Menurut Welch, lafaz ayat berasal dari bahasa Ibrani dan bahasa Suryani yang bermakna tanda-tanda. Juga kerap digunakan oleh penutur bahasa Ibrani dan Suryani untuk menerangkan perkara yang gaib dan makna hakikat sesuatu.
Awalnya kata Welch lafaz ayat hanya dijadikan sebagai bukti atas kenabian Muhammad saja atau kenabian nabi yang lain. Ketika Allah mengisahkan Nabi Musa dan Firaun, Firaun menantang Nabi Musa untuk mendatangkan ayat sebagai bukti bahwa dia adalah utusan Allah Swt. Baru kemudian digunakan untuk menunjukkan bagian yang popular di dalam Al-Quran. Yakni ayat yang menerangkan eksistensi Allah dan ciptaan-Nya.
Ironisnya, beliau katakan bahwa makna lafaz ayat dalam Al-Quran bertransformasi. Maksudnya, pertama-tama lafaz ayat dipergunakan dalam konteks mukjizat Nabi. Kemudian ketika masuk periode Madinah lafaz ayat berubah maknanya menjadi Al-Quran itu sendiri. Selain itu, Welch menyebutkan lafaz ayat dengan segala variasinya (singular-plural) terdapat sebanyak 400 kali disebutkan dalam Al-Quran. Paling banyak berbicara tentang eksistensi Allah, Keesaan dan Kekuasan-Nya.
Dari lontaran Welch yang di atas mengindikasikan dia sebagai orientalis-fanatik dan terlalu gegabah mengambil kesimpulan. Karena apa-apa yang dia lontarkan di atas, tidak mendasar sama sekali dan tidak menyertakan argumentasi yang rasional. Baik dari Al-Quran itu sendiri maupun dari sumber lainnya. Yang pasti Welch terus berupaya untuk menimbulkan keragu-raguan terhadap Al-Quran dan mukjizat nabi-nabi sebelumnya. Hingga musuh-musuh Allah dari kelompok orientalis dan golongan yang tidak menganut ajaran Islam lebih memercayai keyakinan orang-orang kafir dibanding keyakinan yang disampaikan oleh Nabi melalui Al-Quran yang mulia.
Pendapat Welch di atas dibantah habis-habisan oleh para ulama Al-Quran. Apa yang dia lontarkan tidak benar bahwa lafaz ayat berasal dari bahasa Ibrani dan Suryani. Meski ada korelasi antara bahasa Arab dengan kedua bahasa tadi, tapi lafaz ayat langsung diambil dari bahasa Arab itu sendiri.
Dengan dalil sebagaimana Abu Amar as-Syaibani mengatakan bahwa lafaz ayat bisa bermakna “sekumpulan” dari beberapa huruf. Misal خرج القوم بأيتهم (satu kaum keluar bersama sekumpulan dari kalangan mereka). Dan menariknya, penyebab dinamai ayat itu sebagai ayat bukan lahir begitu saja. Menurut Abu Bakar, salah satu ulama tafsir mengatakan: dinamai ayat dalam Al-Quran sebagai penanda antara satu ayat dengan ayat yang lain.
Lafaz ayat dalam Al-Quran secara umum bermakna menunjukkan atas keagungan Kalamullah dan ciptaan-Nya. Jika ditinjau ke dalam Al-Quran, kata ayat bisa bermakna beragam. Pertama, ibrah. Dalam hal ini, jelas dalam QS. Yusuf/12:7
۞ لَقَدْ كَانَ فِيْ يُوْسُفَ وَاِخْوَتِهٖٓ اٰيٰتٌ لِّلسَّاۤىِٕلِيْنَ
Sungguh, dalam (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi para penanya.
Kedua, dengan arti al-alamah (tanda-tanda) sebagaimana dalam QS. Al-Mu’minun/23:50
وَجَعَلْنَا ابْنَ مَرْيَمَ وَاُمَّهٗٓ اٰيَةً
Telah Kami jadikan (Isa) putra Maryam bersama ibunya sebagai ‘alamah (kebesaran Kami)
Dalam kitab yang berjudul Al-Quran al-Karim Min Manzduri al-Isytisyraq, disebutkan bahwa jumlah pengulangan ayat dalam Al-Quran terdapat sebanyak 382 kali, bukan 400. Yaitu 82 kali bermakna singular, satu kali bermakna dua dan 295 bermakna plural.
Jadi, apa yang dilontarkan oleh Welch tidak benar dan tidak layak diterima oleh yang bernalar sehat, apapun alasannya. Karena asal usul dari lafaz ayat yang dia sebutkan di atas serta jumlah lafaz ayat yang tertera dalam Al-Quran dan pertransformasian maknanya tidak sesuai dengan data yang ditemukan oleh para ulama tafsir seperti di atas. Selain itu landasan argumentasinya juga sangat dangkal. Wallahu a’lam.[]
Editor: MAY