Mental Health menjadi masalah kesehatan yang paling banyak dialami oleh manusia di seluruh dunia. Data per-september 2023 dari IPSOS menunjukkan bahwa Mental Health menjadi concern tertinggi di 31 negara di seluruh dunia, mengalahkan virus corona dan kanker (IPSOS, 2023: 6). Lebih lanjut, Gen Z (48%) dan Wanita (50%) menjadi responder terbanyak yang memilih mental health (WHO, 2023) (IPSOS, 2023: 31-32).
Banyaknya penderita gangguan kesehatan mental ini tidak lepas dari sebuah fenomena bernama imposter syndrome (Ati dkk, 2015: 6). Salah satu faktor penyebab imposter syndrome adalah jiwa perfeksionis dan standar diri yang tidak realistis. Dua sifat tersebut akan melahirkan impostor dalam dirinya, sehingga mentalnya menjadi kian bermasalah.
Fenomena ini kian mengkhawatirkan seiring perkembangan media sosial. Pertahun 2019, sebanyak 301 juta orang di dunia menyandang gangguan kecemasan (WHO, 2023). Di Indonesia, penderita gangguan kecemasan terdata sebanyak 269.58 juta penderita (Dattani, 2023). Dengan kemudahan akses terhadap kehidupan dan pencapaian orang lain, imposter syndrome pun menjadi lebih banyak dialami oleh masyarakat digital (Foster, 2023: 5-8).
Dari realita di atas, kesehatan mental menjadi hal yang penting untuk dikaji. Lalu, bagaimana cara menghadapi kesehatan mental ini? Tulisan ini akan menganalisis penyebab gangguan Kesehatan mental dan menawarkan solusi untuk menghadapinya berdasarkan Al-Qur’an dan tafsir.
PEMBAHASAN
Imposter Syndrome
Imposter syndrome atau impostor phenomenon adalah istilah untuk fenomena di saat seseorang merasa sulit menerima bahwa dirinya berbakat dan kompeten. Mereka justru menganggap kesuksesan mereka disebabkan oleh faktor eksternal yang tidak berhubungan dengan kemampuan mereka (Clance dkk, 1995: 80).
Fenomena ini pertama kali diteliti oleh Clance pada tahun 1978 bersama Imes dengan teknik sampling pada 150 wanita (Clance & Imes, 1978: 1). Ia melakukan penelitian tersebut karena melihat banyaknya wanita yang unggul dalam karir akademik tapi selalu mengalihkan alasan keberhasilannya tersebut pada keberuntungan.
Seiring perkembangan penelitian, imposter syndrome ternyata pengalaman batin yang tidak terbatas jenis kelamin tertentu. Ia juga dapat dialami oleh lintas gender, dan lintas status sosial.
Gejala
Imposter Syndrome ditandai dengan keraguan diri, perasaan tidak pantas, dan kesulitan untuk menerima pencapaian diri sendiri. Meskipun memiliki bukti nyata tentang kemampuannya, orang yang mengalami sindrom ini cenderung mengaitkan kesuksesan mereka dengan faktor eksternal seperti keberuntungan dan lainnya (Foster, 2023: 2).
“Saya tidak pantas atas apa yang telah saya capai saat ini.”, “Saya tidak pantas sebagai awardee suatu penyedia beasiswa atau menjuarai berbagai perlombaan.”, atau “Apa yang saya capai selama ini hanya karena keberuntungan atau karena terjadi kesalahan teknis/administrasi belaka.” Semua pernyataan bernada negatif terhadap diri tersebut merupakan indikasi bahwa ia sedang mengalami imposter sysndrome.
Ada banyak gejala yang terjadi kepada penderita imposter syndrome. Di sini, penulis membatasinya pada 2 gejala utama: self-doubt dan anxiety (Gholamipour, 2023: 60). Penulis memilih dua gejala ini karena keduanya dapat mewakili gejala-gejala lainnya.
Treatment Berdasarkan Refleksi Q.S. Al-Syu’ara: 12-15
Dalam Al-Qur’an, kisah percakapan Nabi Musa dengan Tuhan dapat menjadi refleksi yang menghadirkan solusi terhadap problem ini. Dikisahkan pada suatu waktu, Nabi Musa mengadukan pada Allah tentang kekhawatirannya menghadapi Fir’aun (Q.S. Al-Syu’ara: 12-14).
قَالَ رَبِّ إِنِّىٓ أَخَافُ أَن يُكَذِّبُونِ (الشعراء: ١٢)
وَیَضِیقُ صَدۡرِی وَلَا یَنطَلِقُ لِسَانِی فَأَرۡسِلۡ إِلَىٰ هَـٰرُونَ (الشعراء: ١٣)
وَلَهُمْ عَلَىَّ ذَنۢبٌۭ فَأَخَافُ أَن يَقْتُلُونِ (الشعراء: ١٤)
“Dia (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh, aku takut mereka akan mendustakan aku, sehingga dadaku terasa sempit dan lidahku tidak lancar maka utuslah Harun (bersamaku), Sebab aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.”
Di sini, Nabi Musa mengadukan 3 kekhawatirannya pada Allah (Al-Alusi, 1994: 65). Namun, yang ada dua yang perlu diperhatikan dalam pembahasan ini, yaitu, “khauf” (kekhawatiran) dan “Yadhiqu shadriy” (dada yang sempit). Dalam ilmu psikologi, “khauf” dan “yadhiqu shadry” disebut Anxiety dan insecure atau Self-doubt.
Penelitian terdahulu telah membahas secara mendalam dan menemukan bahwa kecemasan atau anxiety dan self-doubt merupakan gejala yang paling sering dialami oleh penderita imposter syndrome (Fraenza, 2016: 236) (Clance & O’Toole, 1988: 2). Seseorang yang mencemaskan akan masa lalu dan masa depan serta mempertanyakan keberhasilan yang ia capai.
Perasaan kecemasan dan keraguan pada diri sendiri mengantarkan kepada apa yang disebut the imposter cycle (Clance & O’Toole, 1988: 4). Yaitu, siklus yang mengurung penderitanya dalam lingkaran perasaan negatif terhadap sesuatu yang tidak nyata.
Dalam hal ini, Nabi Musa dihadapkan dengan tugas mendakwahi Fir’aun. Nabi Musa merasa cemas akan kegagalan dakwahnya (anxiety) sekaligus merasa tidak mahir dalam berbicara (self-doubt). Nabi Musa kemudian mengerjakan tugasnya dengan perasaan anxiety-nya dan self-doubt-nya. Kemungkinan yang ada kemudian adalah, ia mengerjakannya dengan persiapan yang extra (anxiety), atau mengerjakannya dengan upaya seadanya (self-doubt).
Jika ia berhasil dengan cara seadanya, ia akan menyandarkan keberhasilannya kepada hal yang external. Keberhasilannya bukan karena usahanya yang sekadarnya. Mungkin ia sandarkan pada keberuntungan atau hal selain karena kapabilitasnya. Jika ia berhasil dengan kerja extra, ia tetap akan terjebak dalam anxiety-nya. Keberhasilan tersebut bukan karena kemampuannya yang hebat, tapi dengan penderitaan. Siklus pun bertambah kuat.
Yang menarik kemudian adalah respon dari Allah kepada Nabi Musa:
قَالَ كَلَّا ۖ فَٱذْهَبَا بِـَٔايَـٰتِنَآ ۖ إِنَّا مَعَكُم مُّسْتَمِعُونَ (الشعراء: ١٥)
“(Allah) berfirman, “Jangan takut. Maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami, sungguh, Kami bersamamu mendengarkan”
Dari ayat di atas, terapi yang Allah berikan kepada Nabi Musa untuk mengatasi anxiety yang ia alami setidaknya dengan 2 cara: word of affirmation (ungkapan afirmasi), dan accompaniment (pendampingan).
Al-Alusi dalam tafsirnya menjelaskan mengenai jawaban Allah terhadap Nabi Musa. Dikatakan bahwa model jawaban tersebut berupa jawaban untuk menghibur dan menguatkan hati Nabi Musa atas apa yang ia khawatirkan (Al-Alusi, 1994: 66-67). Al-Alusi mengibaratkan perkataan Allah kepada Nabi Musa dengan:
“Berangkat lah. Jangan takut. Yang kamu khawatirkan tidak akan terjadi. Aku bersamamu.”
“Bersamamu” ini tidak sebatas perkataan. Dalam tafsir Al-Tahrir wa al-Tanwir, “Kami bersamamu mendengarkan” dijelaskan bahwa, kebersamaan yang Allah berikan pada Nabi Musa adalah termasuk kebersamaan ilmu Allah dengan Nabi Musa (‘Asyur, 1969:109).
Detail terapi juga dijelaskan pada 2 ayat berikut:
قَالَ لَا تَخَافَآ إِنَّنِى مَعَكُمَآ أَسْمَعُ وَأَرَىٰ (طه: ٤٦)
“Dia (Allah) berfirman, “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.” (Thaha: 46)
“Kami mendengar dan melihat kamu” menggambarkan pendampingaan hubungan terapeutik non-otoriter.
Selanjutnya, pada ayat berikut:
قَالَ سَنَشُدُّ عَضُدَكَ بِأَخِيكَ وَنَجْعَلُ لَكُمَا سُلْطَـٰنًۭا فَلَا يَصِلُونَ إِلَيْكُمَا بِـَٔايَـٰتِنَآ أَنتُمَا وَمَنِ ٱتَّبَعَكُمَا ٱلْغَـٰلِبُونَ (القصص: ٣٥)
Dia (Allah) berfirman, “Kami akan menguatkan engkau (membantumu) dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua Sultan, maka mereka tidak akan dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamu yang akan menang.”
Kata “sulthanan”, oleh Ibnu ‘Asyur, di ayat tersebut bermakna “Pemenang” dan “fa laa yashiluuna ilaikuma” berarti ketidak mampuan Fir’aun dan pasukannya dalam menghadapi Nabi Musa dan Nabi Harun (‘Asyur, 1969: 117). Penafsiran senada juga diungkapkan oleh Al-Alusi dalam tafsirnya (Al-Alusi, 1994: 66-67).
Ayat di atas mengisyaratkan penguatan hati Nabi Musa dengan ucapan-ucapan yang membatalkan apa yang Nabi Musa Khawatirkan. Yaitu, berupa ketidakmampuan Fir’aun untuk menentang Nabi Musa dan Nabi Harun dalam adu argumen (‘Asyur, 1969: 117).
Menarik bahwa, dari rangkaian ayat di atas, tidak ditemukan lafadzh “ilah”, “rabb”, atau kata serupa dari perspektif Allah. Hanya ada kata “rabb” yang berarti Tuhan sebagai pembimbing, itu pun diucapkan oleh Nabi Musa kepada Allah. Allah seolah memosisikan diri-Nya sebagai pendamping.
Allah bisa saja menyelesaikan persoalan Nabi Musa sekejap. Namun, cukup dengan pendampingan yang baik, penderita imposter syndrome dapat lebih menerima dirinya seutuhnya.
Referensi
‘Asyur, Ibnu, Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Juz 19, Al-Dar al-Tunisiyah li al-Nasyr, Tunisia: 1969.
‘Asyur, Ibnu, Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Juz 20, Al-Dar al-Tunisiyah li al-Nasyr, Tunisia: 1969.
Al-Alusi, Mahmud, Ruh al-Ma’ani Tafsir al-Qur’an al-Azhim wa al-Sab’i Matsani, Juz 19, Dar al-Kutub, Libanon: 1994.
Ati, Endah Suryaning dkk, Peran Impostor Syndrome dalam Menjelaskan Kecemasan Akademis pada Mahasiswa Baru, Jurnal Mediapsi, Vol. 1, No. 1, Malang: 2015.
Clance, Pauline Rose dan Suzanne Imes, The Imposter Phenomenon in High Achieving Women: Dynamics and Therapeutic Intervention, Psychotherapy Theory, Research and Practice, Vol. 15, No. 3, 1978.
Clance, Pauline Rose dkk, Impostor Phenomenon in an Interpersonal/Social Context: Orogins and Treatment, Women & Theraphy, vol. 16 (4), The Haworth Press Inc, 1995.
Clance, Pauline Rose Maureen Ann O’Toole, The Imposter Phenomenon: An Internal Barrier to Empowerment and Achievement, The Haworth Press, Inc., England: 1988.
Dattani, Saloni, Mental Illnesses Prevalence, Our World in Data: How are mental illnesses defined? [website], https://ourworldindata.org/how-are-mental-illnesses-defined#anxiety-or-fear-related-disorders, disunting pada tanggal 26 Mei 2023.
Foster, Olivia, Beyond the Mask: Uncovering the Truth about Imposter Syndrome, Bookademy, Desember 2023.
Fraenza, Christy B., The Role of Social Influence in Anxiety and the Imposter Phenomenon, Online Learning, Vol. 20, Amerika: 2016.
Gholamipour, Niloufar dkk, Prediction of Imposter Syndrome in Gifted Female Students based on Ego Development, Self-efficacy, and Self-awareness, International Journal of Behavioral Sciences, 2023.
IPSOS, IPSOS Globab Health Service Monitor 2023: A 31-country global survey, September 2023
WHO, Anxiety disorders [website], https://www-who-int.translate.goog/news-room/fact-sheets/detail/anxiety-disorders?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc , disunting pada tanggal 27 September 2023