Media sosial (medsos) telah menjadi bagian integral dari kehidupan kita di era digital. Namun, sering kali kita menyaksikan kontroversi dan konflik opini yang muncul di media sosial. Tantangan ini dapat menjadi peluang untuk memanfaatkan perspektif Al-Quran dalam mencari solusi yang membangun kompromi dan persatuan di era digital.
Dalam artikel ini, kita akan menguak bagaimana Al-Quran dapat menjadi panduan dalam menghadapi kontroversi opini di medsos dan membangun rekonsiliasi yang harmonis dan memperkuat persatuan. Dengan memahami ajaran-ajaran Al-Quran secara mendalam, kita juga dapat mengambil hikmah dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya untuk merespons perbedaan pendapat dengan bijaksana, adil, dan mengedepankan dialog yang konstruktif.
Namun sebelum kita melakukan kajian terhadap peran Al-Qur’an dalam membangun rekonsiliasi oponi, kita harus mengetahui peran media itu sendiri. Berikut adalah beberapa peran penting media sosial dalam penyebaran opini dan informasi yang harus kita ketahui:
Pertama, Aksesibilitas yang luas. Media sosial memberikan akses yang mudah kepada siapa pun untuk menyampaikan pendapat dan pandangan mereka (Tosepu, Media Baru dalam Komunikasi Politik: Komunikasi Politik I Dunia Virtual, 31).
Dengan hanya membutuhkan koneksi internet, siapa pun dapat berbagi opini dengan cepat dan langsung kepada audiens yang luas. Dalam medsos, pengguna juga dapat memberikan komentar, like, atau share terhadap opini dan pandangan yang mereka setujui, sehingga memperluas jangkauan dan pengaruh dari opini tersebut.
Kedua, viralitas (Zaki Mubarak, Jejak Pemikiran di Media Sosial, 40). Dalam media sosial, konten yang kontroversial dapat dengan cepat menyebar dan menjadi viral. Konten kontroversial sering kali memberikan sensasi dan kejutan, yang membuat orang tertarik untuk melihat dan berbagi konten tersebut. Rasa keingintahuan ini dapat memicu penyebaran konten dengan cepat.
Ketiga, algoritma dan filter bubble. Algoritma yang digunakan oleh platform media sosial dapat mempengaruhi tampilan konten di feed pengguna (Syahruddin, dkk., Fenomena Komunikasi di Era Virtualitas: Sebuah Transisi Sosial Sebagai Dampak Eksistensi Media Sosial, 59).
Algoritma ini cenderung menampilkan konten yang sejalan dengan pandangan dan preferensi pengguna, menciptakan efek “filter bubble” di mana pengguna hanya terpapar pada opini dan pandangan yang sejalan dengan keyakinan mereka sendiri. Hal ini dapat memperkuat polarisasi dan menyebarkan opini yang kontroversial.
Keempat, pengaruh tokoh publik dan influencer (Ariesanti, Realitas Masyarakat dalam Potret Netnografi, 9). Media sosial juga memberikan panggung bagi tokoh publik dan influencer untuk menyebarkan opini dan pandangan mereka. Dengan jumlah pengikut yang besar, mereka dapat mempengaruhi pandangan dan sikap pengikut mereka terhadap isu-isu kontroversial. Sehingga tidak jarang orang-orang yang tampil di media adalah mereka yang memiliki pemikiran yang nyeleneh, nyentrik, atau kontroversial.
Kelima, tidak ada batasan waktu dan ruang. Beda dengan media tradisional, media sosial tidak memiliki batasan waktu dan ruang yang ketat. Opini dan pandangan yang kontroversial dapat tetap tersedia dan dapat diakses kapan saja oleh pengguna, bahkan setelah berlalu waktu yang lama.
Keenam, Penyebaran hoaks dan informasi palsu. Media sosial juga menjadi sumber penyebaran hoaks dan informasi palsu yang dapat mempengaruhi pandangan dan opini publik. Konten yang tidak diverifikasi dengan baik dapat dengan mudah menyebar di medsos, menyebabkan kebingungan dan konflik di antara pengguna.
Oleh karena itu, peran media sosial dalam menyebarkan opini dan pandangan yang kontroversial memiliki dampak yang signifikan terhadap masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pengguna media sosial untuk menjadi kritis dalam memfilter dan memverifikasi informasi sebelum membagikannya, serta untuk terlibat dalam dialog yang konstruktif dalam menghadapi perbedaan pendapat.
Media sosial memungkinkan pengguna untuk terlibat dalam diskusi dan debat terbuka tentang berbagai isu, termasuk yang kontroversial. Namun, seringkali hal ini memicu polarisasi di antara pengguna, di mana mereka cenderung membagi diri mereka menjadi kelompok-kelompok dengan pandangan yang ekstrem. Hal ini dapat menyebabkan perpecahan dan ketegangan antar kelompok dalam masyarakat.
Dalam diskusi yang panas dan emosional, pengguna dapat saling menyerang, menghina, atau bahkan melakukan tindakan pelecehan secara verbal. Hal ini tidak hanya merusak hubungan antar individu, tetapi juga dapat memicu ketegangan dan konflik yang lebih luas dalam masyarakat.
Media sosial juga dapat menjadi wadah bagi kelompok-kelompok dengan pandangan yang ekstrem untuk mengorganisir dan memperkuat narasi mereka. Hal ini dapat menyebabkan pembentukan kelompok-kelompok eksklusif yang hanya berinteraksi dengan mereka yang memiliki pandangan yang sama. Akibatnya, kesatuan dan solidaritas dalam masyarakat dapat terancam.
Maka dalam konteks media sosial yang sering kali memunculkan kontroversi opini, Al-Quran dapat menjadi panduan yang membantu kita dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Dalam Al-Quran, terdapat berbagai nilai-nilai universal yang sangat relevan untuk membangun persatuan dan kesatuan di tengah badai kontroversi.
Salah satu nilai-nilai tersebut adalah keadilan. Al-Quran menekankan pentingnya keadilan dalam berinteraksi dengan orang lain. Dalam konteks perbedaan pendapat, keadilan berarti memberikan hak-hak yang setara kepada semua pihak, mendengarkan dengan objektif, dan tidak memihak secara sepihak. Berikut adalah pesan Al-Qur’an:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa.” (QS. Al-Maidah [5]: 8).
QS. Ali Imran ayat 64 juga mendorong umat Islam untuk terlibat dalam dialog yang konstruktif dan musyawarah untuk mencapai titik temu atau keputusan yang terbaik (kalimatun sawa’). Dalam konteks perbedaan pendapat, penting untuk membuka ruang diskusi yang terbuka, mendengarkan dengan penuh perhatian, dan mencari solusi yang saling menguntungkan melalui musyawarah. Dengan cara ini, kita dapat mencapai rekonsiliasi dan membangun persatuan.
Selain itu, Al-Quran juga mengajarkan pentingnya kesabaran dalam menghadapi perbedaan pendapat. Dengan kesabaran, kita dapat menghadapi perbedaan pendapat dengan bijaksana dan mencari jalan untuk rekonsiliasi. Dalam situasi kontroversi di media sosial, kesabaran membantu menjaga ketenangan dan menghindari respon yang emosional dan ini merupakan salah satu adab komunikasi yang diajarkan oleh Al-Qur’an.
Salah satu ayat Al-Quran yang relevan dengan pentingnya menjaga adab dalam berkomunikasi adalah dalam Surah Al-Hujurat (Q.S. Al-Hujurat, 49:11). Ayat ini mengingatkan umat Islam untuk tidak mengolok-olok atau mencela orang lain. Hal ini juga berlaku dalam konteks interaksi di media sosial, di mana kita harus berbicara dengan kata-kata yang baik dan menjauhi kata-kata yang kasar atau menyinggung.
Ayat ini juga mengingatkan kita untuk tidak mencela mitra bicara atau memanggilnya dengan gelar-gelar yang buruk. Ini mengajarkan pentingnya menghormati diri sendiri dan orang lain dalam berkomunikasi. Dengan menghindari panggilan yang buruk atau merendahkan, kita menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan saling menghormati.
Misalnya, kasus dugaan penyimpangan di Pesantren Al Zaitun yang terjadi di Indonesia saat ini merupakan sebuah peristiwa yang memunculkan kontroversi dan perdebatan di media sosial. Maka dalam menanggapi kasus ini, penting bagi siapapun untuk tetap berpegang kepada Al-Qur’an yang telah memberikan rambu-rambu dalam bermedia sosial, sebagaimana disebutkan di atas.
Disamping itu, sepantasnya pengguna media sosial untuk memverifikasi informasi sebelum membagikannya. Ini penting agar kita tidak menyebarluaskan berita palsu atau informasi yang tidak akurat yang dapat memicu konflik atau kebingungan di antara masyarakat. Sebab beberapa ayat dalam Al-Qur’an menegaskan bahwa setiap tindakan yang kita lakukan akan diminta pertanggungjawaban di akhirat nanti. Misalnya dalam QS. Al-Isra’ ayat 36 Allah SWT berpesan:
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawaban.” (QS. Al-Isra’ [17] 36).
Dengan memahami dan merenungkan ayat tersebut, kita diingatkan akan pentingnya bertanggung jawab atas tindakan yang kita lakukan. Dalam prinsip Islam, kejahatan yang dilakukan oleh orang lain, individu yang menjadi penyebab atau ikut serta di dalamnya juga akan memikul dosa atau tanggung jawab di hadapan Allah SWT.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk berhati-hati dalam berbagi informasi atau memberikan komentar jika kita tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang apa yang sebenarnya terjadi. Maka lakukan verifikasi informasi sebelum membagikannya, cek sumbernya, periksa kebenarannya melalui sumber lain, dan tinjau konteks informasi sebelum kita memutuskan untuk menyebarkannya atau memberikan komentar.
Sebagai penutup, penulis ingin menegaskan kemabli bahwa dalam menghadapi kontroversi opini di media sosial, penting bagi kita untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman. Dengan merujuk pada Al-Quran, kita dapat menemukan panduan yang jelas tentang bagaimana menghadapi kontroversi opini dengan bijaksana. Selain itu, penting bagi kita untuk membangun rekonsiliasi yang harmonis di era digital. Media sosial seringkali menjadi tempat di mana perbedaan pendapat diperdebatkan secara intens. Namun, sebagai muslim, kita diajarkan untuk mencari perdamaian dan memperkuat persatuan.
Referensi
Ariesanti, Alia, dkk., Realitas Masyarakat dalam Potret Netnografi, Malang: Peneleh, 2021.
Mubarak, Zaki. Jejak Pemikiran di Media Sosial: Gagasan, Kritik dan Respon Gejala Sosial-Keagamaan, Tasikmalaya: Pustaka Turats Press, 2021.
Syahruddin, dkk., Fenomena Komunikasi di Era Virtualitas: Sebuah Transisi Sosial Sebagai Dampak Eksistensi Media Sosial, Cirebon: Green Publisher Indonesia, 2023
Tosepu, Yusrin Ahmad. Media Baru dalam Komunikasi Politik: Komunikasi Politik I Dunia Virtual, Surabaya: Jakad Media Publishing, 2018.