Mengenal Tokoh Penting dalam Kebangkitan Arab-Islam Kontemporer, Tayyib Tizini (1939-2019 M) – Bagian 1

Tulisan ini akan menjadi muqaddimah (pembuka) dalam mengkaji salah satu tokoh yang memiliki peranan penting dalam kebangkitan Arab-Islam kontemporer dan juga memiliki gagasan tentang kajian Al-Qur’an yaitu Tayyib Tizini (w. 2019 M). Pada bagian ini akan memfokuskan pada pembahasan riwayat hidup dan seputar pemikiran Tizini.

Pendahuluan

Bacaan Lainnya

Tayyib Tizini, seorang filsuf Arab kontemporer asal Suriah, menyatakan bahwa Al-Qur’an pada dasarnya memiliki karakteristik sebagai teks terbuka yang memungkinkan adanya beragam interpretasi (ta‘addud al-qirā’ah) sesuai dengan tuntutan zaman dari setiap generasi umat Islam. Penelitian Tizini tidak hanya fokus pada analisis teks semata. Ia juga secara serius memperhatikan pemikiran dan logika Arab (arab minds and reasons) sepanjang sejarah, terutama dalam konteks ekonomi dan sosial-politik.

Proyek besar Tizini dimulai dengan mereformulasi pemikiran Arab abad pertengahan sebelum menghadapi isu-isu renaissance Arab (nahdat al-‘Arab). Selanjutnya, pada periode kedua yang dimulai pada tahun 1997, Tizini memusatkan kajiannya pada tiga permasalahan mendasar yang dianggap menghambat kemajuan modernitas dan renaissance Arab-Islam.

Ketiga permasalahan tersebut meliputi: 1) Pemikiran strukturalisme a-historis, yang mencari pemahaman terhadap pemikiran Arab di luar konteks sejarah. Menurut Tizini, pemikiran ini justru melemahkan proyek renaissance Arab karena tidak mampu merangkul identitas pemikiran Arab secara menyeluruh; 2) Kesulitan dalam memahami turāth atau warisan keagamaan (second text) secara umum dan teks Al-Qur’an (first text) secara khusus; 3) Kenyataan kebangkrutan dunia Arab kontemporer dalam aspek politik, sosial, dan intelektual di satu sisi, serta menghadapi tantangan peradaban di sisi yang lain.

Tizini menganggap bahwa permasalahan kedua, yaitu usaha untuk memahami teks-teks keagamaan, merupakan tantangan paling mendasar yang dihadapi oleh dunia Islam secara keseluruhan, khususnya di wilayah Arab. Menurutnya, inilah permasalahan yang paling krusial dalam menentukan keberhasilan dari agenda besar renaissance Arab yang diusungnya. Tizini dengan tekun menyuarakan dan berjuang keras untuk mendorong pluralitas interpretasi Al-Qur’an sejalan dengan meningkatnya tekanan dan dominasi dari suatu pemahaman dan penafsiran tertentu terhadap teks-teks keagamaan.

Dalam konteks ini, artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi karakteristik dari gagasan pluralitas interpretasi Al-Qur’an yang diusung oleh Tizini, terutama di tengah-tengah pertarungan antara berbagai ideologi yang berkembang dalam masyarakat Arab kontemporer.

Riwayat Hidup Tayyib Tizini

Tayyib Tizini, seorang filsuf Arab kontemporer, memainkan peran penting dalam Nahdha al-‘Arab al-Islami atau kebangkitan Arab-Islam. Lahir di kota Homs, Suriah, pada tahun 1939, Tizini mengabdikan separuh hidupnya untuk riset dan pengembangan ilmu pengetahuan. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar formal di kota kelahirannya, ia melanjutkan pendidikan menengahnya di Turki sebelum menjadi mahasiswa di Universitas Damaskus.

Keterlibatan Tizini dalam politik membakar semangat intelektualnya untuk mendalami filsafat dan ekonomi politik, dengan tujuan menerapkan pemahamannya secara umum dalam konteks Arab, khususnya Suriah. Ambisi besar dan semangatnya mendorongnya untuk berangkat ke Inggris dan menjadikan Jerman sebagai tujuan akhir dalam perjalanan intelektualnya. (Samir, Professor Tayyeb Tizini, 2011)

Tizini menyelesaikan studi pascasarjana di Humboldt-Universität Berlin bagian timur, di bawah bimbingan Hermann Ley, seorang guru besar filsafat. Tesisnya berjudul “Materiebegriff” yang diselesaikan pada tahun 1967, dan ia meraih gelar Ph.D. dalam bidang filsafat dari universitas yang sama pada tahun yang sama. Disertasi berikutnya, “Die Matemie auffassung in der islamischen Philosophie des Mittelalters” (Pengantar Filsafat Arab Abad Pertengahan), diterbitkan dalam bahasa Jerman pada tahun 1972. (Samir, Professor Tayyeb Tizini, 2011)

Sebelumnya terkenal di dunia Arab, Tizini mendapatkan perhatian luas dengan penerbitan proyek filsafat pertamanya, “Ru’yah Jadīdah li al-Fikr al-‘Arabī fī al-‘Asr al-Wasīt,” pada tahun 1971. Karya tersebut sangat diminati, dicetak ulang sebanyak lima kali sebelum disertasinya diterbitkan di Jerman.

Pada tahun 1975, Tizini diangkat sebagai guru besar filsafat di Universitas Damaskus, dan reputasinya merambah ke negara-negara Arab lainnya serta tingkat internasional. Penghargaan yang diterimanya pada tahun 1998 dari Universitas Concordia, yang menyebutkan Tayyib Tizini sebagai salah satu dari seratus filsuf paling berpengaruh di dunia abad kedua puluh, semakin mengukuhkan reputasinya. (Ibrahim, Hiwar ma’a al-mufakkir al-suri Tayyib Tizini, 2019)

Karya-Karya Tayyib Tizini

Tizini dikenal sebagai seorang akademisi yang sangat produktif dengan sejumlah karya yang mencakup buku-buku dan tulisan-tulisannya yang luas, baik dalam media massa maupun naskah-naskah seminar, diskusi, dan simposium. Beberapa karya terkenal Tayyib Tizini antara lain:

Mashrū‘ Ru’yah Jadīdah li al-Fikr al-‘Arabī fī al-‘Asr al-Wasīt: Sebuah proyek tentang visi baru terhadap pemikiran Arab pada abad pertengahan. Min al-Turāth ilā al-Thawrah: Hawl Nazarīyat Muqtarahah fī al-Turāth al-‘Arabī: Penelitian mengenai hubungan antara warisan budaya dan revolusi, dengan fokus pada pandangan-pandangan esensial dalam warisan Arab. Fī mā bayn al-Falsafah wa al-Turāth: Explorasi terhadap keterkaitan antara filsafat dan warisan budaya.

Al-Fikr al-‘Arab fī bawākirih wa Afāqih al-Ūlā: Mashrū‘ Ru’yat Jadīdah: Kajian tentang perkembangan pemikiran Arab dalam kerangka waktu tertentu. Dirāsah fī al-Fikr al-Falsafī fī al-Sharq al-Qadīm: Analisis terhadap pemikiran filsafat di Timur kuno. ibn Rushd wa Falsafatuh ma‘a Nusūs al-Munāzarah bayn Muhammad ‘Abduh wa Farah Antūn: Kajian mendalam tentang pemikiran Ibn Rushd, disertai dengan perbandingan antara pandangan Muhammad ‘Abduh dan Farah Antūn. Fusūl fī al-Fikr al-Siyāsī al-‘Arabī: Kumpulan esai mengenai pemikiran politik Arab.

Muqaddimāt Awwalīyah fī al-Islām al-Muhammadīyah al-Bākir: Nash’atan wa Ta’sīsan: Kajian awal tentang periode awal Islam dan perkembangan awalnya. Al-Nass al-Qur’ānī: Amām Ishkālīyat al-Bunyah wa al-Qirā’ah: Pemahaman mendalam tentang teks Al-Qur’an, fokus pada masalah struktural dan metode pembacaannya. Bayān fī al-Nahdah wa al-Tanwīr al-‘Arabī: Karya tentang renaissance Arab dan pencerahan di dunia Arab.

Selain karya-karya bukunya, Tizini juga aktif menulis artikel atau esai terkait isu-isu kontemporer yang dipublikasikan melalui situs web resminya, www.tizini.com.

Seputar Pemikiran Tayyib Tizini

Pluralitas interpretasi Al-Qur’an merupakan salah satu tema sentral yang menjadi fokus utama pembahasan Tizini dalam proyek filosofisnya. Tizini berkomitmen untuk secara kritis dan dialektis mengkaji berbagai upaya kelompok maupun individu dalam menginterpretasikan makna teks Al-Qur’an. Dalam analisisnya, Tizini memperhatikan berbagai ideologi, kepentingan, dan tendensi yang menjadi landasan interpretasi, yang pada akhirnya melahirkan beragam tafsir dan pembacaan terhadap teks Al-Qur’an. (Tayyib Tizini, al-Islam wa As’ilat al-‘Asr al-Kubra, 1998)

Pluralitas interpretasi yang dikemukakan oleh Tizini tampak jelas tergambar dalam konteks istilah-istilah yang memiliki kaitan langsung dengan aktivitas politik atau dalam ranah yang disebut sebagai dialektika kekuasaan-kebudayaan. Artinya, variasi interpretasi tidak hanya muncul sebagai hasil dari pemahaman teologis semata, tetapi juga terkait dengan dinamika politik dan budaya yang memengaruhi cara orang memandang dan memaknai ajaran Al-Qur’an.

Bagi Tizini, setiap pembacaan yang dilakukan oleh seorang interpreter (pembaca) mencerminkan representasi dari skema konseptual sosial-masyarakat yang telah terinternalisasi. Tizini merujuk pada konsep ini sebagai al-wad‘īyah al-ijtimā‘īyah al-mushakhkhasah. Menurutnya, perbedaan dalam skema konseptual sosial-masyarakat inilah yang menjadi salah satu faktor determinan yang memainkan peran penting dalam melahirkan pluralitas interpretasi Al-Qur’an. (Tayyib Tizini, Al-Nass al-Qur’ani: Amam Isykȃliyȃ al-Bunyah wa al-Qira’ah, 1997)

Tizini menyoroti kenyataan bahwa teks Al-Qur’an, yang diturunkan pada abad ketujuh, bukanlah suatu teks yang bebas dari historisitas masyarakat. Sebaliknya, teks tersebut memiliki keterkaitan erat dengan kerangka historis masyarakat pada masa itu, yang mencakup episteme (pandangan dunia) dan beragam kepentingan, seperti politik, ekonomi, moralitas, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap Al-Qur’an tidak dapat dipisahkan dari konteks historis dan epistemologis masyarakat pada saat wahyu tersebut diturunkan.

Menurut Tizini, kedua elemen tersebut dapat dilihat secara dialektis sebagai hubungan antara penanda (signifier) dan tinanda (signified), atau dalam bahasa Tizini disebut sebagai jadalīyat al-dāl wa al-madlūl. Dalam kerangka ini, teks Al-Qur’an dianggap sebagai penanda (al-dāl), sedangkan realitas masyarakat pada abad ketujuh dipandang sebagai tinanda (al-madlūl). Kedua unsur ini dianggap saling mempengaruhi, terkait satu sama lain, dan tidak dapat dipisahkan. (Tayyib Tizini, Al-Nash al-Qur’ānī: Amām Isykālīyat al-Bunyah wa al-Qirā’ah, 1997)

Dalam aktivitas interpretasi, Tizini menyajikan dua struktur yang selalu dinamis dan saling terkait dalam proses dialektis. Pertama, teks Al-Qur’an (al-maqrū’), yang menjadi penanda atau elemen yang membawa makna. Kedua, reader atau interpreter (al-qāri’), yang berperan sebagai tinanda atau penerima makna. Dalam proses interpretasi, interaksi antara teks Al-Qur’an dan pembaca menjadi kunci, di mana keduanya saling berhubungan dan saling membentuk pemahaman.

Dalam konteks penelitian arkeologis, penelitian cenderung difokuskan pada objek-objek seperti artefak, sisa-sisa dari masa lalu, atau monumen yang dapat diamati secara fisik. Tizini membawa pandangan ini ke dalam ranah pemikiran pluralitas interpretasi terkait dengan dua hal utama: teks Al-Qur’an dan realitas empirik masyarakat yang terinternalisasi. (George Ritzer, Teori Sosial Postmodern, 2010)

Menurut Tizini, teks Al-Qur’an dan realitas empirik masyarakat yang terinternalisasi merupakan dua objek yang menjadi fokus dari pluralitas interpretasi. Teks Al-Qur’an dianggap sebagai objek yang dapat diinterpretasikan, sementara realitas empirik masyarakat dipandang sebagai objek yang terinternalisasi dalam pikiran individu atau kelompok masyarakat.

Catatan: Tulisan selanjutnya akan mengkaji khusus karakteristik pandangan Tayyib Tizini tentang pluralitas interpretasi Al-Qur’an di tengah pertarungan berbagai ideologi dalam konteks masyarakat Arab kontemporer.

Daftar Referensi

Ritzer, George. Teori Sosial Postmodern, terj. Muhammad Taufik. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2010.

Tizini, Tayyib. “Islam dan persoalan-persoalan Besar Kontemporer: Problematika, Kritik, dan Prediksi.” Muhammad Saīd Ramadān al-Būthī dan Tayyib Tizini. Finding Islam: Dialog Tradisionalisme- Liberalisme Islam. terj. Ahmad Mulyadi dan Zuhairi Misrawi. Jakarta: Erlangga, 2002.

__________ “Al-Islȃm wa As’ilat al-‘Ashr al-Kubrā.” Muh}ammad Saīd Ramadan al-Būtī dan Tayyib Tizini, Al-Islām wa al-‘Ashr: Tahaddiyāt wa Āfāq. Damaskus: Dār al-Fikr, 1998.

__________. Al-Nash al-Qur’ānī: Amām Isykālīyat al-Bunyah wa al-Qirā’ah. Damaskus: Dār al-Yanābi. 1997.

__________. Min al-Turās ilā al-Thawrah: Hawl Nazarīyat Muqtarahah li Qadīyah al-Turās al-‘Arabī. Beirut: Dār al-Farabī, 2005.

http://www.arabphilosophers.com/English/philosophers/contemporary/contemporary-names/Tayyeb%20Tizini/ diakses 20 November 2023

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *