Di bagian sebelumnya, telah dibahas mengenai riwayat hidup dan garis besar pemikiran Tizini.[1] Pada bagian ini, akan mengkaji khusus pada karakteristik pandangan Tayyib Tizini tentang pluralitas interpretasi Al-Qur’an di tengah persaingan ideologi yang beragam dalam konteks masyarakat Arab kontemporer.
Pluralitas Interpretasi Al-Qur’an perspektif Tayyib Tizini
Pluralitas interpretasi Al-Qur’an adalah salah satu tema utama yang menjadi pusat perhatian Tizini dalam proyek filosofisnya. Dia secara kritis mengkaji upaya kelompok maupun individu dalam menafsirkan makna teks Al-Qur’an dengan berbagai ideologi, kepentingan, dan tendensi yang mereka usung. Hal ini menghasilkan beragam tafsir dan pembacaan terhadap teks Al-Qur’an. Pluralitas interpretasi ini terlihat jelas dalam konteks istilah-istilah yang terkait dengan aktivitas politik atau dialektika kekuasaan-kebudayaan. (Tizini, Al-Islām wa As’ilat al-Asr al-Kubrā¸ 113)
Bagi Tizini, setiap pembacaan Al-Qur’an oleh seorang interpreter (pembaca) merupakan representasi dari skema konseptual sosial-masyarakat yang telah terinternalisasi, yang ia sebut sebagai al-wad’īyah al-ijtimā’īyah al-mushakhkhasah. Perbedaan dalam skema konseptual sosial-masyarakat ini menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi terjadinya pluralitas interpretasi Al-Qur’an. Tizini juga mengakui bahwa Al-Qur’an, yang diturunkan pada abad ketujuh, tidaklah menjadi sebuah teks yang terlepas dari konteks historis masyarakat pada masa itu, yang memiliki episteme dan beragam kepentingan seperti politik, ekonomi, moralitas, dan lain sebagainya. (Tīzīnī, Al-Nass al-Qur’ānī: Amām Ishkālīyat al-Bunyah wa al-Qirā’ah, 56)
Menurut Tizini, kedua elemen tersebut dapat dilihat secara dialektis sebagai hubungan antara penanda (signifier) dan tinanda (signified), atau dalam terminologi Tizini disebut sebagai jadalīyat al-dāl wa al-madlūl. Di sini, teks Al-Qur’an dipandang sebagai penanda (al-dāl) dan realitas masyarakat pada abad ketujuh sebagai tinanda (al-madlūl), yang keduanya saling memengaruhi, terkait, dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Dalam aktivitas interpretasi, menurut Tizini, terdapat setidaknya dua struktur yang selalu dinamis dan saling berkaitan dalam proses dialektis: teks Al-Qur’an (al-maqrū) dan pembaca/penerjemah (al-qāri). (Tīzīnī, Al-Nass al-Qur’ānī: Amām Ishkālīyat al-Bunyah wa al-Qirā’ah, 92-93)
Dalam penelitian arkeologis, fokus sering kali ditempatkan pada objek-objek, seperti artefak tanpa konteks, sisa-sisa artikel dari masa lalu, atau monumen yang telah terdiam. Bagi Tizini, teks Al-Qur’an dan realitas empiris masyarakat yang terinternalisasi adalah dua hal yang menjadi objek dari pluralitas interpretasi, karena tanda-tanda pluralitas sangat terlihat pada kedua struktur tersebut.
Struktur Teks Al-Qur’an
Proses penurunan wahyu Al-Qur’an yang bersifat abstrak dan trans-historis, yang diabadikan dalam bentuk teks Al-Qur’an, merupakan transformasi dari keidealan Tuhan menuju realitas yang beragam dan plural dari umat manusia. Ini berarti bahwa Al-Qur’an telah berpindah dari ranah ilahi ke ranah manusiawi.
Fakta bahwa Al-Qur’an diturunkan secara bertahap (munajjaman) dan dianggap sebagai pelengkap bagi kitab-kitab suci sebelumnya (mutammiman), menunjukkan bahwa Al-Qur’an hadir untuk menanggapi realitas sosial-masyarakat sesuai dengan posisi sosialnya (kelompok, kelas, organisasi, kebangsaan, dan umat), kerangka pengetahuan atau epistemologi masyarakatnya (tingkat pengetahuan tentang ilmu alam, sosial, dan humaniora), serta ideologinya (politik, agama, moralitas, dan estetika), dan juga etnisnya (afinitas rasial atau suku bangsa). Dalam konteks ini, Al-Qur’an berfungsi sebagai pembangun, pelengkap, dan pembentuk paradigma sosial-masyarakat. (Tīzīnī, Al-Nass al-Qur’ānī: Amām Ishkālīyat al-Bunyah wa al-Qirā’ah, 133)
Dalam kerangka pluralitas interpretasi, Tizini menegaskan bahwa teks Al-Qur’an memiliki karakteristik struktur yang terbuka (bunyah maftūbah), sehingga memungkinkan untuk ditafsirkan secara beragam dan dimaknai dengan berbagai penafsiran, sebagaimana yang ditegaskan oleh Imam ‘Alī bin Abi Talib sebagai teks yang hammal al-wujah (memiliki banyak dimensi makna). (Tīzīnī, Al-Nass al-Qur’ānī: Amām Ishkālīyat al-Bunyah wa al-Qirā’ah, 124)
Hal tersebut tercermin dari karakteristik struktur internal teks Al-Qur’an yang dirumuskan oleh Tizini antara lain; Pertama, terdapat generalitas (al-mujmal) dan universalitas (al-‘umum) dalam struktur Al-Qur’an. Kedua, terdapat masalah dalam kesamaran dan kejelasan makna (muhkam dan mutasyabih). Ketiga, redaksi bahasa Al-Qur’an memiliki struktur yang memungkinkan berbagai interpretasi, begitu pula dengan pemahamannya. Keempat, struktur tersebut mendorong pembaca untuk menelusuri makna yang tersembunyi di balik makna yang jelas. Kelima, Al-Qur’an diturunkan secara bertahap, sesuai dengan konteks historis tertentu. Keenam, penurunannya didasarkan pada asbab al-nuzul, atau sebab-sebab turunnya ayat, untuk memenuhi kebutuhan manusia akan petunjuk, rahmat, nasihat, kabar gembira, dan ketenangan jiwa. (Tīzīnī, Al-Nass al-Qur’ānī: Amām Ishkālīyat al-Bunyah wa al-Qirā’ah, 124)
Struktur Pemahaman Pembaca atau Penafsir Al-Qur’an
Menurut Tizini, pemahaman manusia tidak terlepas dari konteks pengetahuan yang mengelilingi mereka dalam suatu periode tertentu (episteme). Tizini juga menekankan pengaruh yang signifikan dari ideologi dalam proses menafsirkan, baik itu disadari atau tidak, atau diungkapkan dengan jelas atau terselubung, dalam konteks interpretasi Al-Qur’an. Dia menegaskan bahwa setiap kegiatan menafsirkan teks Al-Qur’an tidak terjadi secara langsung, melainkan dipengaruhi oleh pengetahuan dan ideologi yang telah terbentuk dalam diri pembaca. Menurut Tizini, struktur kognitif dan episteme (al-ma’rifiyah), serta struktur ideologi (al-idūlājīyah), merupakan mediator yang menghubungkan antara pembaca dengan teks Al-Qur’an. (Tizini, Al-Islām wa As’ilah, 127.)
Dalam aktivitas penafsiran yang dilakukan oleh interpreter atau pembaca, teks Al-Qur’an tidak dipandang hanya dalam satu dimensi atau satu cakrawala pengetahuan saja. Hal ini karena realitas faktual masyarakat yang telah terinternalisasi (al-wadīyah al-ijtimā’īyah al-mushakhkhaşah) secara sosio-kultural, ekonomi-politik, etnis, dan lain sebagainya senantiasa mengalami perkembangan, perluasan, dan berjalan dalam kompleksitas yang rumit. (Tizini, Al-Islām wa As’ilah, 127.)
Kompleksitas dalam aktivitas penafsiran Al-Qur’an, menurut Tizini, tercermin dalam lima ranah yang dinamis dalam pembentukan skema konseptual sosial-masyarakat. Pertama, dari sudut pandang historis, perbedaan jarak waktu antara teks dan pembaca (haql tarikhi) menunjukkan perluasan dan kompleksitas yang mencolok. Kedua, dalam ranah sosio-budaya (baql süsin-thaqafi), kompleksitas tersebut tercermin dalam perbedaan produksi kebudayaan antara masyarakat Arab abad ketujuh dan masa setelahnya. Ketiga, dalam ranah etnis (haql itni), perluasan dan perkembangan ditandai oleh beragamnya suku dan bangsa yang masuk dalam agama Islam. Keempat, dari segi geografis (haql jughrāfi makanı), perbedaan geografis antara wilayah Hijaz sebagai tempat lahirnya Islam dan wilayah lain menimbulkan perbedaan moralitas, psikologis, dan kebudayaan. Terakhir, dalam ranah geografi sosio-ekonomis (haql jughrāfi sūsin-iqtisādi), kompleksitas tercermin dalam perbedaan fenomena sosial terkait dengan hubungan produksi dan konsumsi di berbagai wilayah geografis. (Tizini, Al-Islām wa As’ilah, 127.)
Selain kelima wilayah yang disebutkan di atas, Tizini menambahkan dua ranah lagi yang berpotensi memengaruhi cara pandang dan cakrawala pengetahuan masyarakat secara umum, serta pembaca secara khusus. Pertama, ranah biologis (haql al-jinsi), yang mencakup pandangan patriarki bagi laki-laki dan pandangan feminis bagi perempuan. Kedua, ranah perbedaan usia (haql al-jīli), yang mempertimbangkan usia pembaca, apakah mereka remaja, pemuda, atau orang tua. Perkembangan kondisi realitas masyarakat dalam berbagai bentuknya kemudian menjadi jelas dan terurai dengan mempertimbangkan ranah-ranah yang disebutkan di atas.
Catatan: Tulisan selanjutnya akan memfokuskan pada Arkeologi Pengetahuan Tayyib Tizini dalam mengurai pluralitas interpretasi Al-Qur’an.
Daftar Referensi
Tizini, Tayyib. “Islam dan persoalan-persoalan Besar Kontemporer: Problematika, Kritik, dan Prediksi.” Muhammad Saīd Ramadān al-Būthī dan Tayyib Tizini. Finding Islam: Dialog Tradisionalisme- Liberalisme Islam. terj. Ahmad Mulyadi dan Zuhairi Misrawi. Jakarta: Erlangga, 2002.
__________ “Al-Islȃm wa As’ilat al-‘Ashr al-Kubrā.” Muhammad Saīd Ramadan al-Būtī dan Tayyib Tizini, Al-Islām wa al-‘Ashr: Tahaddiyāt wa Āfāq. Damaskus: Dār al-Fikr, 1998.
__________. Al-Nash al-Qur’ānī: Amām Isykālīyat al-Bunyah wa al-Qirā’ah. Damaskus: Dār al-Yanābi. 1997.
__________. Min al-Turās ilā al-Thawrah: Hawl Nazarīyat Muqtarahah li Qadīyah al-Turās al-‘Arabī. Beirut: Dār al-Farabī, 2005.
http://www.arabphilosophers.com/English/philosophers/contemporary/contemporary-names/Tayyeb%20Tizini/ diakses 20 November 2023
[1] https://ibihtafsir.id/2023/12/07/mengenal-tokoh-penting-dalam-kebangkitan-arab-islam-kontemporer-tayyib-tizini-1939-2019-m-bagian-1/