Fanatisme adalah sebuah faham atau perilaku yang menunjukkan ketertarikan terhadap sesuatu secara berlebihan. Winston Churchill menyatakan seseorang yang fanatis tidak akan bisa mengubah pola pikir dan tidak akan mengubah haluannya.
Dalam konteks nasionalisme, faham ini sering ditentang oleh sebagian tokoh, karena dianggap berpotensi menimbulkan sifat sombong di luar kelompoknya. Al-Maududi misalnya, menolak nasionalisme karena unsur fanatisme yang pernah terjadi di Turki dan Mesir terhadap bangsa-bangsa yang lain.
Di satu sisi, faham ini memang sangat melekat dalam konsepsi nasionalisme. Husein Fikri menyebutnya sebagai ‘ashabiyyah, yaitu tindakan yang membanggakan dan mengagungkan bangsanya sendiri.
Tidak semua bentuk sikap fanatik dilarang oleh Al-Qur’an. Sebagai salah satu prinsip penting dalam nasionalisme, fanatisme [yang positif] tidak ditentang, namun justru diafirmasi oleh ayat Al-Qur’an (baca: dalam qashash al-Qur’an).
Sikap fanatik dalam Al-Qur’an salah satunya dicontohkan oleh penduduk Makkah dalam mencintai kota Makkah. Saking fanatiknya orang-orang Makkah, tanah Makkah disebut sebagai tanah haram. Haram dalam arti untuk melakukan hal-hal buruk yang sudah ditentukan.
Beberapa alasan lain fanatisme penduduk Makkah sebab, Makkah masyhur dikenal sebagai kota yang di dalamnya didapati Ka’bah; adanya larangan menumpahkan darah; dan menjadi tempat kelahiran Rasulullah Saw. Selain itu, kota ini juga menjadi kota yang paling Nabi cintai.
Allah SWT berfirman dalam Surah An-Naml 27/:91:
اِنَّمَاۤ اُمِرۡتُ اَنۡ اَعۡبُدَ رَبَّ هٰذِهِ الۡبَلۡدَةِ الَّذِىۡ حَرَّمَهَا وَلَهٗ كُلُّ شَىۡءٍ ۖ وَّاُمِرۡتُ اَنۡ اَكُوۡنَ مِنَ الۡمُسۡلِمِيۡنَۙ
Aku (Muhammad) hanya diperintahkan menyembah Tuhan negeri ini (Mekah) yang Dia telah menjadikan suci padanya dan segala sesuatu adalah milik-Nya. Dan aku diperintahkan agar aku termasuk orang Muslim.
Fakhr ad-Din ar-Razi menyebut ayat di atas menjelaskan tentang keistimewaan-keistimewaan negeri Makkah, yang sangat diagungkan oleh penduduknya secara berlebih-lebihanan. Sebagai kota yang mulia dan dimuliakan, penduduknya fanatik dengan tempat kelahirannya itu.
Sayyid Qutb menyebut, penggabungan kata ‘Rabba‘ dan ‘Hadzal Baldah‘ menjadi alasan penduduk Makkah amat mencintai tempat tinggalnya itu. Makkah menjadi tempat mulia yang dalam ayat suci disandingkan langsung dengan Tuhan.
Pada penjelasan yang lain, yaitu dalam Surah Al-Fajr 89/:8, Allah SWT berfirman:
الَّتِىۡ لَمۡ يُخۡلَقۡ مِثۡلُهَا فِى الۡبِلَادِ
…Yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain.
Ayat ini berkaitan dengan bangunan-bangunan pencakar langit yang ada di kota Iram, yang dimiliki oleh kaum ‘Ad. As-Shabuni menyebut bangunan yang ada dalam kota Iram ini terbuat dari emas dan permata. Kaum Iram membangun sendiri, hingga menjadi mewah nan megah.
Tetapi kemusian kaum ‘Ad sombong, bukan hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada Allah SWT. Mereka fanatik kepada kota Iram yang megah itu dan merendahkan kota-kota lain yang di bawahnya. Karena fanatisme yang negatif ini mereka dijatuhi siksaan dan hukuman oleh Allah SWT.
Pada dasarnya fanatisme merupakan keyakinan yang baik dimiliki seseorang, untuk mempertahankan diri, bangsa, bahkan agamanya. Fanatisme demikian merupakan fanatisme yang positif, selama tidak merendahkan yang lainnya.
Sebaliknya, fanatisme yang negatif; membanggakan diri dan bangsanya dan di sisi lain merendahkan bangsa yang lain, apalagi sampai berdampak pada penentangan kepada syariat Allah merupakan fanatisme yang tidak dibenarkan Al-Qur’an.[]