Hakikat Cinta Qur’ani

madaninews.id

Berbicara tentang cinta, banyak ungkapan yang bisa kita temukan untuk mendefinisikan tentangnya. Nabi Muhammad SAW adalah guru cinta Qur’ani. Beliau mengajarkan cinta dengan sentuhan wahyu. Allah SWT, kalau memilih hamba-Nya, diberikan dan ditanamkan di hatinya rasa cinta. 

Cinta adalah hal yang normal. Seorang yang tidak ada rasa cinta di dalam hatinya, maka seperti ada cacat dan cela dalam jiwanya. Cinta itu sebuah keindahan dan harus dibanggakan. 

Bacaan Lainnya

Kalimat cinta adalah kalimat yang masyhur di dunia dan akhirat. Selalu dirindukan oleh setiap orang. Betapa banyak orang tidak tidak mendapatkan cinta atau bisa mencintai. Ingatlah bahwa cinta itu indah dan menyenangkan. 

Lalu bagaimana sepatutnya kita mencintai? Bahwa sesungguhnya kita mengetahui bahwa dalam mencintai kita harus memahami kaidah bercinta. Kaidah umum seorang yang cinta selalu menginginkan kebaikan kepada orang yang dicintai dan tidak rela orang yang dicintai tertimpa sesuatu yang buruk.

Cinta tidak ada hubungannya dengan syahwat. Seorang bisa mencintai tanpa syahwat. Sebaliknya seorang bisa saja melampiaskan syahwat tanpa cinta. 

Cinta Qura’ni itu rasional. Kita tidak bisa mengatakan cinta itu tidak rasional. Cinta Qur’ani itu rasional, tapi kalau ada yang berkata cinta tidak rasional itulah yang disebut dengan cinta buta. 

Semua orang harus belajar mencintai. Kalau seorang tidak mengerti tentang cinta maka akan salah dalam mencintai dan akan terjerumus kepada petaka yang besar. Yang semula merindukan kerinduan malah akan mendapatkan petaka, karena dia tidak mampu dalam mencintai. 

Para pecinta harus bisa membedakan antara seruan cinta yang bertopeng rayuan nafsu/syahwat dan seruan hati yang mencintai. 

Cinta adalah nilai spiritual yang berasal dari hati tidak bisa diterangkan, tetapi cinta bisa diterjemahkan dengan anggota tubuhnya; mulai dari pandangan, ucapan, dan perilaku. Itulah hakikat dan terjemahan cinta di dalam hati. 

Di dalam tubuh kita ada hati. Hati adalah komandan tubuh dari kita. Ia mampu mengatur seluruh tubuh jasmani dan ruhani kita semua. Karena itu, hati seseorang pecinta akan terbangun dari nilai-nilai keindahan Qur’ani. 

Namun berbeda dengan seorang yang suka merusak cinta. Dalam jiwanya akan selalu mendendam. Yang baik menjadi jelek, yang putih menjadi hitam dan yang manis akan menjadi pahit. Itulah perusak cinta. Kalau orang yang benci kepada seorang, maka apa yang akan terjadi? Dia akan melihat saudaranya yang memiliki harta tidak pernah senang dan bahagia. Melihat saudaranya memiliki kelebihan, dia semakin dengki. Jiwa seperti ini adalah ciri orang yang hilang rasa cinta di dalam hatinya. Maka perlulah kita membangun cinta dan selalu hidup dalam cinta Qur’ani.

Lalu apa sesungguhnya cinta Qur’ani? Cinta qurani adalah cinta yang tumbuh subur kepada Allah SWT, yang akan mengantarkan sang pecinta kepada keabadian dan kasih sayang Ilahi. Seorang pecinta Qur’ani, hati dan pikirannya terpusat kepada Allah SWT, bahkan dijanjikan akan dikumpulkan bersama orang yang dicinta karena Allah SWT, di dunia dan akhirat. Itulah cinta yang diajarkan Nabi Muhammad Saw. Maka sepatutnyalah kita saling mencintai. 

Cinta apabila sudah hilang dan tidak bertahta di dalam hati, maka akan timbul rasa benci. Maka orang yang memiliki sifat membenci tidak memiliki rasa mencintai, walaupun antara benci dan cinta tidak memiliki batas. Artinya, orang yang tadinya benci bisa saja menjadi cinta dan sebaliknya. 

Maka cinta Qur’ani itu rasional. Kalau kita kaitkan dengan bahasa motivasi, seorang yang mencinta harus memiliki sangka baik dan memiliki cita-cita yang baik dan luhur. Seorang muslim, dengan siapapun harus selalu membangun dan menghadirkan cinta Qur’ani dalam diri sehingga akan mudah menghadirkan cinta. Orang yang dari hidupnya selalu buruk sangka, maka tidak akan pernah merasakan cinta Qur’ani dalam hatinya. 

Cinta Qur’ani juga sesuatu yang maknawi. Untuk menghadirkan yang maknawi harus dibarengi dengan hal yang tanpak nyata. Dalam sebuah ilustrasi, mungkinkah kita mencintai orang yang kejam, tidak baik dan prilaku tidak baik? Tentu jawabannya adalah tidak. Maka orang yang mencintai adalah orang yang mencintai nilai-nilai kebaikan bagi dirinya dan bagi orang yang dia cintai. Sebagaimana pepatah lawas; “Tak cinta maka tak sayang”, maka anehlah orang yang mencintai tanpa mengenal. Artinya, seorang yang disebut cinta Qur’ani adalah orang yang mampu mengenal dari apa yang dia dicintainya. Wallahu’alam.[]

Editor: AMN

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *