وفِعلَ الخير الصادر في رمضان، غفَر الله لنا ولك؟ فقال: ما أعرِفه ولا أُنكره. قال ابن حبيب: معناه لا يعرفه سُنَّة ولا يُنكره على من يقوله؛ لأنَّه قولٌ حسن؛ لأنَّه دعاء، حتى قال الشيخ الشبيبي: يجب الإتيانُ به؛ لِمَا يترتَّب على تركه من الفتن والمقاطعة، ويدلُّ لذلك ما قالوه في القيام لمن يَقدَم عليه، ومثله قول الناس لبعضهم في اليوم المذكور: عيد مبارك، وأحياكم اللهُ لأمثاله، ولا شكَّ في جواز كلِّ ذلك، ولو قيل بوجوبه لَمَا بَعُد؛ لأنَّ الناس مأمورون بإظهار المودَّة والمحبَّة لبعضهم) ((الفواكه الدواني)) (2/652، 653).

[vi] [6637] قال الشربينيُّ: (قال القمولي: لم أرَ لأحدٍ من أصحابنا كلامًا في التهنئة بالعيدِ والأعوام والأشهر، كما يفعله الناسُ، لكن نقَل الحافظ المنذريُّ عن الحافظ المقدسيِّ: أنه أجاب عن ذلك بأنَّ الناس لم يزالوا مختلفين فيه، والذي أراه أنه مباحٌ لا سُنَّة فيه ولا بِدعة، وأجاب الشهابُ ابن حجر بعدَ اطلاعه على ذلك بأنَّها مشروعةٌ، واحتجَّ له بأنَّ البيهقيَّ عقَد لذلك بابًا فقال: باب ما رُوي في قول الناس بعضهم لبعض في العيدِ: تقبَّل الله منَّا ومنك، وساق ما ذُكِر من أخبار وآثار ضعيفة، لكن مجموعها يحتجُّ به في مِثل ذلك، ثم قال: ويحتج لعمومِ التهنئة لِمَا يحدُث من نِعمة، أو يندفع من نِقمة بمشروعيَّة سجودِ الشُّكر والتعزية، وبما في الصَّحيحين عن كعبِ بن مالكٍ في قصَّة توبته لَمَّا تخلف عن غزوة تبوك أنَّه لَمَّا بُشِّر بقَبول توبته، ومضى إلى النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قام إليه طلحةُ بنُ عُبَيد الله فهنَّأَه) ((مغني المحتاج)) (1/316)، ((تحفة المحتاج)) للهيتمي، مع ((حواشي الشرواني والعبادي)) (3/56).

[vii] [6638]  ((كشاف القناع)) للبهوتي (2/60). قال ابنُ قُدامة: (قال أحمدُ: لا بأسَ أن يقولَ الرجلُ للرجل يومَ العيد: تقبَّل الله منَّا ومنك. وقال حربٌ: سُئِل أحمدُ عن قولِ الناس في العيدين: تقبَّل الله ومنكم. قال: لا بأسَ به، يَرويه أهلُ الشام عن أبي أُمامة. قيل: وواثلة بن الأسقع؟ قال: نعم. قيل: فلا تكره أنْ يُقال هذا: يوم العيد. قال: لا. وذكر ابنُ عَقيل في تهنئة العيد أحاديث، منها: أنَّ محمدَ بن زياد، قال: كنتُ مع أبي أُمامة الباهلي وغيره من أصحابِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فكانوا إذا رجَعوا من العيد يقول بعضُهم لبعض: تقبَّل الله منَّا ومنك. وقال أحمد: إسنادُ حديث أبي أُمامة إسنادٌ جيِّد… ورُوي عن أحمدَ أنه قال: لا أَبتدي به أحدًا، وإنْ قاله أحدٌ ردَّدتُه عليه) ((المغني)) (2/295). وقال ابنُ تيميَّة: (أمَّا التهنئةُ يومَ العيد يقول بعضهم لبعض إذا لقِيَه بعد صلاة العيد: تقبَّل الله منَّا ومنكم، وأحاله الله عليك، ونحو ذلك، فهذا قد رُوي عن طائفةٍ من الصحابة أنَّهم كانوا يفعلونه، ورخَّص فيه الأئمَّة كأحمد وغيره. لكن قال أحمد: أنا لا أبتدئ أحدًا، فإنِ ابتدأني أحدٌ أجبتُه؛ وذلك لأنَّ جواب التحيَّة واجبٌ، وأمَّا الابتداء بالتهنئة فليس سُنَّة مأمورًا بها، ولا هو أيضًا ممَّا نُهي عنه؛ فمَن فعله فله قدوة، ومن ترَكه فله قدوة ) ((مجموع الفتاوى)) (24/253).

[viii] https://al-maktaba.org/book/31616/35063

[ix] https://www.al-jazirah.com/2007/20071012/rj1.htm

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar