Teori tafsir sufistik digunakan oleh Nasr dan Schimmel untuk memahami Al-Qur’an. Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa Al-Qur’an memiliki dua makna: makna literal, yang dapat dipahami secara umum, dan makna esoteris, yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang memiliki pengalaman spiritual.
Dalam tafsir sufistiknya, Nasr menekankan aspek metafisika dan teologi. Ia berpendapat bahwa tafsir sufistik dapat membantu manusia memahami kebenaran metafisik tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan alam semesta. Adapun Schimmel menekankan aspek psikologis dan estetika. Ia percaya bahwa Al-Qur’an memberi manusia inspirasi dan bimbingan spiritual, dan tafsir sufistik dapat membantu manusia untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang pesan spiritual Al-Qur’an.
Nasr adalah seorang sarjana Islam Iran dan filsuf yang lahir pada tahun 1933. Ia Ianggap sebagai salah satu figur penting dalam gerakan revivalisme Islam pada abad ke-20. Nasr berpendapat bahwa Islam adalah agama yang luas yang mencakup semua aspek rasional, spiritual, dan batin. Menurutnya, tafsir sufistik adalah cara yang tepat untuk memahami Islam secara menyeluruh dan mendalam (Seyyed Hossein Nasr, 1991: 107).
Schimmel lahir pada tahun 1922 dan adalah seorang orientalis dan sarjana Islam Jerman. Ia Ianggap sebagai salah satu guru Islam dan Sufisme paling terkenal di dunia. Schimmel berpendapat bahwa Sufisme adalah pengalaman spiritual yang mendalam yang dapat diekspresikan dalam berbagai cara, seperti puisi, musik serta karya seni. Ia percaya bahwa tafsir sufistik adalah cara memahami Al-Qur’an yang menekankan aspek tasawuf dan spiritualitas (Annemarie Schimmel, 1975: 23).
Sejarah dan Evolusi
Tafsir sufistik telah ada sejak awal Islam. Tokoh seperti al-Hallaj dan al-Ghazali menulis tafsir sufistik yang menekankan aspek tasawuf dan spiritualitas dalam memahami Al-Qur’an. Tafsir sufistik mengalami perkembangan yang pesat pada abad ke-12 Masehi.
Tokoh-tokoh seperti Ibn Arabi dan al-Suhrawardi telah mengembangkan berbagai teknik dan pendekatan untuk tafsir. Tokoh-tokoh sufi seperti Rumi dan Ibn al-Faridh telah menulis tafsir sufistik dalam bahasa Persia dan Arab, yang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di seluruh dunia pada abad ke-13 Masehi (Ridwan, 2020: 11).
Tafsir Sufistik Modern
Abad ke-20 dan ke-21 Masehi menjadi saksi perkembangan signifikan dalam tafsir sufistik kontemporer, yang dipengaruhi oleh pengaruh globalisasi di mana umat Islam telah melihat lebih banyak budaya dan tradisi di seluruh dunia karena globalisasi. Hal ini telah mendorong mereka untuk mengembangkan cara baru untuk memahami Al-Qur’an, seperti tafsir sufistik. Pada saat yang hampir bersamaan ilmu-ilmu keislaman mengalami perkembangan, tasawuf, filsafat, dan sastra Islam telah banyak berkontribusi pada perkembangan tafsir sufistik kontemporer. Kehadiran tokoh-tokoh tafsir sufistik modern seperti Seyyed Hossein Nasr dan Annemarie Schimmel juga semakin mewarnai dan mempengaruhi perkembangan tafsir sufistik modern.
Karakter Tafsir Sufistik Modern
Tafsir sufistik kontemporer memiliki beberapa fitur yang membedakannya dari tafsir sufistik tradisional. Pertama, penekanan pada aspek spiritualitas. Tafsir sufistik kontemporer menekankan aspek spiritualitas dalam memahami Al-Qur’an. Ini terlihat dari penggunaan bahasa yang lebih puitis dan simbolis serta penekanan pada pengalaman spiritual.
Kedua, pemanfaatan metode modern. Tafsir sufistik menggunakan metode modern seperti hermeneutika, eksistensialisme, dan psikologi untuk memahami Al-Qur’an. Ketiga, pendekatan yang inklusif. Tafsir sufistik modern menggabungkan berbagai cara untuk memahami Al-Qur’an, seperti tafsir literal, tafsir rasional, dan tafsir sufistik, yang menunjukkan pendekatan yang lebih inklusif (Muhammad Ridwan, 2020: 12).
Metode Nasr dalam Tafsir Sufistik
Dalam tafsir sufistiknya, Nasr menggunakan berbagai metode. Pertama, untuk memahami secara mendalam makna Al-Qur’an, Nasr menggunakan metode hermeneutika. Ia berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah teks yang hidup dan setiap orang dapat memahaminya dengan cara yang berbeda tergantung pada pengalaman dan latar belakang spiritual mereka.
Kedua, metode eksistensialisme. Nasr menggunakan metode eksistensialisme untuk memahami pengalaman spiritual Al-Qur’an. Menurutnya, Al-Qur’an berbicara tentang pengalaman paling mendalam manusia, yaitu pengalaman mereka dengan Tuhan. Ketiga, untuk memahami simbol-simbol Al-Qur’an, metode psikologi Nasr menggunakan pemahaman psikologi manusia (Seyyed Hossein Nasr, 1991: 108).
Kontribusi Nasr dalam Tafsir Sufistik
Nasr telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan tafsir sufistik modern. Kontribusinya dalam pengembangan pendekatan tafsir sufistik yang holistik. Pendekatan tafsir sufistik Nasr juga menggabungkan aspek-aspek spiritualitas, intelektual, dan pengalaman dalam memahami Al-Qur’an.
Berbagai metode modern juga mempengaruhi tafsir sufistiknya, seperti hermeneutika, eksistensialisme, dan psikologi. Secara perlahan tafsir sufistik mulai dikenal di dunia Barat, Nasr telah menulis berbagai buku dan artikel tentang tafsir sufistik, yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Inggris.
Menurut Syed Hossen Nasr, Islam di dalam totalitasnya telah mampu menjaga keseimbangan eksoteris dan esoteris, atau tafsir dan ta’wil, sejauh berhubungan dengan penafsiran Qur’an. Adanya vitalitas keagamaan dan spiritual Islam timbul dari kehadiran dua dimensi ini selama berabad-abad yang secara bersama-sama telah membentuk sebuah tradisi integral, yang mampu menciptakan masyarakat religius dan norma kehidupan batin (Sayyed Hossein Nasr, 2015: 101).
Kontribusi Schimmel dalam Tafsir Sufistik
Dalam hal metode, antara Schimmel dan Nasr memiliki persamaan yang hampir identik dalam metode tafsir sufistiknya. Hanya saja Schimmel berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah teks yang sarat makna spiritual. Ia menggunakan bahasa yang puitis dan simbolis untuk mengungkapkan pengalaman spiritual manusia.
Menurut Schimmel, pengalaman mistik ada baiknya dibedakan antara dua macam mistik utama, yang telah digolongkan sebagai Mistik Ketakterhinggaan (Mysticism of Infinity) dan Mistik Kepribadian (Mysticism of Personality) (Annemarie Schimmel, 1975:3). Mistik pertama, menganggap bahwa Dia yang Maha Mutlak tidak bisa digambarkan dengan akal kita, sedangkan mistik yang kedua lebih pada hubungan antara makhluk dan pencipta.
Komparasi Tafsir Sufistik Nasr dan Schimmel
Ada beberapa hal yang membedakan antara gagasan yang dibangun oleh Nasr dan Schimmel. Pertama, Schimmel menggunakan pendekatan yang lebih humanistik dalam tafsir sufistiknya, sedangkan Nasr menggunakan pendekatan yang lebih holistik, di mana ia menggabungkan aspek-aspek spiritualitas, intelektual, dan pengalaman dalam memahami Al-Qur’an. Ia berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah teks yang dapat diakses oleh semua orang, tidak peduli latar belakang mereka.
Kedua, dalam tafsir sufistiknya, Nasr cenderung memberikan interpretasi yang lebih rasional, menggunakan pendekatan modern seperti hermeneutika, eksistensialisme, dan psikologi untuk memahami makna Al-Qur’an. Sementara Schimmel cenderung memberikan interpretasi yang lebih simbolis, berpendapat bahwa Al-Qur’an mengungkapkan makna spiritual melalui bahasa yang puitis dan simbolis.
Ketiga, Nasr berpendapat bahwa Sufisme adalah inti dari Islam. Ia berpendapat bahwa Sufisme adalah jalan spiritual yang dapat membantu umat Islam mencapai tujuan tertinggi mereka, yaitu penyatuan dengan Tuhan. Sementara bagi Schimmel, Sufisme adalah tradisi yang kaya dan beragam. Ia berpendapat bahwa sufisme dapat sangat berkontribusi bagi kehidupan dunia dengan menjadi basis dalam mempromosikan perdamaian, toleransi, dan kasih sayang.
Daftar Pustaka
Nasr, Seyyed Hossein. The Essence of Sufism. HarperCollins, 1991.
Nasr, Sayyed Hossein. Ideals And Realities Of Islam. Terj. Abdurrahman Wahid dan Hashim Wahid. Yogyakarta: Gading Publishing, 2015.
Ridwan, Muhammad. Tafsir Sufistik: Sebuah Pendekatan Hermeneutis. Penerbit Mizan, 2020.
Saepullah, Asep. Tasawuf Sebagai Intisari Ajaran Islam dan Relevansinya Terhadap Kehidupan Masyarakat Modern, dalam Turast: Jurnal Penelitian & PengabIan Vol. 9, No. 2, Juli-Desember 2021.
Schimmel, Annemarie. Mystical Dimensions of Islam. University of North Carolina Press, 1975.