Cinta Tanah Air dan Iman

Salah satu perubahan sangat fundamental yang dibawa oleh ajaran Islam adalah kesadaran tentang kemanusiaan, baik kemanusiaan secara umum, maupun kemanusiaan perempuan secara khusus. Cara pandang atas kemanusiaan ini jelas memengaruhi cara pandang atas dunia dengan segala perubahan yg terjadi di dalamnya, baik selama kehadiran Islam, maupun setelahnya.

Kesadaran tersebut adalah soal siapa manusia itu dan untuk apa mereka hidup. Singkatnya: “Setiap manusia, laki-laki dan perempuan, punya status melekat sebagai hanya dan hanya HAMBA Allah dan amanah melekat sebagai KHALIIFAH FIL ARDH dengan mandat mewujudkan kemaslahatan seluas-luasnya di muka bumi.”

Bacaan Lainnya

Saat membaca draft buku Nalar Kritis Muslimah, saya merasa berulang-ulangnya kalimat di atas muncul. Kemudian menyadari jangan-jangan memang akar problem kemanusiaan dalam bentuk apapun berawal dari masalah terkait dengan cara pandang fundamental atas kemanusiaan ini. Bukankah akar ketidakadilan itu berangkat dari cara pandang yg tidak adil?

Kembali ke laptop: Apa arti kesadaran kemanusiaan yg dibangun oleh Islam ini?

Ketundukan (Islaam) kita hanya pada Allah sebagai satu-satunya Tuhan, mesti dibuktikan dengan mewujudkan kemaslahatan pada sesama makhluk-Nya di bumi. Karenanya, Taqwa sbg satu-satunya standar kualitas manusia tidaklah hanya terkait dengan hubungan baik manusia dengan Allah, tapi juga dengan sesama makhluk-Nya.

Taqwa adalah IMAN kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan (Tawhiid) yang dibuktikan dengan sikap baik (amal shalih) yang melahirkan kemaslahatan pada sesama makhluk-Nya. I’diluu huwa aqrabu lit taqwaa: Bersikaplah adil karena ia lebih dekat kepada taqwa. Pesan QS. Al-Maidah/5: ayat 8 ini bahkan konteks khusus, yaitu pada kaum yang kita benci. Jadi indikator kuat orang yang bertaqwa adalah sikap adil, terutama pada orang-orang yang kita tidak suka/benci.

Berislam adalah proses pembuktian terus-menerus untuk hanya tunduk mutlak pada Allah dengan hanya tunduk pada kebaikan bersama. Allah berkuasa secara mandiri (qiyaamuhuu bi nafsihii). Manfaat tunduk mutlak kita hahya pada Allah sama sekali tidak kembali pada-Nya, tapi mesti kembali pada sesama makhluk-Nya!

Keislaman seorang individu dengan demikian ditentukan oleh sejauhmana bisa teguh untuk hanya tunduk mutlak pada Allah, tidak sambil tunduk mutlak pada apa/siapapun selain-Nya, yang dibuktikan dengan ikhtiyar maksimal untuk memberi manfaat pada diri sekaligus individu lain seluasnya sesuai kapasitas dan otoritas masing-masing.

Keislaman sebuah keluarga dengan demikian ditentukan oleh sejauhmana keluarga bisa bekerja sama meneguhkan sikap untuk hanya tunduk mutlak pada Allah dan bahu-membahu membuktikannya dengan mewujudkan kemaslahatan pada seluruh anggotanya TANPA KECUALI, bahkan pada keluarga lain seluasnya.

Bagaimana dengan keislaman sebuah negara? Nah ini dia! 

Keislaman sebuah negara juga hanya ditentukan oleh sejauhmana komitmen Ketuhanan Yang Maha Esa ini mampu dibuktikan dengan penyelenggaraan negara yang memberi kemaslahatan pada segenap komponen bangsa TANPA KECUALI, bahkan juga pada negara-negara lain seluasnya!

Mewujudkan kemaslahatan bagi segenap komponen bangsa TANPA KECUALI, bahkan bagi negara lain seluasnya, sebagai pembuktian iman pada Tuhan YME (Tawhiid) meniscayakan cinta tak bersyarat pada tanah Air. Karenanya, CINTA TANAH AIR adalah bagian dari (pembuktian) IMAN (Hubbul wathan minal iiman)!

Sekali lagi, berislam adalah proses terus-menerus sepanjang hayat untuk hanya tunduk (Islaam) pada Allah dengan ikhtiar tak berkesudahan untuk mewujudkan kemaslahatan bersama dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam berbangsa dan bernegara.

Cinta tanah air dengan terus-menerus memperlakukan bangsanya secara manusiawi dan beradab, menjaga persatuannya, mengelolanya dengan kepemimpinan yang bijak (hikmah) pada rakyat, dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah bagian dari pembuktian IMAN pada Tuhan Yang Maha Esa.

Semoga kita semua mampu membuktikan IMAN dengan menjaga dan memupuk rasa saling cinta kita pada saudara sesama Muslim (ukhuwwah Islaamiyyah), sesama bangsa (wathaniyyah), maupun sesama manusia (insaaniyyah), bahkan sesama makhluk-Nya agar bisa sama-sama semakin merdeka dan saling memerdekakan. Aamiin yaa Rabbal Aalamiin.

Salam Merdeka Hakiki![]

Editor: AMN

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *