Relevansi Teori Hermeneutika Paul Ricoeur dengan Penafsiran QS. Al-Hujurat/49: 11

2.bp.blogspot.com

PENDAHULUAN

Hermeneutika merupakan topik dalam filsafat. Dalam perkembangannya, topik  terus digali dan diperbaharui dari hermeneutika kuno hingga modern. Hermeneutika dapat didefinisikan sebagai teori atau filsafat interpretasi tentang makna. Hermeneutika menemukan beragam instruksi dalam bentuk simbolis yang  menjelaskan isi makna kata, kalimat atau teks. Secara umum karya-karya Ricoeur  dikategorikan dalam dua cabang bidang filsafat, yaitu “filsafat manusia” dan “filsafat bahasa”. Filsafat manusia, membahas tentang filsafat kehendak, pemikiran filosofisnya orisinil. Filsafat bahasa, berkonsentrasi pada hermeneutika sebagai pemikiran filosofisnya. Terkait dengan filsafat bahasa, Ricoeur menjelaskan interpretasi teks dalam dua proses: semiologi struktural (cakrawala teks) dan apropriasi (pemahaman) yaitu proses membuat teks menjadi milik pembaca dengan mengasumsikan teks sebagai wacana yang menghadirkan dunia cakrawala teks dan dilebur menjadi cakrawala pembaca. 

Tujuan karya tulis ini adalah untuk menemukan relevansi teori hermeneutika Paul Ricoeur dengan penafsiran kontemporer Al-Qur’an. Berdasarkan pemikiran Paul Ricoeur, teks tidak hanya diartikan sebagai tulisan melainkan dapat berbentuk realita sosial dalam kehidupan, dengan kata lain semua kejadian di alam ini merupakan teks yang memiliki makna. Salah satu contoh penafsiran dengan pendekatan hermeneutika Ricoeur adalah pemahaman teks Al-Qur’an surat al-Hujurât/49: 11 yakni segala bentuk komunikasi oral maupun literal, verbal maupun non verbal dapat mengundang unsur kebencian atau konflik sosial.

PEMBAHASAN

Teori hermeneutika Paul Ricoeur populer di kalangan masyarakat postmodernis, karena definisi dan ruang lingkup hermeneutikanya cukup luas. Paul Ricoeur mencetuskan hermeneutic arc, yang mempertemukan metode penjelasan (explanation) dan pengertian (understanding) untuk dapat menemukan makna dan sense-nya. Teori hermeneutikanya tidak mengabaikan metode ilmiah. Salah satu penerapan hermeneutika adalah dalam penafsiran Al-Qur’an, kitab suci umat Islam. 

Praktik hermeneutika sebenarnya sudah dilakukan oleh umat Islam sejak masa paling dini Islam, khususnya ketika menghadapi Al-Qur’an. Dengan argumen: (1) problematika hermeneutika senantiasa dialami dan dikaji meski tidak ditampilkan secara definitif, terbukti dari kajian-kajian mengenai asbab al-nuzul dan nasikh mansukh. (2) Perbedaan antara komentar-komentar yang aktual terhadap tafsir Al-Qur’an dengan aturan, teori atau metode penafsiran telah ada sejak munculnya literatur tafsir dalam bentuk ilmu tafsir. (3) Tafsir tradisional selalu dimasukkan dalam kategori tertentu, contohnya tafsir syi’ah, tafsir mu’tazilah, tafsir hukum, dan tafsir filsafat. Dengan demikian, terlihat kesadaran tentang adanya berbagai kelompok, ideologi, periode maupun horizon sosial tertentu dari tafsir.

Hermeneutika teks merupakan unsur penting selain author (penulis) dan audiens (pendengar). Teks menggambarkan realita kehidupan melalui tanda yang berwujud bentuk huruf dan tanda teks. Teks merupakan sistem tanda yang mengabstraksikan tradisi lisan yang berfungsi sebagai bahasa. Pemikiran Ricoeur tentang semiologi struktural dalam metode hermeneutika sebagai suatu model paradigma yang berfungsi sebagai eksplanasi dan bertujuan untuk penjelasan bersikap deskriptif. Sedangkan, apropriasi sebagai proses pemahaman penulis (M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah surat al Hujurat/49: 11) menafsirkan sebagai berikut:

 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, boleh jadi mereka (yang diperolok-olokan)  lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lainnya, (karena) boleh jadi peempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu  saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling  memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman, dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”

 (1) Larangan mengolok-olok dari konteks asbab al-nuzulnya ayat ini turun berkenaan dengan Tsabit (si tuli) yang diolok-olok ketika di majelis. Dalam konteks kekinian mufassir kontemporer, larangan itu merupakan bentuk penghinaan fisik. (2) Larangan mengejek memberi isyarat mencela, ayat turun berkenaan dengan dua istri Nabi (Aisyah dan ῌafshaḥ) mengejek penampilan Ummu Salamah yang disamakan dengan “lidah anjing” serta secara fisik “pendek” dan menurut mufassir kontemporer mengejek seperti itu bersifat sembunyi-sembunyi. Dalam konteks mengejek bisa disebut menggosip. (3) Larangan “memberi gelar buruk” merupakan tindakan langsung sebagai timbal balik apabila yang diberi gelar buruk tidak terima dapat menimbulkan konflik. Penafsiran Al-Qur’an surat al-Hujurât/49: 11 mengandung fenomena ujaran kebencian yang menimbulkan konflik sosial. Penafsiran tersebut sebagai bentuk komunikasi Tuhan melalui Al-Qur’an ditinjau dari aspek bentuk teks dalam perspektif kontekstual. 

Relevansi teori hermeneutika Ricoeur dengan penafsiran teks Al-Qur’an surat al-Hujurât/49: 11 dalam konteks kekinian yang kontemporer. Sebagai perangkat pemahaman, hermeneutika tidak dapat dipisahkan dengan bahasa karena menjadi metode untuk memahami bahasa. Keterkaitan hermeneutika adalah sebagai metode untuk mengeluarkan makna kebahasaan sebuah teks. Hal ini menjadikan hermeneutika sebagai metode pemahaman teks.

KESIMPULAN

Teori Hermeneutika memaparkan aturan-aturan penafsiran terhadap teks berupa tanda atau simbol yang dianggap sebagai teks. Ricoeur menjelaskan pemahaman itu mengawali, mengiringi, mengakhiri yang meliputi penjelasan untuk menghasilkan pemahaman bersifat analitis dalam memahami, contohnya adalah pada kandungan makna dalam penafsiran Al-Qur’an surat al-Hujurât/49: 11. Dengan menggunakan teori hermeneutika Ricoeur sebagai bentuk komunikasi oral maupun literasi, verbal dan non verbal (raut muka, gestur, dan sebagainya) sebagaimana yang diilustrasikan dalam penafsiran makna teks Al-Qur’an surat al-Hujurât/49: 11 yakni mengolok-olok, mencela, dan memberi gelar buruk. Tujuan para mufassir klasik dan kontemporer relevan dengan apropriassi (pemahaman) Ricoeur antara lain bahwa ayat tersebut mengatur perilaku seseorang. Teks suci menjamin keharmonisan antara umat beragama lainnya. Ayat ini pun sebagai peringatan dan nasehat untuk mencegah adanya konflik sosial antar individu atau umat beragama lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bleicher, Josef. Contemporary Hermeneutics: Hermeneutics as Method, Philosophy and Critique, London: Routledge & Kegan Paul, 1980.

Burhanuddin, Mamad S. Hermeneutika Al-Qur’an Ala Pesantren: Analisis Terhadap Tafsir Marah Labid Karya Nawawi Al-Bantani, Yogyakarta: UII Press, 2006.

Esack, Farid. Al-Qur’an Pluralism and Liberation, Oxford: One World, 1997.

An-Naisaburi, Al-Wahidi. Asbabun Nuzul, (ter.), Moh. Syamsi, Surabaya: Amalia Surabaya, 2014.

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan dan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Sibawaihi. Hermeneutika Al-Qur’an dan Fazlur Rahman, Yogyakarta: Jalasutra, t.th.Wahid, Masykur. Teori Interpretasi Paul Ricoeur, Yogyakarta: LKiS, 2015.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *