Puasa Itu Mencerdaskan

Kita bersyukur masih diberi kesempatan berpuasa di bulan Ramadhan kali ini. Puasa menjanjikan surga. Di surga ada sebuah pintu yang diberi nama Ar-Rayyan yang menjadi tempat masuk bagi mereka yang berpuasa (HR. Bukhari dan Muslim, dalam karya Imam Nawawi, Riyaadh ash-Shaalihiin).

Orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadhan akan masuk ke dalam surga melalui pintu Ar-Rayyan. Hanya orang-orang yang cerdas yang bisa masuk surga melalui pintu itu. 

Bacaan Lainnya

Untuk mencerdaskan manusia, maka Allah SWT menyediakan sejumlah kendala constrains. Ada yang melekat dalam diri kita internal constrain yaitu hawa nafsu. Ada juga yang di luar diri kita, external constrain. Imam al-Ghazali menyebut antara lain, setan, manusia dan keluarga, harta, pangkat dan jabatan.

Dari dua kendala itu, yang paling kuat dan pasti secara terus menerus mengendala kita adalah hawa nafsu. Sebenarnya ada beda antara hawa dengan nafsu, namun umumnya orang menyamakannya saja.

Imam al-Ghazali  mengibaratkan hawa nafsu seperti kuda yang liar dan binal. Bila kita penunggangnya memacu, ia akan begitu cepat berlari. Pada titik tertentu, semakin dipacu maka semakin kencang tak terkendali, sehingga bisa mencelakakan penunggangnya (Imam al-Ghazali dalam Minhaaj al-‘Aabidiin). 

Agar kita selamat, dibutuhkan kecerdasan lebih untuk bisa mengendalikannya. Caranya, kata Imam al-Ghazali, dengan melakukan dua hal. Pertama, mengurangi makan dan minum kuda itu. Dalam konteks kekinian, puasa sangat efektif (QS. al-Baqarah/2: 183) untuk mengendalikan hawa nafsu. Itu sebabnya, puasa disebut juga dengan imsaak yang berarti menahan diri. 

Orang yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri dari hawa nafsunya dikenal dengan taqwa. Mereka adalah orang cerdas tidak mudah diperdaya hawa nafsunya.

Kedua, dengan memberikan beban yang berat pada kuda liar dan binal itu. Setelah siangnya, kita semua menahan diri dari hawa nafsu dengan berpuasa. Maka malamnya, kita berati dengan beragam ibadah fisik seperti tarawih, witir, tahajud, doa dan munajat. 

Bila kedua terapi itu kita jalani dengan baik dan seksama, dapat dipastikan kita menjadi orang-orang yang cerdas dan progresif. Cerdas secara emosional, intelektual, dan spiritual. 

Secara emosional, emosi dan semua kecenderungan diri terhadap keinginan biologis dapat terkendali dengan baik bila dibawa puasa. Orang jadi tidak pemarah, tidak emosional temperamental. Menjadi begitu lemah lembut, halus budi pekerti bahasanya. Tidak kasar, dan brangasan. Daniel Coleman, penulis populer, menulis tentang emotional quotientbahwa kemampuan mengendalikan diri adalah indikator kecerdasan emosional seseorang. 

Dr. Alexis Carrel, seorang ilmuwan Barat, dalam bukunya Het Gebed, menyebutkan bahwa tradisi puasa berupa menahan diri dari memperturutkan nafsu biologis sangat efektif bagi peningkatan kecerdasan emosional seseorang, sekaligus dapat menjaga dan memelihara agama, Godsdienstzin

Dengan menahan diri imsak maka akan terbentuk di otak kepalanya sistem sel syaraf penahan, remzenewen, yang akan menahan kita dari berbuat jahat, durhaka, dan maksiat. 

Selamat berpuasa, semoga Allah SWT mencerdaskan kita semua. Menjadi bangsa yang cerdas. Mengungguli bangsa-bangsa lain di dunia.[]

Editor: AMN

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *