MODELLING PERSPEKTIF AL-QUR’AN; Sebuah Konsep Pendidikan untuk Mewujudkan Manusia Terpelajar

MODELLING PERSPEKTIF AL-QUR’AN; Sebuah Konsep Pendidikan untuk Mewujudkan Manusia Terpelajar
MODELLING PERSPEKTIF AL-QUR’AN; Sebuah Konsep Pendidikan untuk Mewujudkan Manusia Terpelajar

Manusia merupakan organisme terpelajar (Muthahhari 1974, 62). Menurut data yang dikutip oleh J.R. Staffen bahwa manusia memiliki 12.000-60.000 pikiran setiap harinya, 80% dari pikiran tersebut memiliki kecendrungan negatif, dan sebanyak 95% mengulang pikiran yang sama dengan pikiran-pikiran yang telah lalu (Staffen 2022, 49). Data tersebut menunjukkan bahwa manusia tidak lekang dari aktivitas berpikir, baik secara langsung, maupun tidak langsung. Aktivitas berpikir manusia menuntutnya untuk siap menjadi manusia terpelajar.

Terlepas diskursus positif dan negatif pikiran manusia. Albert Bandura seorang psikolog sosial memberikan tanggapan bahwa manusia sebagai makhluk berpikir dan sosial dapat belajar dari apa yang mereka rasa dan mereka lihat. Konsep tersebut dinamakan dengan modelling (Bandura 1971, 5).

Bacaan Lainnya

 

Manusia Terpelajar

            Sebelum membahas lebih lanjut mengenai apa itu manusia terpelajar dengan kacamata modelling Bandura. Maka hal pertama yang harus diketahui adalah tujuan dari sebuah pendidikan. Hal ini untuk memfokuskan pernyataan bahwa manusia dituntut oleh Allah Swt. dalam kehidupan untuk menjadi manusia terpelajar.

Secara umum pendidikan dapat dikatakan mempunyai satu tujuan yakni menghasilkan manusia terpelajar. Lalu muncul sebuah pertanyaan mendasar, apa perbedaan antara manusia terpelajar dengan manusia terdidik? Mengutip perkataan Moore dalam bukunya Philosophy of Education, manusia terpelajar adalah individu yang kemampuan intelektualnya telah dikembangkan, yang dapat memperhatikan, mengingat, dan mereplikasi tindakan yang mereka lihat, baik secara langsung, maupun tidak langsung.  (Moore 2010, 12).

Sedangkan manusia terdidik adalah manusia yang memiliki pemahaman kokoh tentang prinsip-prinsip dasar dalam bidang studi yang mereka geluti. Terikat dengan sistem, atau telah melewati proses formal pendidikan (Moore 2010, 44). Akan tetapi, pendidikan bukanlah hasil akuisisi dari satu atau dua bidang studi, tetapi juga mencakup pembelajaran moral dalam setiap bidang sebagai bagian dari tujuan pendidikan yakni manusia terpelajar. Tulisan ini lebih lanjut akan mengkaji konsep modelling Albert Bandura sekaligus menjadikannya sebagai kacamata dalam menggali pesan-pesan al-Qur’an tentang pendidikan dan proses menjadi manusia pembelajar dalam Islam.

 

Modelling

Modelling adalah sebuah aktivitas peniruan atau meniru (Rahmi 2021, 171), tidak hanya peniruan dalam hal perilaku, tetapi juga meniru dalam ranah norma sosial, pola pikir, dan nilai-nilai (Bandura 1971, 10). Hal ini berarti individu memperhatikan dan mengobservasi setiap perilaku model, lalu mencoba meniru atas apa yang diamati. Namun perlu untuk dicatat bahwa peniruan yang dilakukan tidak 100% sama dengan apa yang ditirukan.

Nah! untuk mewujudkan manusia terpelajar, menghargai proses selama pembelajaran adalah kunci. Setidaknya ada 3 poin dalam konsep modelling selama proses pembelajaran, yakni observation, self-efficacy, and motivation. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Meltzoff dan Williamsom bahwa modelling tidak hanya peniruan langsung, tetapi juga melibatkan observasi, tujuan, dan internalisasi nilai-nilai (Meltzoff dan Williamson 2017).

 

Observation

Observasi adalah peninjauan secara cermat. Ansani mengatakan bahwa kognisi memiliki peran center dalam proses pemilihan dan peniruan model (Ansani dan H. Muhammad Samsir 2022, 3071). Selain itu, lingkungan sosial dan interaksi antar manusia juga memiliki pengaruh yang kuat dalam proses tersebut.  Sebagaimana Sya’rawi dalam Qs. Al-Kahfi [18]: 28 yang menyoroti pentingnya memilih sahabat yang memiliki pengaruh positif terhadap lingkungan sosial (Mutawalli Sya’rawi, t.t., 14:376).

 

Self-efficacy

Poin kedua yaitu kesadaran diri atau dalam term Al-Qur’an dikenal dengan muhasabah. Pada poin ini merujuk kepada keyakinan individu akan kemampuannya dalam mengerjakan tugas yang dipercakan kepadanya (Bandura 2012, 18).

Manusia merupakan makhluk sosial dan selalu berhadapan dengan berbagai kondisi, baik itu di dalam kendalinya maupun di luar kendali dirinya. Ketika kondisi tersebut muncul, rasa dan keyakinan dirinya untuk mampu, atau tidak mampu mengatasi konidisi tersebut akan muncul. Keyakinan dan kemampuan diri ini dalam teori Modelling Bandura dikenal dengan istilah self-efficacy.

Hakikat poin ini adalah bahwa manusia sebagai subjek pembelajar tidak merespon pengaruh lingkungan dengan cara sederhana, melainkan akan menafsirkan dan mencari tahu terlebih dahulu terkait informasi tersebut. Proses ini akan menjadi kontributor bagi lingkungannya sebagai refleksi dalam keseharian (Lianto 2019, 56).

Hal tersebut juga tercermin dalam Qs. Al-Hashr [59]: 19:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”

Quraish Shihab menarasikan ayat ini dengan menekankan kata ‘tuqaddimu’, artinya memperhatikan amal-amal yang dilakukan untuk meraih manfaat di masa datang. Kata ini menjadi kata kunci untuk evaluasi terhadap amal-amal yang telah dilakukan, agar meminimalisir kekurangan dan kesalahan yang sama (Shihab 2017, 13:552).

 

Motivation

Poin ketiga yaitu motivasi. Muhibbin Syah mengatakan bahwa tahap ini adalah tahap penerimaan dorongan yang dapat berfungsi sebagai penguatan, dimana segala informasi bersemayam dalam memori individu (Syah 1990, 113). Motivasi menjadi faktor yang mempengaruhi seberapa aktif individu sebagai manusia terpelajar mengamati, meniru, dan memperoleh perilaku baru dari lingkungan sosialnya.

Motivation dengan Self-efficacy memiliki keterkaitan, dimana tingkat self-efficacy yang tinggi cendrung lebih termotivasi untuk mencoba dan bertahan dalam melaksanakan tindakan yang diinginkan. Winkel membagi motivasi menjadi 2 sumber; Instrinsik dan Ekstrinsik (Winkel 1991, 95).

Instrinsik merupakan bentuk motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri tanpa ada dorongan dan paksaan dari orang lain. Individu akan terasa termotivasi untuk meniru perilaku yang mereka anggap menarik dan bermakna secara pribadi. Sedangkan Ekstrinsik merupakan motivasi yang berasal dari faktor eksternal, seperti hukuman. Pada bentuk ini, individu akan termotivasi untuk meniru perilaku agar terhindar dari hukuman negatif.

Motivasi merupakan dapur pacu untuk menggapai tujuan pemodelan dan menjadi manusia terpelajar. Oleh sebab itu, motivasi memiliki pengaruh yang besar terhadap segala pencapaiannya, baik itu bersifat positif mapun negatif. Sebagaimana yang telah diterangkan dalam Qs. al-Zalzalah: 7-8:

 

فَمَنۡ يَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَيۡرًا يَّرَهٗ ؕ‏ وَمَنۡ يَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ

Artinya: Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.”

Meskipun Al-Quran dan Albert Bandura tidak secara khusus membahas konsep manusia terpelajar, akan tetapi konsep yang diterangkan dari keduanya memiliki nilai yang sama dan saling mendukung dalam mewujudkan manusia terpelajar, yakni adanya pengaruh kognisi, keyakinan diri, dan motivasi dalam prosesnya.

 

 

Daftrar Pustaka

Ansani dan H. Muhammad Samsir. 2022. “Teori Pemodelan Bandura.” Jurnal Multidisiplin Madani 2 (7): 3067–80. https://doi.org/10.55927/mudima.v2i7.692.

Bandura, Albert. 1971. Social Learning Theory. Stanford University: General Learning Press.

———. 2012. “On the Functional Properties of Perceived Self-Efficacy Revisited.” Journal of Management 38 (1): 9–44. https://doi.org/10.1177/0149206311410606.

Lianto, Lianto. 2019. “Self-Efficacy: A Brief Literature Review.” Jurnal Manajemen Motivasi 15 (2): 55. https://doi.org/10.29406/jmm.v15i2.1409.

Meltzoff, Andrew, dan Rebecca Williamson. 2017. “Imitation and Modeling.” Dalam Reference Module in Neuroscience and Biobehavioral Psychology. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-809324-5.05827-2.

Moore, T.W. 2010. Philosophy of Education. Francis e-Library: Routledge.

Mutawalli Sya’rawi, Muhammad. t.t. Tafsir Asy-Sya’rawi. Vol. 14. 20 vol. https://shamela.ws/book/1083.

Muthahhari, Murtadho. 1974. Perspektif al-Qur’an tentang Manusia dan Agama. Bandung: Mizan.

Rahmi, Siti. 2021. Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial. Aceh: Syiah Kuala University Press.

Shihab, M. Quraish. 2017. Tafsir al-Misbah. Vol. 13. Tangerang: PT. Lentera Hati.

Staffen, Joan Rose. 2022. The Creative Pendulum. Canada: Weiser Books.

Syah, Muhibbin. 1990. Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Terapan. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Winkel, W.S. 1991. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *