Semua orang sudah tahu tentang kecerdasan. Ada kecerdasan emosional, intelektual, dan spiritual. Banyak penulis bicara soal kecerdasan. Di antaranya Daniel Colleman di tahun 1995 menerbitkan buku best seller, Emotional Intelligence (EI).
Banyak definisi yang dikemukakan orang tentang kecerdasan jenis ini. Di antaranya ialah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain. Emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan.
Inti dari kecerdasan ini adalah kesadaran diri self awareness hingga kesadaran sosial. Ada beberapa indikasi yang dapat dipegangi tentang orang yang memiliki EI yang baik. Antara lain, punya pandangan yang jelas tentang nilai dam tujuan hidup. Kemampuan mengontrol emosi, memikirkan reaksi emosi, mampu menghadapi situasi sulit dan keluar sebagai pemenang a winner.
Selain itu, bisa hidup adaptif, punya target yang jelas, bersikap postif dalam memanajemen diri self management. Punya empati, sebagai respons afektif dan kognitif yang kompleks pada distress emosional orang lain.
Dalam biografi terbaik dunia, ahsan al-qashash (QS. Yusuf/12: 3), disebutkan tokoh yang memiliki kriteria di atas salah satunya adalah Nabi Yusuf as. Keunggulan Nabi Yusuf as sehingga keluar sebagai pemenang dalam setiap kejadian penting dan menentukan, menurut Prof. Dr. Wahbah az-Zuhayli adalah karena sifatnya yang ‘iffah yaitu kemampuannya mengontrol emosinya dan emosi orang lain.
Ketika wanita, istri wazir Mesir itu, masuk ke dalam kamarnya dan berkata, “Marilah mendekat kepadaku”. Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik”. Sesungguhnya orang yang zalim itu tidak akan beruntung.” (QS. Yusuf/12: 23).
Di sinilah keunggulan Nabi Yusuf as dalam mengontrol emosi dirinya dan emosi orang lain. Itulah salah satu bukti kecerdasan emosional yang dimiliki Nabi Yusuf as setelah melewati tahapan- tahapan spiritual yang luar biasa dan berhasil keluar sebagai pemenang.
Sebenarnya, di balik keberhasilan itu ada faktor utama penyelamat beliau. Itulah Allah,swt. Selain juga karena kecerdasan emosional ayahnya yaitu Nabi Ya’kub as. Meskipun dalam keadaan tidak dapat melihat secara fisik, tetapi Nabi Ya’kub as menurut Ibnu Abbas ra ketika menafsirkan burhaana rabbihi (QS. Yusuf/12: 24) diperlihatkan kepadanya secara spiritual kemampuan melihat dengan mata batin jarak jauh keadaan putranya Nabi Yusuf as di Mesir yang sedang kritis menghadapi godaan syahwat.
Nabi Ya’kub as memukul dada Yusuf, maka keluarlah syahwat nafsu Yusuf as melalui ujung jari tangannya. Begitulah, Allah SWT memalingkan darinya kejahatan (as-suu’) yaitu pengkhianatan dan perbuatan keji (al-fahsyaa’) atau zina.
Kedua tokoh ini, Nabi Yusuf as dan ayahnya, Nabi Ya’kub as, termasuk pelopor dalam EI yang secara spiritual berhasil mengungguli tokoh tokoh lainnya dalam sejarah. Itu semua hasil tempaan spiritual yang panjang dan intens.
Mari terus melatih diri dengan tazkiyyat an-nafs yang dibimbing dengan ilmu pengetahuan yang baik agar EI dapat kita raih yang dampaknya amat besar bagi berlangsungnya kehidupan yang aman, tertib, teratur, tenteram dan damai.[]
Editor: AMN