Asyura

Hari ini, kita memasuki hari kesepuluh bulan Muharram. Rasulullah Saw menyebut hari ini dengan hari ‘Asyura. ‘Asyura dalam sistem kalender hijriyah mempunyai makna yang khas, sakral, dan mulia hari itu, Rasulullah Saw pernah bertemu dengan sejumlah orang Yahudi di Madinah yang sedang berpuasa. Nabi Muhammad Saw pun kemudian berkata, “Kami lebih berhak berpuasa dibanding kalian”. 

Sahabat Ibnu ‘Abbas ra meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw berpuasa pada hari itu atau memerintahkan untuk berpuasa. Demikian hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslim (Al-Imam Al-Hafizh Al-Mundziri, At-Targhiib wa at-Tarhiib , Juz II, Kairo: Dar al-Hadits, 1987 M-1407 H, halaman 115-116). 

Bacaan Lainnya

Meskipun redaksi hadits itu berupa perintah, tetapi status puasa ‘Asyura adalah sunnah. Imam Nawawi rhm mengatakan bahwa para ulama telah sepakat bahwa puasa ‘Asyura bukan wajib.

Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa puasa itu diwajibkan pada awal Islam. Sedang Imam Syafii menyatakan statusnya sunnah. 

Dulu, kata Imam Al-Mundziri, kaum Jahiliyah dari kalangan kuffar Quraisy dan lainnya termasuk kaum Yahudi mempuasakannya. Tatkala Islam datang melalui Rasulullah Saw, status sunnahnya itu diperkuat. 

Perintah Rasulullah Saw dalam hadits itu ingin menekankan pentingnya melaksanakan puasa pada hari itu karena banyaknya manfaat yang diperoleh dari ibadah puasa itu. Di antara manfa’at puasa ‘Asyura, Allah swt akan menghapuskan dosa setahun yang lalu sebagaimana hadis riwayat Muslim, Ibnu Majah, dan lainnya. 

Dalam hadits lain, Rasulullah Saw mengatakan bahwa tidak ada hari yang lebih utama berpuasa selain bulan Ramadhan dan hari ‘Asyura. Demikian hadis riwayat Thabrani dan Bayhaqi. 

Selain berpuasa pada hari ‘Asyura, sangat dianjurkan pula agar kita mau memperluas belanja pada keluarga pada hari ‘Asyura. Dalam hadits Bayhaqi, dikatakan bahwa siapa yang memperluas belanja bagi keluarganya pada hari ‘Asyura, maka Allah akan memperluas rezekinya sepanjang tahun itu. Para ulama bahkan menjelaskan bukan saja pada keluarga, tetapi juga pada kerabat, anak yatim, orang miskin dengan melebihi nafkah pada mereka. Bersedelah sangat dianjurkan (manduub), dengan syarat tidak memberatkan. 

‘Asyura juga punya makna historikal dan kultural. Secara historik, banyak keberhasilan yang dialami para nabi dan rasul Allah SWT di hari ‘Asyura. Selain itu, Asyura juga punya makna yang sensitif penuh duka karena pada tahun 680 M-61 H, telah wafat dengan sangat tragis Sayyidina Hussein bin Ali dari pasukan Yazid Khalifah Umayyah kedua, di bawah komando Ubaidillah bin Ziyad. Karenanya, ‘Asyura punya makna suka sekaligus duka. 

Secara kultural, budaya masyarakat kita secara evolutif diubah menjadi amat Islami berkat da’wah para awliya Allah SWT yang bijak. Begitu terkenalnya ‘Asyura, hingga secara tidak terasa nama bulan Muharram bergeser menjadi bulan Syura. Terambil dari kata ‘Asyura.

Begitu seterusnya, orang yang biasa menyebut nama-nama hari dan bulan secara konvensional. Sejak itu, mereka menyebut dengan nuansa Islam yang kental, Syura, Sapar, Mulud, Bakdo Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah, Poso, Syawal, Selo, dan Besar. Meskipun di sana-sini perlu ada pelurusan dan penyempurnaan, namun dilihat dari strategi da’wah para awliya telah berhasil dalam mewarnai budaya lokal dengan Islam. 

Nama-nama hari yang semula orang menyebut dengan Pon, Paing, Legi, Kliwon, Wage berubah menjadi Senin dari Itsnayn, Selasa dari ats-Tsulatsa, Rabu dari al-Arbi’a, Kamis dari al-Khamis, Jum’at dari al-Jumu’ah, dan Sabtu dari as-Sabt, dan hari pertama atau Ahad. 

Lebih utama lagi, jika pemahaman itu dijelaskan asli dan sumber sebenarnya. Misalnya, Muharram, Shafar, Rabi’ul Awal, Rabi’ul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijah. 

Mari kita sambut hari Asyura dengan ibadah puasa dan mendekatkan diri pada Allah dengan hidup prihatin serta memperluas kebahagiaan pada keluarga dan masyarakat banyak seperti yatim, miskin, kerabat, dan lain-lainnya. Selamat hari ‘Asyura, semoga Allah swt memuliakan, memberkahi Anda dan kita semua. Kita sambut tahun baru hijriyah dengan rasa syukur sekaligus prihatin yang mendalam. Allah SWT Mahapengasih dan Mahapenyayang. Mengasihi semua dan menyayangi mereka yang beriman pada-Nya.[]

Editor: AMN

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *