Rasionalitas dan Spiritualitas Islam Respons Masyarakat Modern

Kemiskinan rohani masih menjadi persoalan besar masyarakat modern. Dominasi rasio menjadikan mereka meninggalkan agama dalam menyelesaikan segala permasalahan hidupnya. Ada yang mengatakan mentalitas mereka yang rasionalis dan sekuleris ini bagian dari rasa kecewa mereka terhadap agama.

Menurut mereka agama tidak lagi menjadi pelayan umat, tetapi justru menguasai dan memanipulasi umat manusia. Sebagian lain mengatakan doktrin agama dan segala bentuk ritualnya bersifat pasif tanpa adanya upaya untuk merubahnya ke dalam ekspresi aktif sebagai manusia yang kreatif, produktif dan dinamis. Mereka  juga mengatakan bahwa kebanyakan pemeluk agama terbelenggu dengan ilusi yang diciptakannya yang kemudian ilusi tersebut bisa menciptakan Tuhan, sebagaimana yang diungkap oleh Karl Marx dan Feuerbach. Selain itu, bagi mereka orientasi agama menuju Tuhan ternyata hanya melanggengkan mitos yang telah lama diyakini tanpa hasil apa-apa yang didapat (nihilisme). Semua rasa kecewa mereka berujung pada pernyataan Tuhan telah mati.

Bacaan Lainnya

Kemiskinan rohani di atas secara umum dapat dikatakan merupakan pola berfikir masyarakat modern yang berlebihan terhadap kemampuan rasio dengan mengesampingkan dimensi spiritual yang dimiliki agama.

Tampilnya dimensi spiritual agama bisa menjadi pelengkap bagi kecendrungan rasionalitas mereka yang berlebihan. Sedangkan tampilnya dimensi rasional suatu agama menjadi respons dan obat kekecewaan mereka terhadap agama. Pada pernyataan pertama, hampir setiap agama mempunyai dimensi spiritual seperti dalam bentuk ritual, namun sayangnya seringkali menjadi ritual yang irasional sehingga sulit memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang rasional. Sedangkan pada pernyataan yang kedua, sulit sekali tampil rasionalitas suatu agama untuk kebutuhan masyarakat modern apabila dihadapkan dengan agama tradisional yang bersifat kultural, lokal, dan emosional yang lebih memilih untuk mempertahankan mitos-mitosnya tanpa mempertimbangkan logos. Singkatnya spiritualitas agama yang dibarengi dengan dimensi rasionalitasnya menjadi perlu ditampilkan bagi masyarakat modern dalam menghadapi kemiskinan rohaninya.

Kesadaran ini memang dimulai dari kenyataan tuntutan mayarakat modern terhadap perlunya rasionalitas suatu agama bukan hanya dengan meyakini mitos-mitos dan ritual yang dilakukan secara emosional belaka. Tuntutan mereka terhadap agama ini bagi Alfred North Withehead dalam Religion in the Making merupakan puncak tertinggi penilaian terhadap suatu agama dari beberapa unsur agama yang melekat seperti ritual, emosi, kesaksian iman, dan pertanggung jawaban rasional. Menurutnya  apabila suatu agama mampu tampil dengan pertanggung jawaban yang dapat diterima oleh rasio, maka agama tersebut mampu bertahan lama diyakini oleh pemeluknya dan bisa mengatasi kemiskinan rohani yang diderita oleh masyarakat modern.

Agama yang mampu menampilkan rasionalitasnya juga harus mampu menampilkan spirtitualitasnya secara benar. Jika tampilnya rasionalitas agama sebagai respon masyarakat modern yang kecewa  terhadap agama, maka tampilnya spritualitas agama diharapkan dapat mengatasi dampak negatif rasionalitas yang berlebihan seperti rapuhnya pegangan moral dan hilangnya orientasi hidup yang bermakna. Tujuan hidup yang terbatas pada pencapaian segala sesuatu yang bersifat material sehingga membawa kepada kondisi keterasingan, frustasi, dan kehampaan esksistensial. Dalam konteks ini Islam sebagai agama yang mengharmoniskan keseimbangan mampu menampilkan spiritualitas dan rasionalitas bersamaan.

Rasionalitas dalam Islam memandang manusia sebagai makhluk rasional, yang berkehendak, berfikir, dan berbuat secara otonom, tidak ditentukan oleh Tuhan. Seluruh perbuatan manusia didasarkan oleh pertimbangan-pertimbangan rasional. Rasionalitas dalam Islam mampu menjelaskan berbagai kenyataan dalam keberagamaan pemeluknya seperti hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan akhirat, manusia dengan alam semesta, dan manusia dengan manusia lainnya.

Semua relasi di atas tampil dengan teologi rasional yang berlaku secara universal sehingga melahirkan sikap dan perilaku rasional yang terbuka terhadap dunia ilmu pegetahuan, tekhnologi, filsafat, dan segala peradaban maju bangsa lain. Bahkan teologi rasional ini menjadi keharusan dalam agama Islam, karena di dalam Al-Qur`an ternyata banyak sekali perintah Tuhan kepada manusia untuk menggunakan akalnya, dan celaan terhadap orang yang hanya mengedepankan tradisi dan emosi tanpa pertimbangan akal dalam hal keberagamaannya. Perintah berakal dan celaan meninggalkannya ini merupakan bukti terdapatnya pertanggung jawaban rasional dalam agama Islam yang dituntut oleh masyarakat modern untuk mengatasi kemiskinan rohani yang mereka hadapi.

Bukti rasionalitas Islam dalam menghadapi kemiskinan rohani masyarakat modern dibarengi dengan spiritualitasnya yang dapat memberikan kedamaian hidup, orientasi hidup yang bermakna, dan menghilangkan fustasi. Spiritualitasnya bukan mitos-mitos produksi tradisi lokal yang irasional. Bukan pula sekedar ritual yang emosional dan mengesampingkan logos. Akan tetapi spiritualitasnya tampil prima sebagai sumber gerak, sumber kenormatifan, sumber motivasi, dan sumber nilai acuan hidup manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam, manusia dengan akhirat, dan manusia dengan Tuhannya. Adapun intisari spiritualitas dari semua relasi ini adalah kesadaran perlunya hubungan langsung dengan Tuhan sehingga terasa dekat dengan-Nya.

Hubungan langsung dengan Tuhan dalam bentuk praktik ibadah menjadi pendorong bagi pelakunya untuk hidup yang bermakna dan memiliki tujuan yang jelas, serta menjadikan ketenangan dan kedamaian jiwa bagi pelakunya. Jaminan ini, misalnya didapati dengan berzikir yaitu mengingat Tuhan dalam berbagai kondisi. Berzikir yang membuahkan rasa dekat dengan Tuhan sangat memungkinkan sekali untuk masyarakat modern yang berlebihan dalam menggunakan rasionya hingga melahirkan rasa kecewa yang mendalam terhadap agama dan penganutnya. Bukankah perasaan dekat dengan Tuhan saat berzikir mengingat Tuhan dapat juga memberikan kesempatan dengan leluasa mengadu kepada-Nya tentang kekecewaan kepada agama dan penganutnya.

Dengan demikian, rasionalitas dan spiritualitas Islam sebagai respons terhadap kemiskinan rohani masyarakat modern menampilkan keseimbangan antara spiritualitas dan rasionalitas Islam yang memandang manusia sebagai makhluk rasional yang berkehendak, berfikir, dan berbuat secara otonom dengan kesadaran tetap perlunya hubungan langsung dengan Tuhan dalam bentuk ibadah seperti berzikir mengingat-Nya agar terasa dekat dan damai bersama-Nya. Keseimbangan ini berdasarkan pada QS. Ali Imran/3: 191, yang artinya: “Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.[]

Editor: IS

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar