Hermeneutika Paul Ricoeur

tafsiralquran.id

Hermeneutika sebagai teori interpretasi selalu menarik untuk dikaji. Banyak kalangan cendikiawan mengklaim bahwa hermeneutika menjadi solusi dalam masalah penafsiran. Sebagai teori yang lahir di barat, hermeneutika tidaklah dipandang sebagai teori utuh dan saklek, karena pada perkembangannya, ia mengalami dialektika pemikiran. Berawal dari problematika motilogi Yunani, problematika Bible, sampai permasalahan filsafat. Dalam perkembangannya, hermeneutika memasuki ranah umum yang digagas oleh Schleiermecher diikuti Wilhelm Dilthey dan Emilio Betti sebagai penggagas metodologis. Kemudian Martin Heidegger dan Gadamer dengan hermeneutika ontologisnya, dilanjutkan Hebermas dengan hermeneutika kritik. Setelah itu hermeneutika ontologis kritis yang digagas Paul Ricoeur.

Hermeneutika atau yang kadang disebut dengan hermeneutika merupakan pengindonesiaan dari kata Inggris hermeneutics, ia merupakan sebuah istilah yang diambil dari bahasa Yunani, yaitu Hermeneuein, yang berarti menafsirkan dan kata benda hermenia,yaitu interpretasi (penafsiran). Bagi Paul Recoeur, bahwa tugas utama hermeneutika adalah untuk memahami teks, yaitu mendefinisikan teks sebagai any discourse fixed by writing, discourse (wacana) merujuk pada bahasa sebagai event, yaitu bahasa yang membicarakan tentang sesuatu. Event adalah dimensi yang hidup dan dinamis. Dalam menjelaskan interpretasi teks, Ricoeur mendefinisikan teks (text) secara kritis dan mendalam, yaitu “suatu diskursus yang difiksasi dengan tulisan. Menurut definisi ini, fiksasi dengan tulisan merupakan ketentuan teks itu sendiri” (any discourse fixed by writing. According to this definition, fixation by writing is constitutive of the text itself). Berpijak pada definisi itu, Ricoeur memberikan penjelasan tentang bahasa sebagai diskursus.

Menurut Paul Ricoeur, sebuah teks terbuka terhadap kegiatan “menjelaskan”. Hubungan antara memahami dan menjelaskan adalah sebuah hubungan dialektis. Setiap pemahaman tentang sebuah teks harus  selalu dilengkapi dengan penjelasan sehingga dihasilkan sebuah pemahaman yang kritis. Dalam hermeneutika Paul Ricoeur kegiatan menjelaskan melibatkan anilisis strukturalis linguistic dan teknik-teknik kecurigaan yang diperkenalkan oleh “guru-guru kecurigaan”, seperti Freud, Marx, dan Nietzche.

Oleh karena itu, Ricoeur menyatakan bahwa bahasa selalu mengatakan sesuatu sekaligus tentang sesuatu. Dengan kata lain, discourse adalah bahasa ketiaka ia digunakan untuk bekomunikasi. Dalam hal ini, ada dua jenis artikulasi discourse, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan membentuk komunikasi langsung dimana metode hermeneutika tidak terlalu diperlukan karena ujaran yang disampaikan masih terlekat langsung pada pembicara. Makna ujarannya dapat dirujuk langsung kepada intonasi maupun gerak isyarat pembicara.  Sedangkan bahasan tulisan (baca:teks) merupakan korpus yang otonom. Ia menganggap bahwa teks memiliki kemandirian, totalitas yang bercirikan pada empat hal: Pertama, dalam sebuah teks makna yang terdapat pada “apa yang dikatakan” (what is Said), terlepas dari proses pengungkapannya, sedangakan dalam bahasa lisan itu tidak dapat dipisahkan. Kedua, makna sebuah teks tidak lagi terikat kepada pembicara, sebagaimana bahasa lisan. Apa yang dimaksud teks tidak lagi terkait dengan apa yang awalnya dimaksudkan dengan penulisnya. Ketiga, karena tidak lagi terikat pada system dialog, maka sebuah teks tidak lagi terikat pada konteks semula, artinya ia tidak terikat pada konteks asli dari pembicara. Apa yang ditunjukkan oleh teks adalah dunia imajiner yang dibangun oleh teks itu sendiri dalam dirinya sendiri maupun dalam hubungan dengan teks-teks lain. Keempat, teks tidak terikat pada audiens awal, sebagaimana bahasa lisan terikat pada pendengarnya, sebuah teks ditulis bukan untuk pembaca tertentu, melainkan kepada siapapun yang membacanya, dan tidak terbatas pada ruang dan waktu.

Dengan melalui empat paradigma teks di atas, Ricoeur telah membalikkan hubungan antara diskursus yang terucap dan tertulis. Sebelumnya, Dilthey mengatakan bahwa ucapan lebih unggul daripada tulisan. Menurut Dilthey, “hubungan langsung dengan pembicara selalu dianggap sebagai paradigma bagi pemahaman yang berhasil”. Dapat dikatakan juga bahwa sebuah teks membangun hidupnya sendiri, Karena sebuh teks adalah sebuah monolog. Yang perlu diketahui dari hermeneutik Ricoeur, adalah bahwa sebagai pembaca pertama-tama tidakhlah menginterpretasi teks dengan segi absolutitas, akan tetapi merelatifkan, karena menurutnya teks berpegangan pada otonomi semantik-nya, oleh karena itu pandangan intensional ketika teks dibebaskan dari pengarangnya. Dengan kata lain, pembaca harus melepaskan maksud pengarang, dan ini lebih baik ketika pengarang bukanlah dari selain manusia. Yang perlu diketahui dari hermeneutika Ricoeur, adalah bahwa sebagai pembaca pertama-tama tidakhlah menginterpretasi teks dengan segi absolutitas, akan tetapi merelatifkan, karena menurutnya teks berpegangan pada otonomi semantik-nya, oleh karena itu pandangan intensional ketika teks dibebaskan dari pengarangnya. Dengan kata lain, pembaca harus melepaskan maksud pengarang, dan ini lebih baik ketika pengarang bukanlah dari selain manusia.

Otonomi semantik teks membuat hubungan antara peristiwa dan makna menjadi lebih kompleks dan dalam artian ini menginspirasikannya menjadi suatu hubungan yang dialektikal. Makna pengarang benar-benar menjadi suatu dimensi teks sampai tahapan bahwa pengarang tidak patut untuk dipertanyakan. Bila teks tidak lagi mendapatkan jawaban, maka ini milik pengarang dan tidak lagi meilik pendengar. Makna pengarang adalah counterpart dialektikal dengan makna verbal, dan keduanya harus dibangun dalam terma-terma satu dengan lainnya. Konsep-konsep makna pengarang pengarang dan karangan memunculkan suatu problem hermenutik yang selaras dengan otonomi teks. Artinya disini Ricoeur mengakui bila ada teks yang sangat problematik sehingga menutup kemungkinan munculnya wacana dari peristiwa dan makna, maka teks tersebut dikembalikan kepada maksud pengarangnya. Disamping itu pula Ricoeur juga mengecualikan otonomi semantik teks, bahwa tidak semua teks dapat di baca secara luas, seperti contoh teks yang di buat dalam suatu negara atau budaya tersendiri.

Hermeneutika Paul Ricoeur merupakan tawaran pemikiran ranah teori interpretasi, Paul Ricoeur merepresentasikan pemikiran baru dan khas diluar hermeneutika metodologis yang digagas Schleiermacher, Dilthey, Betti, dan Hirsch, juga berbeda dengan hermeneutika filosofisnya Heidegger dan Gadamer dan hermeneutika kritis yang digagas Habermas.

Daftar Pustaka

Hardiman, F. Budi. Seni Memahami: Hermeneutika dari Schleiermecher sampai Derrida, Yogyakarta: Kanisius, 2015.

Palmer, Richard E. Hermeneutika: Teori baru mengenai interpretasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Permata, Ahmad Norma.  Hermeneutika Fenomenologis Paul Ricoeur, Yogyakarta: IRCiSoD, 2005.

Ricoeur, Paul. Filsafat Wacana: Membelah Makna dalam Anatomi Bahasa, Yogyakarta: IRCiSoD, 2002.

…………… Hermeneutics and Human Sciences: Essay on Language, Action and Interpretation, Cambridge: Cambridge University Press, 1982.Wahid, Masykur. Teori Interpretasi Paul Ricoeur, Yogyakarta: LKIS, 2015.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *