Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 pasal 1 angka 14 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pencemaran lingkungan hidup dapat diartikan sebagai masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga dapat melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Pencemaran lingkungan dapat terjadi dimana saja salah satunya di udara. Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu udara yang telah ditetapkan (Waluyo, 2011:132).
Sumber pencemaran udara meliputi sumber alami, kegiatan industri, pertanian, dan lain sebagainya. Sumber pencemaran alami berasal dari alam, seperti abu yang dikeluarkan akibat gunung berapi, gas-gas vulkanik, debu akibat tiupan angin, dan kebakaran hutan akibat kemarau panjang. Sumber pencemaran hasil kegiatan industri berasal pabrik-pabrik industri yang dikembangkan dengan pembukaan lahan.
Lahan hijau berupa hutan atau persawahan dibuka untuk mendirikan perusahaan. Selain itu, banyak perusahaan yang tidak memiliki tempat pembuangan limbah, sehingga membuang limbah di lingkungan sekitarnya. Dalam kegiatan industri, proses pemasaran atau pendistribusian dilakukan dengan moda transportasi baik darat, laut, maupun udara.
Semakin banyak industri yang berkembang, tentu moda transportasi akan semakin banyak yang digunakan. Sehingga, pencemaran akan udara oleh kendaraan akan semakin tinggi nilainya. Selain industri yang berskala besar, industri rumah tangga juga termasuk salah satu sumber pencemaran yang ada.
Sumber pencemaran hasil kegiatan pertanian, seperti akibat penggunaan pestisida sebagai zat senyawa kimia (zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh), virus dan zat lain-lain yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman atau bagian tanaman. Mayoritas sumber pencemaran udara yang ada, berasal dari kegiatan manusia.
Dalam laman resmi Kementerian Kesehatan RI yang membahas “Penting Pahami Ancaman Polusi Udara pada Kesehatan” yang diterbitkan pada tanggal 22 Agustus 2023 dijelaskan bahwa tidak kurang dari 2,4 miliar orang menggunakan bahan bakar yang mencemari udara untuk memasak dan menghangatkan rumah mereka, dan setiap tahunnya, sekitar 3,2 juta nyawa dipertaruhkan akibat polusi udara.
Pencemaran udara dapat diakibatkan oleh zat pencemar yang dikenal dengan istilah polutan. Setiap polutan memiliki dampak yang berbeda-beda antara jenis satu dengan jenis yang lainnya. Beberapa zat yang dapat menyebabkan pencemaran udara diantaranya: karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), klorofluorokarbon (CFC), timbal (Pb), dan lainya.
Zat pencemar atau polutan yang berada di udara bebas memiliki beberapa sifat dan bentuknya masing-masing. Beberapa zat pencemar atau polutan ada yang memiliki bau dan ada yang tidak memiliki bau, ada yang dapat dilihat dan ada yang tidak dapat dilihat, serta ada yang berwarna dan ada yang tidak berwarna. Zat-zat tersebut akan menjadi zat pencemar atau polutan jika melampaui baku mutu udara yang telah ditetapkan.
Seperti yang saat ini terjadi di Jakarta, jika zat pencemar dibiarkan akan memberikan banyak dampak negatif bagi kehidupan seluruh makhluk hidup di muka bumi ini, khususnya manusia. Banyak penyakit yang ditimbulkan, seperti infeksi saluran pernapasan, paru-paru, jantung dan juga sebagai pemicu terjadinya kanker yang sangat berbahaya. Selain itu, rusaknya ekosistem juga terjadi akibat pencemaran udara ini.
Para saintis mencoba mengurai permasalahan lingkungan dan bagaimana menyelesaikanya. Demikian para teolog yang mencoba mencari solusi kerusakan lingkungan dari akar masalahnya, yaitu pola pikir manusia terhadap lingkungan. Dalam perkembangan kajian teologi islam, para pakar mencoba menganalisis Al-Qur’an untuk memberikan pandangan yang komprehensif mengenai bagaimana pola interaksi manusia dan lingkungan.
Berdasarkan hal tersebut, agama merespon permasalahan ini melalui tafsir ekologi yaitu tafsir yang memadukan perspektif ekologi yang menganggap kerusakan lingkungan sebagai fenomena kausalitas semata dengan perspektif teologi yang menganggap kerusakan lingkungan sebagai hukuman atas degradasi moral spiritual. Sehingga, dihasilkan sebuah gagasan untuk melakukan konservasi lingkungan yang berlandaskan ajaran keagamaan.
Dalam tafsir ekologi, Al-Qur’an digali secara mendalam untuk memberikan ruang pembahasan tentang pelestarian lingkungan hidup oleh manusia yang merupakan khalifah di muka bumi ini (QS. al-Baqarah: 30). Konteks ayat ini menunjukkan bahwa manusia yang dijadikan khalifah bertugas memakmurkan dan membangunnya.
Allah SWT telah memberikan panduan agar manusia tidak melakukan suatu tindakan yang bersifat destruktif atau pengrusakan, sewenang-wenang atau mengikuti hawa nafsunya dalam mengemban tugas menjadi khalifah (QS. al-Qasas: 77). Khususnya kerusakan yang mengakibatkan pencemaran udara.
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
…Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan…”
Wahbah al-Zuhaili merangkum 4 pelajaran yang dapat diambil dari QS. al-Qasas: 77 terkait ajaran bagi manusia dalam membangun peradaban, yaitu: 1. Amal saleh untuk mengharapkan pahala akhirat, 2. Memakmurkan dunia dengan pengelolaan yang rapi tanpa menguasai perasaan manusia, 3. Berbuat baik kepada manusia baik dengan materi, moril atau akhlak, 4. Menundukan tindakan perusakan, kemaksiatan, dan perobohan (Wahbah Zuhaili, 1998:429).
Dalam ajaran tersebut, dijelaskan bahwa hendaknya seorang mukmin melakukan amal saleh yakni dengan menjaga dan memanfaatkan lingkungan sekitarnya dengan baik, seperti melakukan reboisasi atau penghijauan kembali untuk meminimalisir pencemaran udara yang terjadi. Selain itu, manusia diharapkan untuk memakmurkan dunia dengan pengelolaan yang rapi tanpa menguasai perasaan manusia.
Hal tersebut dimaksudkan bahwa manusia tidak seharusnya memakmurkan dunia dengan rasa kesombongan dan tindakan melampaui batas. Manusia diharapkan dapat melakukan pengelolaan yang baik sebelum mengambil keputusan, seperti merencanakan tempat industri, tempat pembuangan limbah industri, efek yg ditimbulkan oleh indutri terhadap alam maupun terhadap manusia di sekitarnya sebelum mendirikan industri.
Pada kenyataanya, seringkali manusia mengeksploitasi alam dengan melakukan pembukaan lahan sebesar-besarnya untuk mendapatkan keuntungan dari industri yang didirikan tanpa memikirkan efek yang ditimbulkan, baik efek terhadap alam seperti pencemaran udara maupun efek kepada manusia yang ada disekitarnya seperti penyakit yang terjadi akibat pencemaran udara.
Tidak seharusnya manusia melakukan perusakan terhadap alam baik dengan pembukaan lahan, penggunaan pestisida yang berlebihan, pendirian perusahaan tanpa pengelolaan dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat meningkatkan pencemaran udara yang terjadi. Jika hal tersebut terus terjadi, maka akan Allah timpakan akibat dari perbuatan manusia itu sendiri, seperti terjadinya banyak penyakit akibat pencemaran udara yang terjadi.
Oleh karena itu, penting memegang 4 ajaran bagi manusia dalam membangun peradaban yang dijelaskan oleh Wahbah al-Zuhaili agar pencemaran udara dapat diminimalisir atau dimungkinkan tidak terjadi lagi.