Abad ke-18 merupakan periode perkembangan studi al-Qur’an di Eropa (Barat) (Wan Jamaluddin Z, 2012: 148) dan perubahan paradigma terhadap studi Qur’an. Semula studi Qur’an mendapatkan kritikan bahkan hinaan dari sarjana non-muslim, begitu juga dengan sarjana Muslim yang menyerang ajaran-ajaran non-muslim. Tetapi pada abad ke-18 mengalami perubahan, banyak sarjana non-muslim mendukung dan meneliti studi Qur’an untuk membantu Muslim. Misalnya Theodore Noldeke, Angelika Neuwirth, Adrian Reland, dan sebagainya.
Bangsa Eropa terutama negara Rusia menjadi perbincangan yang minim pembicaraan tentang sejarah studi Qur’an dan Islam lainnya. Penulis belum menemukan banyak referensi tentang persoalan tersebut. Hanya mengenai sejarah umum saja, walaupun ada beberapa jurnal yang menurut penulis sesuai dengan persoalannya. Rusia dianggap remeh dan terbelakang, lahirnya Rusia pasca perpecahan Uni Soviet yang terjadi akibat komunis yang mendorong perpecahan menjadi beberapa negara pecahan, diantaranya Rusia, Serbia, dan sebagainya (Ahmad Fahrurodji, 2004: 1). Menurut Nikolai Berdyaev (1874-1948), seorang filsuf Rusia terkemuka mengatakan bahwa terdapat perbedaan dalam sejarah Rusia, yaitu “Rus Kiev, Rus Tatar-Mongol, Rus Moskow, Rusia Peter (Imperium Rusia), dan Rusia Soviet” (Ahmad Fahrurodji, 2004: 3). Hal ini dikarenakan perbedaan teori sejarah mengenai Rusia.
Maka menarik untuk lebih mengetahui bagaimana sejarah proses perkembangan studi al-Qur’an di Rusia serta mengetahui tokoh-tokoh orientalis yang menjadi pengkajinya. Setidaknya tulisan ini dapat sedikit membuka wawasan baru terhadap sejarahnya, sehingga dapat membuat peta pemikiran sejarah studi Qur’an di salah satu daerah yang masih sangat minim dikaji mengenai perjumpaan dan interaksinya dengan al-Qur’an.
Sejarah Rusia Dan Pertemuannya Dengan Islam
Pada awalnya masyarakat Rusia bernama bangsa Rus dipimpin oleh figur-figur lokal yang dikenal dengan Knyaz yaitu seorang pangeran yang didukung oleh pengawal(Druzhina). Kemudian seorang tokoh bernama Tsar Peter I (Peter Agung) seorang imperator setelah mengubah negara Rusia menjadi sebuah Imperium dengan nama Rossiya (Rossiiskaya Imperiya). Perbuatan tersebut dianggap menjadi awal penyelamatan bangsa Rusi denganbangsa eropa lainnya. Selama masa Peter I Rusia mengalami perkembangan militer sangat maju terutama armada lautnya, namun dalam masalah keturunan tidak menjadi perhatian besar oleh Peter I (Peter Agung) sehingga menjadi penghambat. Akhirnya imperium itu pun runtuh pada abad XIX, dikarenakan masa peralihan dari abad XIX menuju abad XX (Ahmad Fahrurodji, 2004: 4-5).
Pada tahun 1917, Rusia jatuh ke tangan komunis dan berubah menjadi Uni Soviet (Ahmad Fahrurodji, 2004: 5). Persoalan ini menjadi percambukkan yang luar biasa di kalangan bangsa Rusia ketika itu. Namun karena, tidak memiliki kekuatan besar akhirnya jatuh ke tangan Komunis. Selama kekuasaan Komunis yang bersifat diktator menguasai dan berkehendak semaunya sesuai keinginannya. Hal ini menjadi sejarah yang mengerikan saat itu. Namun begitu, bangsa Uni Soviet menjadi negara yang ditakuti oleh negara lain, karena kekuatan militer yang sangat canggih, terbukti dengan misi-misi yang telah dilakukan mereka, ke Afrika, Afghanistan, dan sebagainya. Terdapat fakta menarik bahwa Rusia berideologi komunis setelah partai Bolshevik, sebuah partai yang melakukan revolusi terhadap pemerintahan pada tahun 1905 (Juma’ De Putra, 2014: 182).
Persinggungannya dengan budaya Islam terjadi karena peperangan yang melibatkan Ottoman dengan Rusia dari tahun 1768 sampai 1774 (Firas Al-Khateeb, 2016: 247). Dari sinilah hubungan budaya Islam dan Rusia dipertemukan. Sang revolusioner bernama Raja Peter The Great yang memiliki ide tentang “Ekspedisi Siberia”, ide tersebut diklaim menjadi awal mula perkembangan tradisi Arab di Rusia (Wan Jamaluddin Z, 2012: 148-149). Apalagi pasca meninggalnya Raja Peter I. Masa suram yang mengalami problematika inteletual Rusia dalam beberapa bidang, mendapatkan dukungan dari dua tokoh , yaitu G.F. Miller dan Gotleb J.Kehr.
Seorang sejarawan bernama G.F. Miller (1705-1783), mengirim gambar batu – batu nisan dan list kosa kata Arab yang diambil dari Siberia kepada Dewan Kerajaan Imperium Rusia pada tahun 30-an abad ke-17. Pada waktu yang sama Prof. Gotleb J. Kehr (1702-1746), melakukan pengumpulan kembali manuskrip Arab dan Turki yang masih tersisa. Pada saat itu Rusia melakukan Rapat akademik yang membahas tentang kosa kata Rusia dan Arab yang terdiri dari 536 kata. Peristiwa ini terjadi ketika era kekuasan Raja Peter The Great.
Namun, setelah sepeninggalnya beliau, akademik ilmu pengetahuan tentang manuskrip dan yang lainnya mulai mengalami masa kemunduran, bahkan seorang tokoh bernama I. Yu Krachkovsky mengatakan bahwa “saya memastikan bahwa sekalipun di Petersburg telah dihadirkan ilmuan terkenal dan tokoh tradisi Arab terkenal asal Leiden, semisal Giongiosi (1707-1763) serta sejarawan -orientalis A. Schletser (1735-1809), akan tetapi perkembangan dan pertumbuhan tradisi Arab di Rusia tidaklah secerah pada era pemerintahan Raja Peter The Great” (Wan Jamaluddin Z, 2012: 149). Akan tetapi sebelumnya, pada abad 7 M Islam masuk ke Rusia melewati wilayah Daghestan dan Kaukasus Utara.yaitu pada pemerintahan Adrianopel menjadi Ibukota Negara Utsmaniyah yakni pada tahun 753 H/1353 M (Nur Endah Muthiah, 2010: 3).
Penerjemahan Al-Qur’an di Petersburg Dan Kazan
Pada akhir abad ke 18 Rusia mencapai kemjauan dalam studi al-Qur’an karena adanya penerbitan teks al-Qur’an versi Saint Petersburg. Hal ini dilakukan untuk menyebarluaskan al-Qur’an karena menjadi tuntutan dari kaum Muslim Rusia. Pada saat pemerintahan Catherine The Great memiliki partai politik ketika sedang pergolakan peperangan dengan Turki. Setidaknya hal tersebutdapat terlihat dalam korespondensinya kepada Dr. Schimmermann diuniversitas Gettinghem tertanggal 6 Mei 1788 yang berbunyi: “Tampaknya,bagi dia tak ada tempat yang lebih baik lagi; saya meminta kepada Andauntuk mengirim buah karyanya tersebut bersama dengan informasi/reportpertama saya kepada Anda tentang keberhasilan terhadap Turki”. Menurut I. Yu Krachkovsky, ide utama yang terkandung dalam korespondensi dapat lebih dimengerti manakala dikonfirmasikan dengandata dalam surat jawaban dari Dr. Schimmermann bertanggal 9 Juli 1788yang menulis: “Jika perang (dengan Turki) saat ini berlangsung seperti yang(Ratu) tuturkan, seperti yang dimulai oleh pangeran Nassaw dengan armada-armadalaut yang dimilikinya, maka segera perlu dicetak kembali al-Qur’anversi Petersburg edisi baru” (Wan Jamaluddin Z, 2012: 152).
Al-Qur’an versi Petersburg dan Kazan ini telah tersebar luas ke berbagai bangsa Eropa lainnya, misalnya German, Prancis, dan sebagainya. Hubungan antara Rusia dan Islam serta al-Qur’an, ada pendapat yang mengklaim sudah ada semenjak zaman Rusia Kuno, hal ini karena sejarah upaya Rusia Kuno dalam penerjemahan Romawi-Yunani dan Latin-Polski yang bernuansa Islam. Oleh karena itu, tahun 1787 pada era Catherine The Great upaya penerjemahan al-Qur’an menjadi bidang yang sangat diperhatikan, beliau mengutus langsung dalam proses ini seorang tokoh Muslim Rusia bernama Mulla Usman Ibrahim (Wan Jamaluddin Z, 2012: 153).
Hasil penerbitan dua versi al-Qur’an (Petersburg dan Kazan) beserta terjemahannya pada akhir abad 18 semakin menguatkan pengetahuan dan ilmu-ilmu ketimuran serta tradisi Arab. Kemudian pada masa-masa selanjutnya terjemahan-terjemahan tersebut tidak saja memberi pengaruh besar kepada dinamika perkembangan sejarah Arab Rusia, namun juga berpengaruh besar terhadap sejarah budaya dan peradaban Rusia itu sendiri. Sebagai bukti nyata tentang hal itu dapat dilihat bagaimana terjemahan al-Qur’an yang dilakukan M.I. Verevkin (1790) telah menjadi inspirasi utama bagi A.S. Pushkin dalam menorehkan karya-karyanya yang diberi judul “Padrazheniya Koranu” (Meniru al-Qur’an). Pada abad 18 sampai masa selanjutnya terdapat berbagai karya tentang Studi al-Qur’an, yaitu: Jurnal “Zherkala Sveta (kaca dunia)” tahun 1786 memuat artikel-artikel tentang Qur’an. Kemudian seorang tokoh bernama Peter Bogdanovich mengarang buku “Muhammad dengan al-Qur’an” (Wan Jamaluddin Z, 2012: 154-156).
Serangkai Kata Penutup
Dari pemaparan di atas kita dapat mengetahui fakta sejarah tentang sejarah dan perkembangan studi al-Qur’an di Rusia. Selama perkembangan studi al-Qur’an di Rusia tidak jauh dari intervensi politik dari para penguasa-penguasa. Peter The Great sang Revolusioner telah membuka gerbang studi Qur’an di Rusia. Masa selanjutnya pada masa pemerintahan Catherine The Great, selama pemerintahannya mengalami perkembangan maju terhadap kajian al-Qur’an terutama penerjemahan al-Qur’an. Terdapat dua versi yaitu Petersburg dan Kazan. Setelah itu, studi Qur’an bukan hanya terpaku pada terjemahan, melainkan sudah berlanjut kepada hal lainnya, seperti studi al-Qur’an, tentang Muhammad dan al-Qur’an, dan sebagainya yang telah dijelaskan sebelumnya dalam tulisan ini. Faktanya bangsa Rusia memang menjadi komunis, tapi hal demikian sebelum abad 18. Terdapat beberapa tokoh yang menjadi penggagas dan sarjana mayoritas non-muslim yang melakukan kajian-kajian terhadap al-Qur’an. Di antaranya yaitu: Mulla Usman Ibrahim, A.S. Pushkin, I. Yu Krachkovsky, M.I. Verevkin, dan sebagainya.