Hati dan Kesadaran Ketuhanan

Moon light shine through the window into islamic mosque interior. Ramadan Kareem islamic background. 3d render illustration.

Di antara indera, akal, dan hati, manakah sumber pengetahuan yang sesungguhnya? Tulisan ini memilih hati tanpa harus mengerdilkan yang lain. Pertimbangannya adalah indera hanya akan menjadi data dan tidak menjadi pengetahuan jika tidak diolah oleh akal, namun indera dan akal tidak akan bergerak jika tidak ada hati yang selalu hendak mencari pengetahuan karena pengetahuan adalah cahaya dan hati membutuhkannya.

Indera itu sendiri bersifat partikular dalam arti tidak mampu menghubungkan antara data yang satu dengan data yang lain. Akibatnya, indera tidak bisa mengetahui suatu hal adalah sebab atau akibat dari suatu hal yang lain. Itu terjadi karena indera hanya mengetahui yang lahiriah dan tidak mendalam. Misalnya, indera bisa mendengar suara tetapi tidak sampai pada kesimpulan itu suara apa.

Bacaan Lainnya

Saat indera mengetahuai sesuatu, maka itu adalah pengetahuan saat ini, bukan lampau dan bukan akan datang. Jadi, ketika sesuatu yang diketahui itu diketahui pada masa yang berbeda, maka indera tidak mampu membedakan dinamika dan perubahan sesuatu tersebut. Bukan hanya pengetahuan saat ini, indera juga hanya mengetahui pengetahuan di tempat ini, bukan tempat lain di saat bersamaan.

Kesemua yang tidak mampu dilakukan oleh indera sebagaimana disebutkan di atas tadi justru mampu dilakukan oleh akal. Akal tidak terikat ruang dan waktu. Akal mampu menghubungkan hal-hal yang berserak dari data indera hingga hal tersebut menjadi utuh seakan-akan orang yang menggunakan akalnya pernah melihat secara utuh objek pengetahuan yang hendak dipahaminya.

Jadi, akal membuat data indera menjadi lebih berarti. Posisi hati pun demikian. Hati membuat pengetahuan dari akal menjadi lebih berarti. Hati yang bersih akan membuat akal bisa bekerja dengan lebih baik. Tapi hati bukan hanya berfungsi sebagai penjernih. Hati juga adalah sumber pengetahuan karena lewat hatilah ilham dan inspirasi bermunculan. Sebuah pengalaman yang disebut dengan pengalaman spiritual.

Agar hati menjadi pembersih sekaligus menjadi sumber pengetahuan, ada beberapa tahapan di dalam pengalaman spiritual dalam rangka penyucian hati, yaitu kesadaran (yaqzhah), taubat (tawbah), kembali kepada Allah SWT (inaabah), permenungan (tafakkur), dan introspeksi diri (muhaasabah).

Kesadaran adalah sesuatu yang berlapis-lapis. Satu lapisan menyelubungi yang lain dan menghalanginya dari cahaya. Yaqzhah bisa juga diartikan dengan keterjagaan yang berseberangan dengan keterlupaan dan kelalaian. Persoalannya, terkadang yang dianggap kesadaran ternyata masih merupakan selubung. Semacam kesadaran semu. Seperti mimpi yang dianggap kenyataan di dalam keraguan Rene Descartes.

Setiap kesadaran kemudian perlu dicurigai sebagai kesadaran semu. Jika ternyata terbukti sebagai kesadaran semu, maka harus ada pengakuan bahwa itu adalah kesadaran semu. Itulah yang namanya tawbah, yaitu pengakuan bahwa seseorang sedang berada di kesadaran semu dan bertekad untuk kembali ke kesadaran yang sesungguhnya. Puncak kesadaran yang sesungguhnya adalah Allah SWT. Itulah mengapa langkah selanjutnya adalah inaabah, yaitu kembali kepada Allah SWT.

Kembali kepada Allah SWT bukan berarti urusan telah selesai. Manusia tetaplah manusia dengan segala keterlupaan dan kelalaiannya yang terus menghantui perjalanan hidupnya. Karena itu, tafakkur tetap harus dilakukan dan juga muhaasabah untuk mengukur telah sampai di mana dan akan ke tahap mana.

Cara kerja hati sebagaimana disebutkan di atas terkesan sangat mirip dengan cara kerja akal karena akal pun melakukan pengujian atas penemuannya dan bersedia mengoreksinya jika memang ditemukan kesalahan hingga sampai kepada kebenaran yang sesungguhnya dan tak terbantahkan lagi. Namun akal tidak memberi ruang istimewa pada Ilahi, sedangkan hati memberikannya. Itulah yang membedakan antara keduanya.

Dalam cara kerja hati, setiap upaya sebagaimana disebutkan di atas selalu dalam rangka menggapai Ilahi. Selalu ada Ilahi di balik semuanya. Saat mengembangkan ilmu pengetahuan, akal hendak memahami bagaimana cara kerja alam raya dan bagaimana pemahaman tersebut bermanfaat bagi kehidupan manusia di dunia. Bagi hati, pengembangan ilmu pengetahuan adalah untuk memahami bagaimana cara kerja Ilahi di alam raya sebagai jalan untuk mengenali Ilahi itu sendiri.

Bagi hati, setiap upaya mengembangkan ilmu pengetahuan adalah tahapan untuk mengenal Ilahi yang diawali oleh upaya indera, lalu akal, hingga hati. Mengenal Ilahi adalah tahap tertinggi bagi hati, namun itu belumlah penghujungnya. Seumpama upaya untuk membuka helai demi helai selubung yang membungkus sebuah pusat cahaya, maka memang tujuan utamanya adalah untuk menyingkap helai terakhir hingga tidak ada lagi penghalang bagi cahaya. Tetapi untuk apa penghalang cahaya itu tersebut disingkap? Tentu saja untuk menyinari balik segala ada hingga semuanya bisa dipahami apa adanya. Itulah yang dimaksud dengan penghujungnya.

Kata kunci “Ilahi” penting bagi hati. Bukan hanya segalanya adalah milik-Nya, tetapi sesungguhnya segalanya adalah Dia. Dia lah pusat cahaya dan Dia juga lah penghalang ke pusat cahaya. Karena itu, hanya dengan kehendak-Nya segala penghalang itu bisa disingkap. Bahkan hanya dengan kehendak-Nya upaya penyingkapan itu bisa dilakukan oleh manusia. Pada tahap ini, hati bisa sampai kepada tahapan kesadaran kesatuan.

Jika indera menghasilkan pengetahuan yang berserak, centang-perenang, dan awut-awutan, maka akal lah yang menghubungkan antara satu dengan lainnya dalam sebuah upaya menganalisis dan mengabstraksi. Lalu hati lah yang mampu menyatukannya dalam sebuah kesadaran kesatuan. Akal mampu sampai kepada kesadaran Ketuhanan, tetapi adalah kesadaran yang dibayangi oleh kehadiran kesadaran kemakhlukan. Adapun hati mampu sampai kepada kesadaran Ketuhanan dan hanya Ketuhanan.[]

Editor: AMN

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar