Semua Butuh Cerita

Ada ungkapan yang menyebutkan bahwa setiap hal membutuhkan cerita karena cerita lah yang membuat hal tersebut bermakna. Ada kemungkinan hal yang sama memiliki cerita berbeda bagi orang berbeda. Karena itu, maknanya pun bisa berbeda meskipun halnya sama. Sampai di sini, jangan-jangan cerita bahkan jauh lebih penting daripada segala hal-hal. Bisa jadi begitu tetapi tentang itu adalah hal yang berbeda. 

Sebuah film berjudul The Wonder, besutan sutradara Sebastian Lelio dan dibintangi oleh Florence Pugh (salah satu pemeran utama di film Black Widow), dimulai dengan kalimat bahwa tokoh-tokoh di film tersebut diceritakan adalah orang-orang yang memegang teguh cerita mereka karena tanpa cerita, mereka hampa. Singkatnya, film ini bercerita tentang seorang anak berusia sekitar sembilan tahun yang menahan diri untuk makan dan itu sudah berlangsung empat bulan sejak anak tersebut berulang tahun. Dia merasa baik-baik saja. Mengapa dia sampai melakukan hal itu? Anak itu berpegang pada sebuah cerita. Ibu anak itu pun membiarkan anaknya melakukan itu karena berpegang pula pada sebuah cerita, meski berbeda. Orang-orang sekitar mengagumi keteguhan sang anak untuk tidak makan karena sebuah cerita, pula, yitu cerita tentang kesucian, seperti kesucian Bunda Maria. 

Bacaan Lainnya

Singkat cerita, didatangkanlah seorang perawat yang diperankan oleh Florence Pugh untuk mengamati apa saja yang terjadi selama anak itu tidak makan. Sang perawat pun punya cerita sendiri dan itu membuatnya memperlakukan sang anak dengan cara berbeda. Semua karena cerita. 

Ada ungkapan lain bahwa pandangan tergantung di mana kamu duduk. Jika dihubungkan dengan ungkapan sebelumnya, maka cerita bisa saja tergantung siapa dan karena itu makna juga selalu tergantung siapa. Sejarah Islam juga demikian yaitu gugusan cerita yang memiliki makna berbeda-beda dan itu tergantung kepada siapa yang menceritakannya. Misalnya, cerita tentang terorisme. Satu cerita mengaitkan terorisme dengan Islam dan cerita lain mengaitkan terorisme dengan tindakan apapun yang menyampaikan aspirasi dengan cara kekerasan, baik Islam maupun bukan.

Buku Dari Puncak Bagdad: Sejarah Versi Islam karya Tamim Ansary yang berjudul asli Destiny Disrupted: A History of the World through Islamic Eyes bermaksud menyusun sebuah cerita tentang bagaimana dunia ini berjalan sebagaimana adanya lewat cerita versi Islam, sesungguhnya versi Tamim Ansary sendiri. Seakan-akan Tamim hendak mengatakan bahwa jika orang lain berhak memandang dunia ini menurut cerita mereka, mengapa menurut cerita versi Islam (versi dirinya) tidak?

Ada beberapa alasan cukup kuat untuk memandang dunia versi Islam. Di antaranya bahwa penganut agama Islam sekarang sudah hadir di belahan bumi yang dulunya tidak ada Muslim seperti Eropa dan Amerika. Selain itu, jika belahan bumi yang dihuni oleh mayoritas Muslim digabungkan, maka luasnya jauh lebih luas daripada belahan bumi yang diisi oleh mayoritas beragama Kristen, misalnya. Sialnya, bagi banyak orang, itu tidak cukup untuk memberi alasan bagi sebuah pemikiran bagaimana dunia ini berjalan menurut versi Islam. Sialnya lagi, ketika banyak orang mulai bertanya tentang Islam dan bagaimana sesungguhnya Islam itu, pemicunya adalah tragedi 9/11. Peristiwa tersebut adalah semacam blessing in disguise.

Melihat dunia dalam versi Islam bukan semata-mata perlawanan terhadap cerita-cerita versi lain, tetapi adalah sebuah cara untuk memahami Islam itu sendiri di masa kini. Paling tidak bagaimana cara Islam itu sendiri memahami Muslim sendiri. Tidak jarang, cerita-cerita versi lain mengaburkannya. Atau paling tidak cerita versi Islam adalah alternatif bagi cerita-cerita versi lain. Alternatif itu penting karena sering kali satu cerita hanya melihat satu sisi dari sejarah sehingga ukuran kemajuan peradaban versinya berbeda dengan ukuran kemajuan versi cerita lain. Misalnya, benarkah kemajuan peradaban fisik yang seperti terlihat saat ini adalah tujuan utama semua peradaban? Barangkali tidak.

Ketika sebuah cerita tentang sejarah versi Islam dikemukakan, maka itu tidak niscaya kritik terhadap laju peradaban lain karena bisa juga merupakan kritik bagi laju peradaban Islam itu sendiri yang jangan-jangan telah meninggalkan relnya sendiri. Misalnya, cerita versi Islam telah menggariskan sebuah makna peradaban. Lalu, apakah laju peradaban Muslim masa kini masih berada dalam rel “beradab” atau malah meninggalkannya?

Pentingnya sebuah cerita alternatif juga adalah karena setiap cerita hampir pasti membuka sebuah selubung tetapi di saat bersamaan membiarkan selubung yang lain tertutup. Misalnya, tidak jarang sebuah sejarah yang mengaku sejarah dunia, tetapi begitu banyak belahan dunia lain yang seakan-akan tidak ada atau dianggap tiada. 

Mengapa kita berada di sini saat ini? Itupun perlu cerita. Jika tidak, maka tidak ada makna.[]

Editor: AMN

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3 Komentar

  1. ماشاءالله، رسالة جميلة وأنا أحبها
    أحسنتم يا أستاذنا، بارك الله فيكم