A. RIWAYAT HIDUP JURGEN HABERMAS
Jurgen Habermas dilahirkan pada tanggal 18 Juni 1929 di kota kecil Gummersbach dekat Dusseldorf, Jerman. Ayahnya adalah direktur kamar dagang dan industri di kota itu. Sejauh yang diketahui, ia berstatus sebagai Ayah dari tiga anak, yaitu Tilmann, Rebekka, dan Judith. Ketiga anaknya itu merupakan buah dari perkawinannya dengan Ute Wesselhoeft pada tahun 1955. Negara kelahirannya, Jerman, telah melahirkan sejumlah filsuf besar dan berpengaruh pada zamannya, yang telah mempengaruhi pemikiran Habermas, di antaranya adalah Immanuel Kant, Hegel, Karl Marx, dan tentunya Mazhab Frankfurt generasi pertama, seperti Theodor Adorno dan Max Horkheimer. Mazhab Frankfurt adalah sebuah komunitas intelektual di lingkungan Institute fur Sozialforschung sebuah Universitas di kota Frankfurt, Jerman.
Habermas memperoleh pendidikan tingginya berawal dari sebuah Univesitas di kota Gottingen, Jurgen Habermas kemudian melanjutkan studi filsafatnya di Universitas Bonn di mana ia memperoleh gelar doktor dalam bidang filsafat setelah ia mempertahankan desertasinya yang berjudul Absolut und Die Geschichte (Absolut dan Sejarah), suatu studi tentang pemikiran Friedrich Schelling.
Habermas dikenal sebagai seorang filsuf Jerman kelas dunia abad ke-20 yang memusatkan perhatiannya pada problem komunikasi intersubyektif. Habermas umumnya diidentikkan dengan teori sosial kritis dikembangkan dari tahun 1920 oleh Institute for Social Research di Frankfurt, Jerman. Karyanya yang monumental tahun 1981 berjudul “Theorei Des Kommunikativen Handelns” (Teori Tindakan Komunikatif) sangat memengaruhi banyak disiplin ilmu termasuk studi komunikasi, studi filsafat, psikologi, ilmu politik, sosiologi, sejarah, teori social, ilmu politik, teologi, sosiologi, dan teori demokrasi. Habermas mengembangkan konsep tindakan komunikatif dan merekonstruksi ilmu sosial modern, melancarkan kritik terhadap modernitas dan masyarakat kapitalis.
B. TRADISI DAN REFLEKSI KRITIS
Kajian hermeneutik yang dikembangkan oleh Gadamer (w. 2002 M), secara sederhana adalah universalitas hermeneutik sehingga seluruh upaya pemahaman selalu berangkat dari lingkaran-lingkaran spiral hermeneutik. Itulah yang pada akhirnya hermeneutiknya cenderung bernuansa ontologism. Bagi Habermas kecenderungan Gadamer tersebut tercakup dalam kompetensi komunikasi. Oleh karena itu, bisa saja bahwa pemahaman melampaui dialog namun bukan berarti hermeneutik dapat mencapai pada universalitasnya. Habermas jelas menolak universalitas hermeneutik.
Habermas tidak sekedar mengkritik hermeneutik filosofis Gadamer melainkan juga mengambil pendirian sendiri tentang hermeneutik kritis. Untuk memahami pendirian Habermas itu, kita perlu mengingat pokok-pokok pemikiran Gadamer, Habermas berpendapat bahwa kita harus dapat membedakan prasangka legitim dan prasangka yang tidak legitim. Prasangka legitimasi tidak ada, jika dalam berpikir kita tidak mampu membedakan diri dari tradisi. Tradisi tidak hanya untuk diteruskan, kita juga bisa putus darinya. Yang memungkinkan hal itu adalah refleksi kritis atas tradisi.
Pengetahuan dapat diteruskan lewat otoritas dan tradisi, sehingga prasangka juga memunginkan pengetahun itu, tetapi menurut Habermas, prasangka-prasangka itu menjadi pengetahuan setelah orang menerimanya, dan tindakan penerimaan itu terjadi leweat refleksi.
Dalam pandangan Habermas hermeneutik tidak bergerak di dalam hal-hal prereflektif yang diandaikan begitu saja atau meminjam istilah fenomenologi, melainkan merupakan hasil refleksi. Kesadaran hermeneutik merupakan hasil dari sebuah refleksi diri yang di dalamnya subjek penutur menjadi sadar akan kebebasan-kebebasan dan ketergantungan-ketergantungan yang inheren dalam soal bahasa. Jika merupakan hasil refleksi dan kesadaran kritis, hermeneutik tentu tidak hanya melanjutkan tradisi dan membenarkan otoritas, melainkan juga dapat mengevaluasi mereka.
Habermas beragumentasi bahwa tradisi tidak hanya diteruskan, kita dapat juga putus darinya karena kita tidak pasif terhadap tradisi dan otoritas, melainkan juga bersikap kritis, sehingga penerimaan atas legitimasi tradisi juga tergantung pada refleksi kita atasnya.
C. HERMENEUTIK KRITIS JURGEN HABERMAS
Hermeneutik kritis dapat dijelaskan sebagai sebuah metode ilmiah untuk memahami struktur-struktur makna atau teks yang terungkap dalam tuturan yang dihasilkan oleh suatu proses komunikasi yang terdistorsi secara sistematis.
Bagi hermeneutik kritis, memahami bukanlah sekedar mereproduksi makna yang dimaksud, dan juga bukan sekedar memproduksi makna baru yang terarah ke masa depan melainkan membebaskan dari komunikasi yang terdistorsi secara sistematis yang telah menghasilkan teksnya. Lazimnya, hermeneutik bertujuan agar pembaca memahami teks, tetapi hermeneutik kritis bertujuan agar penulis memahami teks yang ditulisnya sendiri sehingga ia bebas dari distorsi-distorsi. Sementara karakter dari sebuah pemahaman adalah
kebalikan dari karakter penjelasan. Ia bersifat experientaloriented-subjektif, ia juga merupakan lokus bertemunya pengertian teoritis (penjelasan) dan pengalaman (pemahaman),
sehingga bangunan makna yang terdapat di dalam objek juga terpengaruh oleh subjek. Jadi subjek berhak memaknai sebuah objek. Dari sifat-sifat pemahaman ini subjek dituntut aktif dalam usaha menemukan makna. Tanpa subyek tak akan ditemukan makna obyek.
Hermeneutik kritis Habermas mencoba menghadapkan penulis teks dengan teks abnormal yang dituliskan tanpa kendali kesadarannya agar ia dapat memahami teksnya sendiri dan mengenali distorsi tak sadarnya, dan dengan cara itu ia teremansipasi dari ketidaksadaran menuju kesadaran.
D. HERMENEUTIK KRITIS JURGEN HABERMAS DAN POSISINYA DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN
Salah satu tujuan dipelajarinya hermeneutik adalah untuk menelaah dan menginterpretasi hal-hal yang berkenaan dengan teks-teks kitab suci agama-agama. Kelayakan teks tafsir kitab suci di tengah masyarakat dewasa ini kadang masih diperdebatkan, sebab relevansinya dirasa kurang cocok dengan kondisi sekarang. Maka, salah satu tawaran atau konsep yang kiranya dapat diterapkan dalam menafsirkan al-Qur’an adalah dengan merujuk pada teori hermeneutik kritis Jurgen Habermas yang dirasa sesuai dengan kondisi saat ini. Tawaran dari Habermas mengenai teorinya yang patut dipertimbangkan untuk direkomendasikan pada pemahaman teks-teks kitab suci. Dalam bangunan hermeneutiknya, Habermas menekankan pada aspek kritisime dalam analisis bahasa.
Dalam hal cara kerjanya, ada dua cara kerja utama hermeneutik kritis Jurgen Habermas, yakni: 1) interpretasi, di mana ini adalah tugas penafsir untuk mampu mencoba merancang sebuah konstruksi pengetahuan yang di dalamnya ada bahasa publik dan privat hanya penulisnya yang tahu; 2) analisis, yakni sebuah upaya untuk mengkaji lebih dalam terhadap simbol-simbol privat yang digunakan oleh penulis, yang dalam hal ini dapat dikatakan terdistorsi, dengan meminta penulis mengingat kembali ingatannya sehingga dapat ditemukan motif-motif yang melatarbelakangi sang penulis melakukan sensor terhadap dirinya.
Dengan demikian teori Jurgen Habermas jika di dalam ranah kajian al-Qur’an, metode hermeneutik kritis ini terlihat akan sulit diterapkan sebab secara teologis sebagai umat Islam tidak mungkin kita menyatakan bahwa Tuhan mengalami gejala psikopatologi sebagaimana manusia tatkala kita menjumpai ayat al-Qur’an yang secara uslub keluar dari uslub orang Arab pada umumnya sebab justru hal itu dikatakan sebagai al-i’jâz al-balaghy atau mukjizat kebahasaan. Namun dalam rangka pengembangan studi ulȗm al-Qur’ân dan tafsir secara umum, teori Jurgen Habermas dapat dijadikan sebagai alat atau kacamata dalam melihat fenomena sosial dan keagamaan sebagai acuan dalam menafsirkan kembali teks al-Qur’an. Jadi dengan melihat realita yang sedang berkembang dan membaca adanya fenomena psikopatologi di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Atabik, Ahmad. “Memahami Konsep Hermeneutika Kritis Habermas,” Jurnal Fikrah, Vol. I No. 2 Tahun 2013.
Bertens, K. Sejarah Filfasat Kontemporer: Inggris-Jerman. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Hardiman, F. Budi. Seni Memahami: Hermeneutik dari Schleiermacher sampai Derrida. Yogyakarta: PT Kanisius, 2015.
McCarthy, Thomas. Teori Kritis Jurgen Habermas, diterjemahkan oleh Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2006.
Pussey, Michael. Habermas: Dasar dan Konteks Pemikiran. Yogyakarta: Resist Book, 2011.