Paham Kapitalisme merupakan sistem ekonomi yang disandarkan kepada Adam Smith(Heilbroner 2023). Pada esensinya prinsip Smith menyatakan “setiap orang, sepanjang dia tidak melanggar hukum dan keadilan, harus dibolehkan secara bebas untuk mengejar seluruh kepentingannya sendiri dengan menggunakan caranya sendiri, serta diperbolehkan bersaing dengan orang lain di bidang usaha dan pengumpulan modal. (Frensidy: 2023)
Pandangan Frensidy sendiri ditolak oleh Denni Puspa Purbasari yang menyatakan Smith tidak berbicara tentang kapitalisme khususnya dalam karyanya “Wealth of Nation”, Menurut Denni, terdapat kesalahpahaman pada anggapan kapitalisme selalu berhubungan dengan pengusaha besar yang menanamkan modalnya ke berbagai sektor, karena tidaklah disebut kapitalis seorang pengusaha kaya yang hanya mendepositokan uangnya di bank dan tidak berputar, sebutan kapitalis hanya disematkan kepada pengusaha baik kecil maupun besar yang terus menerus memutar capital (modal) untuk usahanya yang lain. (Purbasari: 2008)
Salah satu yang kemudian muncul sebagai counter atas sistem kapitalis yaitu sistem ekonomi Islam, yang memiliki nilai-nilainya sendiri yaitu Nilai dasar kepemilikan, keadilan, keseimbangan, kebebasan, dan kebersamaan. Kelima nilai mendasar yang dikembangkan para ahli ekonomi Islam menjadikan al-Quran sebagai pusat orientasinya dengan berpola pada tiga pihak yang memiliki hak kepemilikan yaitu Allah swt, Jamaah dan Pribadi. (Latif: 2014).
Meskipun ada hal yang harus dijadikan poin penting dalam ekonomi yaitu kaitannya dengan kemaslahatan manusia yang sangat dinamis sedangkan ayat al-Qur’an tidak seluruhnya bersifat teknis membicarakan ekonomi tetapi lebih banyak hadir dalam bentuk umum. Pada akhirnya untuk menyelesaikan kesenjangan realitas kehidupan dan nash yang ada maqashid syariah menjadi pintu penengah dengan berbagai macam alatnya salah satunya dengan mengaitkannya dengan ilmu tafsir, yang akhir-akhir ini dikenal istilah Tafsir Maqashidi. (Aziz: 2023).
Ayat Tabzir merupakan salah satu ayat yang menarik untuk menjadi fokus utama dalam mengkritik kapitalisme dengan menggunakan perspektif tafsir maqasid, khususnya dalam menjawab “Bagaimana Islam dalam firman Allah swt memberikan penegasan yang sangat berbeda dengan nilai ekonomi atau kegiatan ekonomi yang dianut dalam sistem kapitalis yang seolah memberikan kekuatan tanpa batas pada ranah individu untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya. Jawabannya dapat diuraikan melalui firman Allah swt pada QS. Al-Isra (17):26-27
وَاٰتِ ذَا الْقُرْبٰى حَقَّهٗ وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا
Berikanlah kepada kerabat dekat haknya, (juga kepada) orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.
Ayat ini mengandung kosakata yang sangat penting khususnya dalam ekonomi untuk dijelaskan sebelum memberikan pandangan para ahli tafsir diantaranya yaitu, kata وَاٰتِ yang merupakan sebuah kata kerja الإيتاء secara hakikat dimaknai sebagai bentuk pemberian berupa materi atau benda, sedangkan secara majaz dapat dimaknai dalam bentuk pemberian maknawi seperti berbuat baik. (Asyur:1997)
Kata kedua تَبْذِيْرًا adalah perbuatan menghabiskan harta secara berlebihan pada hal yang tidak penting atau bukan porsinya, Imam al-Syafii memaknai dengan infak harta pada seseorang yang bukan haknya, sedangkan Jumhur ulama memakna dengan larangan berlebih-lebihan pada perbuatan baik. Qurtubi menjelaskan haramnya perbuatan Tabzir dengan mendalilkan QS. al-Isra’ ayat 27. (Al-Qurtubi: 1964)
Penyebab turunnya ayat tabzir ini dapat dirujuk pada karya Asbabun Nuzul Imam al-Suyuti, yang dimana al Tabrani meriwayatkan hadis dari Sa’id al-Khudri yang berkata, “ketika ayat” وَاٰتِ ذَا الْقُرْبٰى حَقَّهٗ turun, Rasulullah saw. memanggil putrinya Fatimah lalu memberikan tanah di daerah Fadak. Komentar Ibnu Katsir menyatakan bahwa hadis tersebut janggal disebabkan informasi turunnya ayat menjelaskan seolah ayat tabzir ini masuk dalam ayat Madaniyah dikarenakan pembagian tanah tadi, padahal pendapat mahsyur menyebutkan ayat ini adalah ayat makkiyah. (As-Suyuthi: 2014).
Sebagaimana penjelasan kosakata dan penyebab turunnya ayat, QS. al-Isra’ 26-27 secara khusus oleh para ahli tafsir merupakan ayat yang membahas perilaku mubazir. Penjelasan perilaku ini diawali dengan rangkaian ayat sebelumnya membahas perilaku berbuat baik kepada orang tua, sedangkan pada ayat 26 diawali dengan memberikan sesuatu atau berbuat baik kepada kerabat terlebih dahulu, baru diikuti dengan orang lain yaitu fakir miskin dan Ibnu Sabil.
Adapun jenis pemberian yang didasarkan pada pendapat ulama tentang hak yang dimaksud dalam ayat adalah, bentuk kasih sayang, silaturahmi, interaksi sosial, infak dan lain sebagainya. Perdebatan ulama fikih terkait dengan pemberian kepada kerabat juga dicantumkan wahbah dalam tafsirnya, dimana Mazhab Abu Hanifah menetapkan wajib untuk memberikan kerabat yang merupakan saudara perempuan dan laki-laki, serta kedua orang tua,
Imam al-Syafii menetapkannya sebagai wajib, sedangkan Jumhur menetapkan tidak wajib untuk kerabat lainnya kecuali untuk ushul (ayah dan ibu) dan furu’ (anak) (al-Zuhaili 1991). Pada akhir ayat 26 dan dilanjutkan pada ayat ke 27, Allah swt menegaskan tentang perilaku mubazzir, yang kemudian dijadikan fokus utama ayat ini dalam banyak tulisan tentang perilaku mubazzir. Ayat 27 Allah memberikan perumpamaan dengan menyatakannya sebagai saudara setan, dan menjelaskan bagaimana keingkaran setan terhadap Allah swt dan menjadikannya dilaknat. (Al-Zuhaili :1991).
Al-Dharuriyat al-Khamsah yang menjadi isu penting dalam Maqashid Syariah terdiri atas lima prinsip dasar yang harus dipelihara dan dipertahankan yaitu agama, jiwa, keturunan, akal dan harta. Setiap ijtihad dalam Islam harus menghadirkan dan memastikan terwujudnya maqasid pada setiap penafsiran dan penerapan teks-teks hukum yang bersumber dari al-Quran dan Hadis (Amin: 2022). Olehnya tafsir maqasid yang dikembangkan beberapa pakar merupakan bagian dari ijtihad maqasid versi ahli tafsir.
Isu besar yang dikaitkan dalam teks ayat tabzir merupakan permasalahan pemeliharaan terhadap harta dalam konteks kemasyarakatan, hal ini dapat terlihat dari cara Zuhaili menyusun tafsirnya dan menempatkan judul “dasar-dasar pengaturan masyarakat yang beriman” pada rangkaian QS. al-Isra’ ayat 23 – 230. Pada penjelasan tafsir tentang hikmah dan maqsad dibalik larangan tabzir, sebab harta merupakan alat bayar dan pemuas atas apa yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya pada konteks primer, sekunder dan tersier.
Apabila pemenuhan keinginan dengan harta tadi masih memperhatikan tangga-tangga kebutuhan dan mencukupkan dirinya dengan hal-hal pokok maka tidak akan terjadi ketimpangan dalam masyarakat, tetapi apabila pihak yang mempunyai keluasan materi dan harta berlebihan dalam memenuhi kebutuhannya dan rakus untuk menguasai segala lini maka pasti akan mempengaruhi orang lain yang terbatas hartanya atau bahkan kekurangan sehingga menciptakan kerusakan dalam tatanan kemasyarakatan secara ekonomi. (Asyur: 1997)
Pada kapitalisme sendiri, pembatasan bagi kebutuhan manusia tidak pernah menjadi subjek pembahasan, melainkan terletak pada bagaimana memproduksi barang dan jasa. Permasalahan ekonomi yang harus dipecahkan dalam sistem kapitalis yaitu(Gunawijaya 2017) Apa yang harus diproduksi dan dalam jumlah berapa?, bagaimana sumber ekonomi yang tersedia dipergunakan memproduksi barang kebutuhan?, dan kepada siapa barang tersebut diproduksi dan bagaimana distribusinya?
Islam sendiri memandang hal yang berbeda dengan apa yang digaungkan kapitalis dengan harta dan ekonomi, tujuan maqasid syariah pada bidang harta berkaitan dengan pelestarian dan pertumbuhan, karena harta terdiri dari banyak faktor yang saling melengkapi atau disebut juga aggregate, dan untuk menjaga seluruh faktor yang ada maka dibutuhkan pengaturan pada level publik dan privat. (Ashur: 2006).
Salah satu penjagaan level publik terhadap harta dapat dilihat pada ayat tabzir, dalam larangan untuk tidak melampaui batas pada level penggunaan harta dari kelompok orang-orang yang memilki harta secara tidak langsung menjaga komunitas masyarakat. Sebab terkadang pada orang-orang yang mempunyai kelebihan, keinginanya juga menjadi tidak terbatas karena berbagai faktor.
Hal lain yang bisa diambil dari ayat tabzir kaitannya dengan ekonomi, bahwa konsep memberi yang sebanyak-banyaknya pada kerabat dan orang-orang yang membutuhkan tidak akan pernah dianggap perbuatan yang melampaui batas. Sebaliknya konsep ini tidak pernah ada dalam sistem kapitalis, urusan perbuatan baik bukanlah urusan ekonomi, sedangkan ayat tabzir memberikan gambaran yang sangat jelas bahwa muamalah dalam bentuk apapun yang didasari dengan kebaikan kepada sesama akan menunjang dan menguatkan masyarakat dan akan menegguhkan penjagaan maqasid syariah pada bidang harta.
Daftar pustaka
Al-Qurtubi, AbuAbdillah. 1964. Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an. Kairo: Dar al-Kutub al-Misriyah.
al-Zuhaili, Wahbah. 1991. Tafsir Al Munir Fi Al-Aqidah Wa Al-Syariah Wa Al-Manhaj. First. Damaskus: Dar al-Fikri.
Amin, Abd Rauf Muhammad. 2022. Esai Esai Maqasid Al-Syariah. 1st ed. Depok: Rajawali Pers.
As-Suyuthi, Imam. 2014. Asbabun Nuzul: Sebab-Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an. Vol. 1. Pustaka Al-Kautsar.
Ashur, Muhammad Al-Tahir Ibn. 2006. Treatise on Maqasid Al-Shariah. Washington: The International Institute of Islamic Tought.
Asyur, Tahir Ibn. 1997. Tafsir Al-Tahrir Wa Al-Tanwir. Tunisia: Dar al-Tunisia li al-Nasyr.
Aziz, Abdul. 2023. “Paradigma Pemikiran Tafsir Maqashidi Abdul Mustaqim.” IbihTafsir.Id. 2023. https://ibihtafsir.id/2023/11/15/paradigma-pemikiran-tafsir-maqashidi-abdul-mustaqim/.
Frensidy, Budi. 2023. “Perkembangan Kapitalisme Yang Mulanya Tidak Stabil – Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Indonesia.” Https://Feb.Ui.Ac.Id/2023/08/01/Budi-Frensidy-Perkembangan-Kapitalisme-Yang-Mulanya-Tidak-Stabil/. 2023. https://feb.ui.ac.id/2023/08/01/budi-frensidy-perkembangan-kapitalisme-yang-mulanya-tidak-stabil/.
Gunawijaya, Rahmat. 2017. “Kebutuhan Manusia Dalam Pandangan Ekonomi Kapitalis Dan Ekonomi Islam.” Jurnal Al-Maslahah 13 (1): 131–50.
Heilbroner, Robert L. 2023. “Adam Smith | Biography, Books, Capitalism, Invisible Hand, & Facts | Britannica.” Https://Www.Britannica.Com/Biography/Adam-Smith. 2023. https://www.britannica.com/biography/Adam-Smith.
Latif, Abdul. 2014. “Nilai-Nilai Dasar Dalam Membangun Ekonomi Islam.” DIKTUM: Jurnal Syariah Dan Hukum 12 (2): 153–69.
Purbasari, Denni Puspa. 2008. “Memahami Kembali Kapitalisme Adam Smith – Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.” Https://Pasca.Ugm.Ac.Id/v3.0/News/Id/3. 2008. https://pasca.ugm.ac.id/v3.0/news/id/3.
Sumarsono, Dicky. 2016. “Sistem Perekonomian Negara-Negara Di Dunia.” Jurnal Akuntansi Dan Pajak 16 (02). https://doi.org/10.29040/jap.v16i02.146.