Hidup ini ada ukuran-ukurannya. Begitu juga dengan keislaman kita. Ada ukuran yang dapat dijadikan patokan untuk mengetahui bagus tidaknya keislaman kita. Ukuran itu berasal dari Rasulullah Saw.
Abu Hurairah ra meriwayatkan Hadits bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Di antara tanda sempurnanya Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi dalam al-Arba’iin an-Nawaawiyyah, Hadits ke-12).
Urgensi Hadits ini ada tiga. Pertama, menjelaskan salah satu keutamaan Rasulullah Saw dalam bertutur yaitu jawaami’ul kalim yang berarti sedikit lafalnya tetapi padat maknanya. Hadits ini adalah contohnya. Kedua, Hadits ini mengandung manfaat yang merefleksikan kebaikan dunia dan akhirat. Ketiga, Hadits ini menjelaskan esensi agama yaitu melakukan sesuatu dan menghindari sesuatu (al-fi’l wa at-tark).
Selain urgen, Hadits ini juga mengandung muatan normatif (fiqh al-hadiits) berupa: pertama, membangun masyarakat yang mulia. Untuk itu, kepada setiap anggota masyarakat diminta untuk hidup produktif. Hidup dengan orientasi manfaat yang besar bagi kemanusiaan dalam lingkungan semesta.
Kedua, menyibukkan diri dengan hal-hal yang kontra produktif, di samping sia-sia juga indikasi dari lemahnya iman. Ketiga, menghindari sesuatu yang tidak bermanfaat merupakan jalan keselamatan. Imam Malik pernah menyebut bahwa Luqman al-Hakim pernah ditanya, “Apa yang menyebabkan Anda mencapai derajat seperti ini?” Ia menjawab, “Kejujuran, menepati janji, dan meninggalkan apa yang tidak bermanfaat” (al-Waafi fii Syarh al-Arba’iin an-Nawaawiyah).
Keempat, sibukkanlah diri Anda dengan mengingat Allah SWT, niscaya Anda akan menjauhi hal-hal yang tidak bermanfaat. Jika seorang muslim beribadah kepada Allah SWT seakan-akan melihatNya, merasakan kedekatan dengan-Nya, niscaya ia akan menyibuk-kan diri dengan hal-hal yang mendatangkan manfaat. Imam Hasan al-Bashri berkata: “Tanda bahwa Allah berpaling dari hamba-Nya adalah jika ia menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak bermanfaat”.
Kelima, hal-hal yang mendatangkan manfaat bagi manusia ialah berkaitan dengan kebutuhan manusia yang mendasar, seperti sandang, pangan, dan papan. Termasuk dalam hal ini, persoalan yang berhubungan dengan keselamatan manusia di dunia dan akhirat. Di luar itu, adalah hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat, seperti menumpuk harta dan kenikmatan, gila kedudukan dan kehormatan. Yang hal ini terbukti telah menjadi sebab timbulnya korupsi, gratifikasi, serta hal-hal tercela lainnya.
Termasuk hal yang tidak bermanfaat adalah sesuatu yang pada dasarnya dibolehkan (mubaah), namun tidak membawa manfaat berarti bagi manusia, baik di dunia dan akhirat. Seperti permainan, gurauan, serta berbagai hal lain yang mengurangi kewibawaan dan tidak berguna. Banyak bicara yang tidak bermanfaat, bahkan hal ini cenderung pada perbuatan haram. Dalam konteks ini, seorang muslim yang baik pasti tidak akan mengumbar perkataan yang tidak bermanfaat apalagi informasi palsu (hoaks).
Untuk bisa menjadi Muslim seperti itu, direkomendasi kan agar senantiasa mensucikan jiwa (tazkiyyah an-nafs) seperti ditegaskan dalam QS. asy-Syams/91: 9: “Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya”.
Dengan kata lain, untuk hidup produktif dibutuhkan kesucian jiwa. Ada relasi kuat antara urgensi tasawuf dengan kehidupan yang beradab. Hidup beradab adalah hidup Islami. Rasulullah Saw hadir untuk memajukan hidup manusia. Karenanya, kita bangga jadi seorang Muslim. Kita bersyukur karena Allah SWT menghadirkan ajaran Islam yang mencerahkan seluruh alam.
Selamat hidup produktif dengan jiwa yang suci. Semoga Allah SWT memuliakan dan memberkahi Anda dan kita semua.[]
Editor: AMN