Berangkat dari kepercayaan, Islam adalah peradaban yang lengkap. Setidaknya itu yang coba diingatkan H.A.R. Gibb bahwa “Islam is indeed much more than a system of theology, it is a complete civilization”.
Secara kebahasaaan, term peradaban tidak mudah difahami. Dalam Bahasa Indonesia berasal dari “adab” yang diberikan imbuhan per-an berarti kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin; hal yang menyangkut sopan santun, budi bahasa, dan kebudayaan suatu bangsa.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan sering disebut culture, sedangkan peradaban disebut civilization, se-akar dengan civil yang salah satunya berarti masyarakat. Sementara dalam Bahasa Arab, kebudayaan dikenal dengan sebutan tsaqâfah, sedangkan peradaban disebut hadârah yang terambil dari kata hadara yang berarti ada, wujud dan maju.
فيُعرّف ابن خلدون الحضارة على أنها طور طبيعي يحدث في مختلف المجتمعات حيث يتفنن أهلها بالترف الذي يعمد إلى نقل الناس من حياة البداوة إلى حياة التحضر والعمران
“Ibnu Khaldun mendefinisikan peradaban sebagai fase alamiah yang terjadi di berbagai masyarakat, di mana masyarakatnya terpikat pada kemewahan yang bermaksud untuk memindahkan manusia dari kehidupan Badui (nomaden) ke kehidupan urban/ pembangunan kota.”
Istilah lain yang sering digunakan adalah tamaddun diambil dari bahasa Arab dana, Istilah ini populer dalam Bahasa Melayu, peradaban maju selalu disebut dengan tamaddun. Derivasi lain dari kata dîn yang berarti agama, tatanan nilai dan sistem kehidupan, karenanya dîn adalah agama diturunkan Allah secara sempurna dan ditempatkan pada kota yang dinamai Madinah.
Puncak Pembangunan bukan Akhir Peradaban
Menurut Walī al-Dīn ʿAbd al-Raḥmān ibn Muḥammad ibn Muḥammad ibn Abī Bakr Muḥammad ibn al-Ḥasan yang lebih dikenal Ibn Khaldun (w. 1406) pembangunan fisik kota (‘umran) bukan lah tujuan akhir atau hakikat peradaban, melainkan hanya lah tujuan antara. Tujuan akhir menurutnya adalah peradaban (hadarah), yang jika peradaban ini tidak diolah kembali maka akan menjadi cikal bakal menuju kehancuran.
أن الحضارة غاية العمران ونهاية لعمره وانها مؤذنة بفساده
“Peradaban adalah Puncak Sekaligus Akhir Pembangunan serta Isyarat Kehancurannya”.
Tesis Ibn Khaldun ini akan tetap relevan dan menjadi peringatan bagi segenap pemangku kepentingan. Jika difahami dalam konteks kontemporer bahwa pembangunan yang berorientasi fisik di masyarakat era 4.0 seberapa pun megah dan lengkapnya tidak akan pernah bisa mencapai puncak peradaban. Karena itu lah muncul konsep masyarakat 5.0 yang ingin kembali memuliakan manusia sebagai orientasi akhir pembangunan.
Jika difahami demikian maka akan sangat relevan dengan pernyataan Ibn Khaldun bahwa perlu ada tindaklanjut atas capaian pembangunan. Relevan pula dengan isyarat al-Quran tentang ‘negeri impian’ yang sejatinya pernah mewujud di suatu negeri (Saba).
Humanis Teologis: Puncak Peradaban Sejati
Negeri Saba dalam gambaran al-Qur’an adalah baldatun thayyibatun wa robbun Ghafur.
لَقَدْ كَانَ لِسَبَاٍ فِيْ مَسْكَنِهِمْ اٰيَةٌ ۚجَنَّتٰنِ عَنْ يَّمِيْنٍ وَّشِمَالٍ ەۗ كُلُوْا مِنْ رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوْا لَهٗ ۗبَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَّرَبٌّ غَفُوْرٌ
“Sungguh, bagi kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan), “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.” (Surah Saba [35]: 15)
Ulama tafsir mengatakan bahwa baldatun toyyibatun menunjukan bahwa dahulu di Negeri Saba sama sekali tidak ada lalat, nyamuk, kutu, dan hewan-hewan yang berbisa. Hal itu karena cuaca yang baik, alam yang sehat, dan penjagaan dari Allâh, agar mereka mentauhidkan-Nya dan beribadah kepada-Nya”. Sementara wa rabbun ghofur, yakni (Rabb kalian) adalah Rabb Yang Maha Pengampun, jika kalian terus dalam mentauhidkan-Nya”. [Tafsir Ibnu Katsîr, 6/507].
Pakar perkotaan setidaknya bisa menyebut baldatun toyyibatun dalam al-Qur’an tersebut sebagai konsep liveable city, kota yang layak huni, agar tempat tinggal menjadi berkemanusiaan (humanis). Sementara wa rabbun ghofur adalah city spirit yang akan mejiwai pembangunan agar berketuhanan (teologis). Dimensi humanis teologis teologis ini lah yang sepatutnya menjadi tujuan akhir dari peradaban. Being a liveable country and pious people. []