Hermeuneutika Kecurigaan (Paul Ricoeur) dan Relevansinya Bagi Studi dan Penafsiran Al-Qur’an

penerbitbukudeepublish.com
  • Biografi Singkat Ricoeur 

Riwayat hidup dan pendidikan Ricoeur dihabiskan untuk kehidupan intelektualnya. Paul Ricoeur adalah filosof Prancis terkenal. Ia dilahirkan di Valence, Prancis Selatan pada 27 Februari 1913 dan menjadi yatim piatu pada saat usia 2 tahun. Ia berasal dari keluarga Kristen Protestan yang taat dan dianggap sebagai salah satu cendekiawan Protestan yang terkemuka di Prancis.[1] Paul Ricoeur meninggal dunia pada 20 Mei 2005 di Chatenay-Malabry. Ketertarikan Ricoeur kepada filsafat berawal sejak tahun terakhir sekolah menengah atas, sekitar tahun 1929-1930. Tahun 1931 ia mengambil kuliah di Universitas Rennes, dan mendapatkan gelar Master di bidang filsafat dengan tesis The Problem of God, tahun 1934-1935 Ricoeur melanjutkan studinya di Sorbonne dimana ia berjumpa dengan Gabriel Marcel (1889-1973). Dari tahun 1935 sampai 1940 dia menjadi pengajar, dan mulai dikenal sebagai pengarang dengan mempublikasikan tulisan-tulisan dan artikel tentang pasifisme dan sosialisme Kristen.[2]

  • Corak Pemikiran Ricoeur

Paul Ricoeur dianggap sebagai pemikir dan filosof dengan rentang subjek paling luas pada masanya. Karya-karyanya meliputi agama dan Eksegeis Bible, sejarah, kritik sastra, psikoanalisis, studi hukum dan politik, hingga karya-karya yang memiliki implikasi untuk sosiologi, psikologi dan linguistik. Tulisan-tulisannya selalu dilandasi oleh motif bahwa karya tersebut harus menjadi karya yang baik, tidak hanya berkualitas sebagai sebuah tulisan. Mengalihkan klaim perbedaan, ia cenderung menarik kesamaan-kesamaan dan membangun hubungan dengan pemikiran-pemikiran orang lain. Hal tersebut merupakan bukti kepiawaiannya dalam hermeneutik.[3]

Pandangan Ricoeur ini menjadi penting dalam hal bahwa pandangannya ini meruntuhkan klaim otonomi dan objektifitas ilmu pengetahuan kealaman dan memungkinkan ilmu-ilmu kemanusiaan untuk mereplika metode dan model pendekatan ilmu pengetahuan kealaman yang positivistik. Ricoeur dianggap sebagai hermeneutika yang unik, pemikiran-pemikirannya dianggap dapat menjembatani perdebatan sengit dalam peta hermeneutika antara tradisi metodologis yang diwakili oleh Emilio Betti dan tradisi filosofis yang diwakili oleh Hans George Gadamer.[4]

  • Tipe Interpretasi Ricoeur

Pandangan Ricoeur, pada dasarnya keseluruhan filsafat itu adalah interpretasi terhadap interpretasi hidup itu sendiri. Hermeneutika adalah teori tentang bekerjanya pemahaman dalam hubungannya dengan interpretasi teks.[5] Interpretasi atau penafsiran dalam perspektif Ricoeur terdiri atas penguraian makna tersembunyi dari makna yang terlihat pada tingkat makna yang tersirat dalam makna sastra. Untuk memahami teks diperlukan penggabungan antara memahami dan menjelaskan. Keduanya dibutuhkan untuk membongkar makna yang terkandung dalam teks yang kemudian dengan pemahaman akan diperoleh pengertian makna parsial secara keseluruhan, sementara penjelasan akan memperjelas jajaran posisi dan makna. Sebagai perangkat interpretasi yang produktif, Ricoeur menerapkan teori pengambilan jarak atau distansi.

Dua tipe interpretasi diantaranya sebagai berikut: Pertama, sebagai Rekoleksi Makna, misalnya mitos mengundang interpretasi dan makna tersembunyi didalamnya yaitu lukisan lukisan simbolis dan dapat ditemukan inilah intensi dari pada mitos. Kedua, sebagai Praktik Kecurigaan yang seperti halnya Habermas tentang psikoanalisis dalam interpretasi yang perhatiannya adalah fenomenologi tetang yang sakral, berbeda dengan Ricoeur yang tidak menyebut interpretasi disini kritik ideologi atau hermeneutik dalam melainkan interpretasi sebagai praktik kecurigaan.[6]

Teori hermeneutika Paul Ricoeur dikenal sebagai hermeneutika fenomenologis. Untuk memahami teks, penafsir harus dapat menangkap makna intensional teks bukan kepada intensi penulis keterarahan kesadaran yang terkandung dalam teks. Makna-makna universal yang terkandung dalam teks menimbulkan refleksi filosofis yang menghubungkan makna dengan kehidupan penafsir. Hermeneutika juga melibatkan eksistensialisme, karena penafsiran membawa refleksi tentang eksistensi penafsir. Pemahaman yang utuh terhadap teks ditempuh melalui jalan melingkar dari teks melalui eksistensialisme dan fenomenologi menuju makna filosofis teks.

Hermeneutik kecurigaan yang dikembangkan oleh Ricoeur tidak memusatkan perhatian pada psikopatologi melainkan pada pengalaman religius sebagaimana terungkap lewat mitos-mitos dan simbolisme religius untuk menemukan oengakuan akan yang kudus juga dalam kondisi modernitas. Tujuannya, Tidak hanya sekedar memahami teks, melainkan juga menjelaskan teks ittu dengan model-model teori yang tujuannya bukan sekedar mengetahui intensi tersembunyi teks itu, melainkan terlebih mengarahkan tindakan, yakni memberitahu bagaimana bertinda secara etis didalam masyarakat. Ini adalah sebuah pengetahuan dengan maksud praktis. Didalam hermeuneutik Ricoeur memahami dan menjelaskan berhubungan secara dialektis, maka tidak hanya menuntut partisipasi kedalam makna teks melainkan juga proses distansiasi dan melibatkan praktik kecurigaan seperti misalnya kritik ideologi.

  • Relevansi bagi Studi Al-Qur’an dan Tafsir

Paul Ricoeur memperoyeksikan pentingya penafsiran teks dan simbol. Dengan menerapkan penafsiran berarti kita membuka dan melihat ke dalam dunia makna. Pemaknaan yang muncul dari Al-Qur’an sangat dipengaruhi oleh alam pikiran, kultur dan dunia pembacanya. Setiap pembaca, disadari atau tidak, melakukan tindakan penafsiran yang dianggap cocok dan otentik bagi dirinya. Dalam konteks inilah hermeneutika yang digagas oleh Paul Ricoeur menemukan relevansinya. Sebagai teks tertulis, Al-Qur’an memenuhi kriteria untuk didekati dengan hermeneutika. Dengan menggunakan perspektif hermeneutika Paul Ricoeur, ayat-ayat mutasyabihat yang ada dalam Al-Qur’an dapat dipandang sebagai simbol. Ayat-ayat mutasyabihat merupakan simbol yang berupa kiasan (figurative), yang penuh dengan makna dan intensi tersembunyi, menggambarkan makna lain yang tidak langsung, dan hanya dimengerti melalui pemaknaan simbol-simbol tersebut. Bukan berarti makna literal tidak begitu penting, melainkan karena makna literal menjadi pintu bagi masuknya pemahaman terhadap makna yang lain.

Pemaknaan terhadap ayat-ayat mutasyabihat bukan hanya untuk memahami makna literalnya, atau penelusuran kesejarahan makna-makna simbolik, atau mencari pembuktian dan pembenaran terhadap hal-hal yang terkandung di dalamnya. Lebih dari itu, penemuan makna intensionalnya adalah refleksi etis dan filosofis dari makna yang terkandung dalam teks dan simbol yang ada di dalam ayat Al-Qur’an. Dengan demikian pembacaan terhadap ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-Qur’an tidak terjebak pada diskusi tentang makna literal, melainkan ditekankan pencarian makna filosofis dan refleksi etis bagi kehidupan manusia dan masyarakat, untuk menciptakan tata kehidupan yang damai, adil, dan sejahtera.[7]

Memahami Makna Hidup Kesimpulan tentang memahami menurut ricoeur yakni memahami bukan sekedar menafsirkan makna itu pada dirinya melainkan juga memikirkannya atau merefleksikannya dalam hubungannya dengan makna hidup. Dalam arti ini simbol bukan hanya objek interpretasi, melainkan objek refleksi filosofis. Dua momen penting diantaranya memahami terarah kepada persoalan teks tersebut dan momen kedua terhadap persoalan teks menantang refleksi filosofis pembaca yakni tidak terbatas dan melibatkan sebuah diskursus untuk merenungkan makna dan menyingkapnya melewati refleksi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Al Wasim, Arif. Hermeneutika Etik Paul Ricoeur (1913-2005) dan Relevansinya Terhadap Penafsiran Al-Qur’an. An-Nawa Jurnal Studi Islam, Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Wonosobo, t.th.

Bertens, Kees. Filsafat Barat Kontemporer Prancis. Jakarta: PT.Gramedia, 2001.

Hardiman, F. Budi. Seni Memahami: Hermeneutika dari Schleiermacher sampai Derrida. Yogyakarta: Kanisius, 2001.

Ricoeur, Paul. From Text to Action, Essays in Hermeneutics, trans. oleh Kathleen Blamey dan John B. Thomson. Illinois: Northewstern University Press, 1991.

Simms, Karl, Paul Ricoeur, Routledge Critical Thinkers. 2003. London & New York: Routledge, t.th.

Sumaryono, E. Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kansius, 1999. Ulin, Robert C. Remembering Paul Ricoeur 1913-2005, Anthropological Quarterly, Arts and Humanities Database, 78, t.th.


[1] Kees Bertens, Filsafat Barat Kontemporer Prancis, Jakarta: PT.Gramedia, 2001, hal. 254-259.

[2] Karl Simms, Paul Ricoeur, Routledge Critical Thinkers, London & New York: Routledge, 2003, hal. 3.

[3] F. Budi Hardiman, Seni Memahami: Hermeneutika dari Schleiermacher sampai Derrida, Yogyakarta: Kanisius, 2015, hal. 239.

[4] Robert C. Ulin, Remembering Paul Ricoeur 1913-2005, Anthropological Quarterly, Arts and Humanities Database, no. 4 (t.th.), hal. 886.

[5] Paul Ricoeur, From Text to Action, Essays in Hermeneutics, trans. oleh Kathleen Blamey dan John B. Thomson, Illinois: Northewstern University Press, 1991, hal. 53.

[6] E. Sumaryono, Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta: Kansius, 1999, hal. 107.

[7] Arif Al Wasim, Hermeneutika Etik Paul Ricoeur (1913-2005) dan Relevansinya Terhadap Penafsiran Al-Qur’an, An-Nawa Jurnal Studi Iskam, Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Wonosobo, t.th, hal. 17-18.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *