Pemikiran Hermeneutika Kritis Habermas

penerbitbukudeepublish.com

Dalam karya-karyanya Habermas tidak pernah membicarakan secara utuh hermeneutika dalam arti definitif, baik sebagai sains untuk memahami atau sebagai sebuah gagasan tunggal apalagi secara khusus, seperti tafsir atas sebuah teks suci. Namun jika hermeneutika diartikan sebagai cara memahami, maka Habermas mempunyai gagasan yang sangat unik, yaitu bagaimana cara ia memahami. Ia dianggap unik karena ia membawa karakter yang khas aliran Frankfrut, yaitu kritis. Maka dari itu hermeneutika Habermas dapat disebut sebagai hermeneutika kritis. Keunikannya juga dapat digambarkan dari metodenya yang dibangun dari sebuah klaim bahwa setiap bentuk penafsiran dipastikan ada bias dan unsur-unsur kepentingan politik, ekonomi, sosial, termasuk bias strata kelas, suku, dan gender. Dengan menggunakan metode ini, maka konsekuensinya kita harus curiga dan waspada atau dengan kata lain kritis terhadap bentuk tafsir atau pengetahuan atau jargon-jargon yang dipakai dalam sains dan agama.[1]

Yang menarik hermeneutika kritis Habermas sendiri juga berkaitan erat atau bias dengan kepentingan. Pertama, bahwa asas teori yang dibangun oleh Habermas tidak terlepas dari lingkungan akademiknya, yaitu universitas Frankfurt dan lingkungan komunitasnya, khususnya aliran Frankfrut. Karena itu Habermas tidak dapat melepaskan dari keterkaitannya pada para pendahulunya, malah ia dianggap pelanjut proyek generasi pertama aliran Frankfrut yang telah dianggap buntu. Kedua, sebagaimana telah dijelaskan, ternyata Habermas dibesarkan di lingkungan kesarjanaan yang sangat setia pada paradigma Marxis. Berarti akar-akar pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Marxis di Jerman, ini juga nampak pada teori ilmu pengetahuannya yang diklaim sebagai bersifat membebaskan. Membebaskan dari segala jenis keterasingan, penyimpangan dan perlakuan yang tidak manusiawi, hal ini merupakan ekspresi yang khas Marxis. Bukan itu saja, ia pun harus membebaskan diri dalam arti dapat mengkritik ke dalam diri (to be self-critical), dimaksudkan supaya ia tetap mandiri.

Habermas berusaha membawa teori kritis filsafat yang bersifat kontemplatif, sebuah lamunan yang jauh dari dunia nyata ke dalam hubungan sosial yang nyata. Habermas ingin menegaskan bahwa suatu filsafat tanpa menyelidiki persoalan empirik akan menghasilkan kerangka pemikiran yang hampa, yang tidak memberikan keinsafan apapun mengenai struktur masyarakat yang ada.

Karena teori kritisnya ini maka hermeneutika Habermas disebut Hermeneutika Kritis. Di sini Habermas tidak lepas dari konsep memahami (verstehen) dan menjelaskan (eklarung) seperti yang telah dilontarkan sejak awal oleh Dilthey. Dua term ini sangat bermakna dan penting baginya. Fokus eklarung adalah untuk dapat menjelaskan isu-isu yang berkaitan dengan dunia ilmu pengetahuan alam, sedangkan fokus verstehen adalah pada isu-isu yang berhubungan dengan Geisteswissenschften (ilmu-ilmu kemanusiaan atau sosial).[2]

Namun Habermas berpendirian bahwa teori kritis yang terdahulu telah gagal untuk menjelaskan konsepsi rasio yang lebih luas. Solusi yang ditawarkan Habermas adalah mengubah penekanan filsafat dari hubungan subjek-objek menjadi komunikasi intersubyektif. Dalam bukunya Knowledge and Human Interest ia menyatakan bahwa eksistensi masyarakat tergantung pada dua aksi: kerja atau aksi instrumental dan interaksi sosial atau aksi komunikatif, kedua bentuk aksi ini membentuk asas kepentingan manusia yang berbeda-beda.

Pada gilirannya akan menggiring pembentukan jenis pengetahuan yang berbeda sama sekali. Hermeneutika dan metode pengkajian kritis yang tujuannnya adalah untuk memahami pihak lain lahir dari aksi komunikatif. Sedangkan kajian analisa empiris (empirical analytic) yang bertujuan mengontrol proses-proses terjadi pengetahuan obyektif lahir dari aksi instrumental.[3]

Mengenai pemikiran hermeneutikanya Habermas tidak dapat melepaskan diri dari Freud. Dengan kritik psikoanalisa Freud, Habermas kemudian mengkaji lebih mendalam mengenai keadaan batin (psikologi) teks. Hal inilah yang disebut Habermas sebagai depth hermeneutics yang digunakan untuk menandingi hermeneutika teori Dilthey.

Bagi Habermas kinerja hermeneutik hampir sama dengan tafsir mimpi yang dikembangkan oleh Freud. Persoalan ketidaksamaan menjadi titik tolak pemahaman terhadap mimpi yang menurut Habermas, Freud juga melakukan pengkritisan terhadap kemungkinan pengaruh dunia bawah sadar manusia ke pemahaman yang riil.[4]

DAFTAR PUSTAKA

Hardiman, F. Budi. Seni Memahami: Hermeneutik dari Schleiermacher sampai Derrida. Yogyakarta: PT. Kanisius, 2015.

Nasir, Malki Ahmad. “Hemeneutika Kritis (Studi Kritis atas Pemikiran Habermas)”, dalam Jurnal Islamia, Edisi Perdana Maret Tahun 2004. Zuhri, “Hermeneutika dalam Pemikiran Habermas”, dalam Jurnal Refleksi, Vol. 4 No. 1 Januari Tahun 2004.


[1] Malki Ahmad Nasir, “Hemeneutika Kritis (Studi Kritis atas Pemikiran Habermas)”, dalam Jurnal Islamia, Edisi Perdana Maret Tahun 2004, hal. 32.

[2] F. Budi Hardiman, Seni Memahami: Hermeneutik dari Schleiermacher sampai Derrida, Yogyakarta: PT. Kanisius, 2015, hal. 227.

[3] Malki Ahmad Nasir, “Hemeneutika Kritis (Studi Kritis atas Pemikiran Habermas)”…, hal. 33.

[4] Zuhri, “Hermeneutika dalam Pemikiran Habermas”, dalam Jurnal Refleksi, Vol. 4 No. 1 Januari Tahun 2004, hal. 18.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *