Keberkahan Al-Aqsha dalam Perspektif Hermeneutika Schleiermacher

pcnukendal.com

Dalam surah al-Isra ayat 1 dengan jelas Al-Qur’an menyebutkan bahwa Al-Aqsha telah diberkahi sekelilingnya oleh Allah SWT. Namun secara historis juga telah terbukti bahwa di Jerusalem tempat dimana Al-Aqsha berada justru menjadi tempat pemicu konflik antara agama-agama samawi yang berujung pada melayangnya ribuan nyawa yang tidak berdosa. sehingga dimanakah letak keberkahan Al-Aqsha? Untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis menggunakan pendekatan hermeneutika Schleiermacher yaitu interpretasi gramatis dan psikologis yang dianggap mampu untuk mencermati dan memotret surah al-Isra ayat 1 dengan realitas empiris.

Banyak diketahui bahwa surah al-Isra ayat 1 ini berbicara tentang isra dan miraj-nya Nabi Muhammad yaitu suatu perjalanan yang dimulai dari Mekkah menuju Masjid Al-Aqsha di Jerusalem atau orang arab mengatakan baitul Maqdis. Namun disini arah dari pembicaraan yang dikehendaki oleh penulis tidak membahas dari Isra dan Miraj Nabi Muhammad namun lebih spesifik pada keberkahan masjid al-Aqsha sebagaimana tertulis dalam al-Qur‟an Surah al-Isra ayat 1:

سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ ١ 

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui

Fenomena yang terjadi di Jerusalem mulai dari sejarah awalnya sampai sekarang dibawah penjajahan Israel tidak pernah sepi dan lepas dari konflik kemanusiaan. Penguasa silih berganti menguasai Jerusalem, sejak dari raja Daud, Sulaiman, terus jatuh ketangan Babylonia, Macedonia, Mesir, Seleusid, Yunani, Yahudi Hasmonean, Romawi Byzantium, Persia, Kholifah-Kholifah Muslim, Crusaders (pasukan salib), mamluk, Utsmani(Turki), Inggris, Yordania dan kini sampai pada tangan Israel.

Oleh karena itu, keberkahan yang disifati oleh Allah Swt terhadap Masjid Al-Aqsha seakan tidak terjadi dan berlaku bagi Jerusalem kota dimana Masjid Al-Aqsha berdiri. sehingga penulis mencoba membedah makna barakah dalam surah tersebut dengan pendekatan hermeneutika Schleiermacher yaitu Interpretasi Gramatis dan Interpretasi Psikologis.

Konsep barakah menurut analisa kajian hermeneutika gramatis memiliki keterkaitan kata dengan As-Sa’dah, Al-Khair, An-Ni’mah dan Az-Ziyadah jadi konsep barakah adalah keberkahan yang membawa kekuatan untuk mendapatkan kelapangan hidup  dan adanya nilai tambah berupa amal saleh yang mempunyai corak dimensi ilahiyah dan sosial karena amal saleh dalam doktrin Islam dijanjikan akan pahala oleh Allah dan amal saleh itu sendiri mempunyai dampak positif terhadap kehidupan sosial.

Namun problemnya keberkahan yang sangat dekat dengan suatu kebaikan, kebahagiaan, dan kenikmatan tersebut sangat bertolak belakang dengan fakta sejarah yang selama ini terjadi di Jerusalem kota dimana masjid Al-Aqsha berada. Bahwa mulai sejarah awal Jerusalem sampai sekarang dibawah penjajahan Israel Jerusalem tak pernah lepas dari konflik kemanusiaan yang tak pernah kunjung selesai. Pertumpahan darah yang selama ini terjadi memang kontra dengan nama kota ini sendiri.

Data diatas semakin meneguhkan bahwa perdamaian yang identik dengan ketenangan, kemakmuran, kesejahteraan bagi penduduknya belum terjadi di Jerusalem. Padahal dengan sangat jelas redaksi yang disusun oleh Al-Qur’an dalam surah al-Isra ayat 1, bahwa sekitar masjid Al-Aqsha telah diberkahi oleh Allah Swt. Sehingga dari konsep berkah yang penulis utarakan diatas dan dikomparasikan dengan fakta sejarah dari Al-Aqsha, seakan keberkahan yang dimaksud oleh Al-Qur’an tidak terbukti, dan penulis memahami bahwa keberkahan yang dimaksud adalah keberkahan dalam artian transfer kesucian dari masjid Al-Haram ketika Nabi Muhammad melakasanakan isra mi’raj jadi ada hubungan ilahiyah yang dibangun oleh kedua kota tersebut melalui simbol isra mi’raj, karena Yahudi, Kristen dan Islam adalah agama-agama Ibrahim, yang memiliki akar sejarah yang sangat berdekatan.

Menurut kajikan interpretasi psikologis, Seakan Allah ingin menunjukan bahwa tiga agama ini pada hakekatnya adalah saudara. Islam lahir di Mekah Yahudi dan Kristen di Jerusalem oleh karena itu transfer kesucian melalui isra mi’raj dari masjid Al-Haram menuju masjid Al-Aqsha adalah transfer kesucian berupa keberkahan yang berwujud keamanan perjalanan dari Nabi Muhammad untuk mengunjungi masjid Al-Aqsha, dan proses napak tilas Nabi-Nabi terdahulu yang pernah ada di Jerusalem. Jadi makna keberkahan dalam surah al-Isra ayat 1 itu lebih bersifat personal pada Nabi Muhammad ketika melaksanakan prosesi isra mi’raj. Disamping itu, juga sebagai wujud apresiasi dan penghormatan kepada Nabi-Nabi terdahulu yang dulunya pernah menyebarkan agama Allah. Apalagi menurut analisa sejarah ada kemungkinan bahwa masjid Al-Aqsha dalam buntuk fisik sebagaimana yang kita saksikan sekarang belum ada pada waktu Nabi melakukan isra mi’raj karena Jerusalem pada waktu itu masih berada dibawah kendali Bizantium yang telah melegeslasikan Kristen sebagai agama resmi kerajaan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa redaksi keberkahan dalam surah al-Isra ayat 1 yang menjadi karakteristik masjid Al-Aqsha adalah sebuah penggambaran transfer kesucian melalui prosesi isra mi’raj Nabi Muhammad berupa keamanan perjalanan sehingga tidak ada gangguan dalam perjalananya dan napak tilas untuk memberikan penghormatan kepada Nabi-Nabi terdahulu, dan ini adalah sebuah simbol akan dekatnya hubungan dari agama-agama Ibrahim (Yahudi, Kristen dan Islam). Keberadaan keberkahan tersebut lebih bersifat spesifik dan personal terhadap Nabi Muhammad ketika melaksanakan perjalanan malam dari masjid Al-Haram menuju masjid Al-Aqsha dan tentunya hal ini tidak mencederai fakta sejarah yang selama ini terjadi di Jerusalem.

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Karen. Jerusalem Satu Kota Tiga Iman. Surabaya: Risalah Gusti, 2004.

Chalil, K.H. Moenawar. Kelengkapan  Tarikh Nabi Muhammad, Jakarta: Gema Insani, 2006.

Muhallawi, Hanafi. Tempat-Tempat Bersejarah dalam Kehidupan Rasulullah.Jakarta : Gema Insani, 2006.

Schimmel, Annemarie. And Muhammad is his messenger, the veneration of the Prophet in Islamic Piety. London: North Carolina Press, 1985.

Syafieh, F.D.E. Schleiermacher Dan Hermeneutika Romantisme, makalah kuliah hermeneutika, program S3 Pascasarjana UIN Sumatra Utara Medan, 2015.Siddiqun, Abdul Hameed. The life of Muhammad. Lahore: Kazi Publication, 1975.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *