Sikap Tawadhu Ibadurrahman di Hari Raya Qurban

wallpaperbetter.com

Hari Raya Idul Adha akan selalu menjadi rekonstruksi sejarah figur agung para kekasih Allah SWT, figur Nabi Ibrahim AS, figur Nabi Ibrahim AS dan figur Siti Hajar sang ibunda yang sangat luar biasa. Prosesi yang sangat fenomental sebagai sejarah umat Islam, yaitu penyembelihan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS kepada putranya Nabi Ismail AS yang berakhir dengan digantinya oelh Allah SWT dengan seekor domba.

Dari sejarah tersebut, ada hal yang dapat dipetik dari kehidupan agung Nabi Ibrahim AS dan keluarganya. Pelajaran tersebut adalah, pertanyaan Allah SWT kepada Nabi Ibrahim AS,

Bacaan Lainnya

فَاَيْنَ تَذْهَبُوْنَۗ

Maka, ke manakah kamu akan pergi?

Dalam sejarah, Nabi Ibrahim AS yang dikenal kaya raya melalui seratus ekor unta, tiga ratus ekor lembu dan seribu ekor domba, beliau ditanya: Hendak ke mana beliau pergi? Maka beliau menjawab:

وَقَالَ اِنِّيْ ذَاهِبٌ اِلٰى رَبِّيْ سَيَهْدِيْنِ

Dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya aku akan pergi (menghadap) kepada Tuhanku.

Bagi Ibrahim, tujuan akhir hidup manusia bukanlah sebuah kekayaan, bukanlah pangkat, bukanlah jabatan dan lainnya, tetapi tujuan hidup manusia yang sebenarnya adalah Allah SWT. Nabi Ibrahim mengajarkan kita tentang ke tawadhuan kepada Allah SWT melalui penghambaan kepada-Nya. Untuk melakukan penghambaan kepada-Nya, dibutuhkan hati yang bersih dari sifat–sifat tercela seperti kesombongan atau ketakabburan.

Takabbur atau rasa sombong menurut Al-Ghazali adalah sebuah perasaan yang menganggap dirinya unggul atau lebih dari orang lain. Al-Muhasibi berkomentar bahwa takabbur adalah sebuah penyakit jiwa yang relatif besar hingga menjadi petaka terhadap seseorang yang mengalaminya.

Selanjutnya Raghib Alashfahani memaparkan bahwa kesombongan merupakan keadaan diri dari seseorang dengan merasakan kebanggan pada dirinya. Selalu memandang dirinya lebih hebat, lebih besar dan lebih mulia dari orang lain, hingga menimbulkan kesombongan terbesar dan terparah adalah kesombongan dengan menolak kepada kebenaran dan angkuh untuk tunduk kepada-Nya, baik itu dalam ketaatan kepada-Nya maupun dalam mengesakan-Nya.

Takabbur merupakan sebuah prilaku yang teramat buruk dan tercela, dimana prilaku tersebut sangat dibenci oleh Allah SWT. Sebagimana kata takabbur yang ada dalam Al-Qur’an pada term fakhr.

Fakhr memiliki makna keangkuhan atau kesombongan, namun bila dilihat secara teks, kata tersebut mengacu pada keseluruhan manusia apakah manusia tersebut tergolong muslim ataupun kafir. Kaitan kata fakhr berindikasi dalam hal kesombongan pada keturunan, harta, dan juga sebuah jabatan. Adapun ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Quran seperti dalam QS. An-Nisa’/4:36, QS. Hud/11:10, QS. Luqman/31:18 dan QS. Al-Hadid/57: 23.

وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnusabil, serta hamba sahaya yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri. QS. An-Nisa/4:36.

وَلَىِٕنْ اَذَقْنٰهُ نَعْمَاۤءَ بَعْدَ ضَرَّاۤءَ مَسَّتْهُ لَيَقُوْلَنَّ ذَهَبَ السَّيِّاٰتُ عَنِّيْ ۗاِنَّهٗ لَفَرِحٌ فَخُوْرٌۙ

Sungguh, jika Kami cicipkan kepadanya (manusia) suatu nikmat setelah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata, “Telah hilang keburukan itu dariku.” Sesungguhnya dia sangat gembira lagi sangat membanggakan diri. QS. Hud/11:10.

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ

Janganlah memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri. QS. Luqman/31:18.

لِّكَيْلَا تَأْسَوْا عَلٰى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوْا بِمَآ اٰتٰىكُمْ ۗوَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۙ

(Yang demikian itu kami tetapkan) agar kamu tidak bersedih terhadap apa yang luput dari kamu dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. QS. Al-Hadid/57: 23.

Dari ayat-ayat tersebut di atas kita bisa melihat bagaimana Allah SWT bertanya kepada Nabi Ibrahim AS.

Pertanyaan Allah pada Nabi Ibrahim adalah pertanyaan moral yang penuh makna: Hendak dibawa ke mana harta kita? Hendak dibawa mobil kita? Hendak dibawa ke mana jabatan kita? Hendak dibawa ke mana pangkat kita? Hendak dibawa ke mana ilmu kita? Hendak dibawa ke mana tubuh kita?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan instrospeksi kita sebagai hamba Allah SWT yang sangat dikasihi yaitu Ibadurrahman. Jangan sampai kita berjalan dimuka bumi ini sebagai manusia yang angkuh atau sombong, cukup bagi kita jika ada orang yang mencaci maki kita, menggunjing kita, dengan mengucapkan dan mendoakannya dengan berkata Salama. Sebagaimana firman Allah SWT,

وَعِبَادُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَرْضِ هَوْنًا وَّاِذَا خَاطَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَالُوْا سَلٰمًا

Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, “Salam.”

Sebagai hamba Allah SWT yang tergolong Ibadurrahman, perlu kita prioritaskan sikap tawadhu kepada sesama, karena tawadhu bisa membuat diri pelakunya sangat mulia dan akan diangkat derajatnya disisi Allah SWT. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang bertawadhu yang ditunjukkan semata-mata karena Allah SWT, melainkan Allah Azza wa Jalla akan mengangkat derajatnya.”

Selanjutnya sebagai hamba Allah SWT yang tergolong Ibadurrahman, perlu kita prioritaskan sikap tawadhu karena akan menghasilkan keselamatan bagi yang mengamalkannya.

Editor:

ABS

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *