Materi Ulumul Qur’an #1: Dua Macam Keraguan Terhadap Al-Qur’an

Pada dasarnya, tidak perlu ada keraguan kepada Al-Qur’an karena Al-Qur’an sendiri memproklamirkan dirinya sebagai Kitab Suci yang tidak diragukan atau KItab Suci yang meyakinkan. Proklamasi tersebut termaktub di dalam QS. Al-Baqarah/2: 2: M. Quraish Shihab (selanjutnya disebut Shihab) mengartikan ayat ini Tidak ada keraguan menyangkut kendungannya. Namun Shihab menambahkan bahwa bukan hanya itu maknanya, tetapi juga adalah Tidak ada kewajaran terhadapnya untuk diragukan. Pemaknaan seperti adalah khas seorang Shihab karena kedalaman rasa bahasa Arabnya.

Salah satu tabiat manusia yang ditanamkan Allah SWT kepadanya adalah meragukan hampir segala hal. Sesungguhnya itu adalah salah satu mekanisme dasar pertahan diri manusia agar tetap bertahan hidup karena jika tabiat tersebut tidak ada, maka kehidupan manusia akan terancam karena mudahnya manusia terperangkap di dalam bahaya tanpa keraguan ataupun kewaspadaan.

Bacaan Lainnya

Termasuk kepada Al-Qur’an, pastilah keraguan juga akan ada sebagaimana kepada hal-hal lain. Boleh dikatakan bahwa Al-Qur’an adalah semacam berita, maka ada kemungkinan manusia juga menjadikannya sasaran keraguan agar manusia tidak mudah terjerumus kepada berita yang tidak benar. Karena itu, Shihab menjelaskan ada dua macam keraguan dalam interaksi manusia dengan Al-Qur’an dan kebenaran. Salah satunya diperbolehkan dan yang lain tidak diperbolehkan.

Menurut Shihab, ada keraguan yang muncul karena bukti-bukti yang ada belum menyentuh pikiran atau hati. Keraguan seperti itulah yang pernah menghinggapi diri Nabi Ibrahim as sehingga beliau bertanya bagaimana Allah SWT menghidupkan yang mati. Itulah yang terekam di dalam QS. Al-Baqarah/2: 260. Jenis keraguan yang pertama ini dibolehkan.

Shihab lalu menambahkan bahwa ada juga keraguan yang disertai kecurigaan dan buruk sangka sebagaimana disebutkan di dalam QS. Al-Muddatstsir/74: 18-24. Keraguan yang kedua ini tidak diperbolehkan dan keraguan seperti itulah yang dituju oleh QS. Al-Baqarah/2: 2. Pertanyaannya kini adalah apakah pernyataan Shihab tentang dua keraguan terhadap Al-Qur’an (dan juga terhadap kebenaran) itu tidak lebih daripada pembelaan Shihab terhadap keyakinannya kepada Al-Qur’an atau memang demikianlah seharusnya sikap ilmuwan terhadap segala hal yang dipelajarinya?

Tulisan ini memilih hal yang kedua yaitu bahwa pernyataan Shihab tentang dua keraguan di atas adalah memang sikap yang seharusnya dimiliki ilmuwan. Keraguan memang adalah sikap wajar bagi para pencari kebenaran, termasuk kebenaran Al-Qur’an. Namun menjadi keliru jika keraguan disertai kecurigaan dan buruk sangka karena sesungguhnya itu bukanlah keraguan tetapi upaya menutup diri terhadap kebenaran dan tentu saja itu bukan sikap ilmuwan sejati.

Keraguan yang kedua berbeda karena keraguan kedua sesungguhnya berasal dari ilmuwan yang sudah menemukan data-data awal dari upaya pencarian kebenarannya namun terasa masih ada beberapa ruang kosong yang jika tidak diisi, maka argumen yang hendak dibangun menjadi kurang solid. Keraguan model kedua inilah pencarian kebenaran yang sesungguhnya karena sudah dimulai dengan penelitian awal dan disertai sikap terbuka terhadap kebenaran-kebenaran yang akan datang kemudian.[]

Bahan Bacaan

Shihab, M. Quraish, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat Al-Qur’an, Tangerang: Lentera Hati, 2019.

Editor: AMN

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *