Tantangan antara tanggung jawab keluarga dan tuntutan karier adalah isu yang sering dihadapi oleh banyak perempuan. Joan Williams, dalam bukunya “Unbeding Gender: Why Family and Work Conflict and What to Do About It”, mengkritik struktur tempat kerja modern yang sering kali tidak ramah terhadap peran perempuan dalam keluarga. Artikel ini akan mengeksplorasi bagaimana pandangan Joan Williams dan prinsip-prinsip dalam Al-Qur’an dapat berkontribusi pada harmoni antara kehidupan keluarga dan karier.
Bagian pertama buku ini “Unbending Gender…” membahas bagaimana norma-norma gender yang kaku dalam kehidupan sosial mempengaruhi konflik antara tanggung jawab keluarga dan karier. Williams mengeksplorasi bagaimana harapan dan peran sosial yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan membentuk pengalaman mereka di tempat kerja dan di rumah (Joan Williams, Unbeding Gender, hal. 11).
Menurutnya, norma ini sering kali didasarkan pada stereotip yang menempatkan laki-laki sebagai pencari nafkah utama dan perempuan sebagai penjaga rumah tangga. Norma-norma ini menciptakan ekspektasi sosial yang membatasi peran yang dapat diambil oleh individu berdasarkan jenis kelamin mereka, mengabaikan kemampuan dan preferensi pribadi.
Perempuan sering kali merasakan dampak negatif dari norma-norma gender yang kaku tersebut karena mereka dihadapkan pada ekspektasi ganda: menjadi pekerja yang produktif sekaligus penjaga utama rumah tangga. Ketika perempuan berusaha untuk memenuhi kedua peran ini, mereka sering mengalami tekanan yang lebih besar, stres, dan kesulitan dalam mencapai keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan keluarga.
Is Domesticity Dead?
Williams mempertanyakan relevansi dan transformasi konsep domestisitas dalam konteks modern (Joan Williams, Unbeding Gender, hal. 13). Dalam beberapa dekade terakhir, terjadi perubahan signifikan dalam struktur keluarga dan peran gender, yang dipengaruhi oleh faktor sosial dan ekonomi. Meningkatnya partisipasi perempuan dalam dunia kerja, pendidikan yang lebih tinggi, dan perubahan nilai-nilai sosial telah merubah dinamika domestisitas.
Ia menyoroti adanya ketidakadilan dalam pembagian pekerjaan rumah tangga antara laki-laki dan perempuan, di mana perempuan sering kali melakukan pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak lebih banyak dibandingkan pasangan laki-laki mereka, bahkan ketika keduanya bekerja penuh waktu.
Williams mengargumentasikan bahwa ketidakadilan dalam pembagian tugas rumah tangga berdampak negatif terhadap kesejahteraan perempuan. Stres, kelelahan, dan kurangnya waktu untuk diri sendiri adalah beberapa konsekuensi yang dihadapi perempuan yang harus menyeimbangkan karier dan tanggung jawab rumah tangga. Hal ini juga dapat menghambat kemajuan karier perempuan, karena mereka tidak dapat mengambil peran yang lebih besar di tempat kerja.
Dari Komodifikasi Menuju Feminisme Rekonstruktif (From Full Commodification to Reconstructive Feminism)
Williams dalam konteks ini membahas transisi dari komodifikasi penuh perempuan dalam ekonomi pasar menuju feminisme rekonstruktif. Williams menginginkan peralihan paradigmatik dari kondisi sosial yang didominasi oleh proses komodifikasi penuh terhadap perempuan menuju kepada pendekatan feminisme rekonstruktif (Joan Williams, Unbeding Gender, hal. 40).
Konsep “full commodification” merujuk pada fenomena dimana berbagai aspek kehidupan perempuan, termasuk tubuh, pekerjaan rumah tangga, dan peran sosial, telah tereduksi menjadi objek komoditas· Sebaliknya, “reconstructive feminism” menandakan pendekatan baru yang menolak logika komodifikasi penuh dan bertujuan untuk merekonstruksi hubungan kekuasaan yang ada. Pendekatan ini menantang struktur-struktur yang mengkomodifikasi perempuan, baik dalam bentuknya yang eksploitatif maupun simbolis.
Williams mengkritik feminisme yang terlalu terfokus pada kesetaraan formal, tanpa memperhitungkan kompleksitas kehidupan nyata perempuan yang sering kali dihadapi dengan beban ganda dari pekerjaan di rumah dan di luar rumah. Hal ini dapat mengabaikan perbedaan pengalaman antara perempuan dari berbagai latar belakang sosial dan ekonomi.
Upaya yang dilakukan Williams tersebut tidaklah mudah dan penuh dengan tantangan. Hal ini dikarenakan representasi perempuan tidak lepas dari peran media, bagaimana industri media, baik itu melalui televisi, film, iklan, atau media sosial, sering kali menggunakan representasi perempuan untuk tujuan komersial yang menguntungkan. Hal ini tentu dapat mengakibatkan pencitraan yang merugikan bagi identitas dan harga diri perempuan.
Namun di sisi yang lain, aspek hak asasi manusia dan kebebasan individu dalam memilih karier atau jalur hidup tertentu juga penting untuk dipertimbangkan. Kompleksitas pengalaman individu perempuan dalam masyarakat neoliberal, dimana tekanan untuk memenuhi standar kesuksesan dan kecantikan yang ditetapkan oleh media dapat mempengaruhi pilihan hidup mereka.
Dalam konteks ini, keputusan individu untuk berperan dalam media tidak selalu terjadi karena tekanan eksternal atau paksaan, tetapi juga dapat menjadi hasil dari keinginan dan kehendak mereka sendiri. Beberapa individu mungkin saja memilih untuk menjadi bagian dari industri media karena melihatnya sebagai peluang untuk ekspresi diri, pencapaian karier, atau bahkan sebagai sarana untuk memperjuangkan isu-isu yang mereka anggap penting.
Begitu juga dengan keputusan untuk bekerja di wilayah domestik, pilihan ini sering kali merupakan hasil dari pertimbangan matang dan keinginan pribadi yang harus dihargai. Menghargai pekerjaan domestik berarti mengakui kontribusi besar yang diberikan oleh pekerjaan ini terhadap kesejahteraan keluarga dan masyarakat secara keseluruhan, serta dapat membantu mengurangi stigma atau stereotip yang sering kali melekat pada pekerjaan domestik sebagai sesuatu yang kurang bernilai atau tidak penting.
Karena itu, QS· Al-Baqarah/2: 233 dan QS· Al-Qashash/28: 7-13 memberikan panduan mengenai peran penting perempuan dalam merawat dan mendidik anak-anak mereka, serta dampak jangka panjang dari peran ini terhadap kualitas generasi yang dihasilkan. Di samping itu, QS· Al-Nisa’/4: 34 memberikan mandat dan tanggung jawab yang jelas kepada laki-laki untuk memberikan nafkah penuh kepada perempuan dan keluarganya. Ketentuan ini dapat menciptakan keseimbangan antara hak dan kewajiban, sekaligus peran dan tanggungjawab seorang perempuan.
Mendekonstruksi Norma Pekerja Ideal dalam Dunia Kerja (Deconstructing the Ideal-Worker Norm in Market Work)
Selanjutnya, Williams juga membongkar norma pekerja ideal yang berlaku di pasar kerja, yang biasanya mengasumsikan pekerja tanpa tanggung jawab keluarga. Norma ini menuntut komitmen penuh waktu dan fleksibilitas yang sulit dipenuhi oleh perempuan dengan tanggung jawab keluarga. Williams mengusulkan perubahan kebijakan yang lebih inklusif untuk mendukung pekerja yang juga memiliki tanggung jawab keluarga (Joan Williams, Unbeding Gender, hal. 64).
Kebijakan yang ada saat ini bagi Williams dapat menciptakan ketidakadilan dalam kesempatan kerja, serta memberikan tekanan tambahan pada perempuan yang berusaha untuk mencapai keseimbangan antara karier dan tanggung jawab keluarga. Williams menyoroti pentingnya kebijakan kerja yang ramah keluarga, seperti fleksibilitas jam kerja, opsi kerja paruh waktu, dan sebagainya.
Fleksibilitas waktu kerja dapat mengurangi tingkat stres dan meningkatkan produktivitas. Namun, kebijakan ini sering kali tidak diimplementasikan dengan baik, atau hanya tersedia dalam bentuk yang terbatas, sehingga tidak cukup membantu perempuan yang menghadapi tanggung jawab keluarga.
Selain itu, William juga mengusulkan apa yang disebut dengan “Deconstructing the Ideal-Worker Norm in Family Entitlements”, yaitu pandangan mengenai dekonstruksi norma ideal pekerja dalam hak-hak keluarga (Martin P· Golding & William A· Edmundso, The Blackwell Guide to the Philosophy of Law and Legal Theory, hal. 103). Williams mengamati bahwa sistem saat ini cenderung mengesampingkan atau bahkan tidak sepenuhnya mengakui kontribusi yang diberikan oleh perempuan dalam lingkup rumah tangga. Perempuan sering diharapkan untuk memenuhi norma ini di tempat kerja, namun kontribusi mereka dalam rumah tangga sering dianggap sebagai sesuatu yang tidak berharga.
Uraian di atas menunjukkan bahwa Joan Williams menginginkan adanya keseimbangan yang lebih baik antara tanggung jawab keluarga dan karir bagi perempuan. Ia juga menekankan pentingnya pengakuan atas kontribusi mereka di kedua sektor tersebut, sehingga keduanya dapat dijalankan secara harmonis dan efektif. Dengan demikian, pendekatan yang diusulkan oleh Williams berpotensi menghilangkan istilah “beban ganda” dan menggantinya dengan konsep keseimbangan yang mendukung pemberdayaan perempuan.
Upaya tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip ideal ajaran Al-Qur’an yang menawarkan keseimbangan (al-tawazun) dalam berbagai aspek kehidupan. QS. Al-Baqarah/2: 233, misalnya, mengandung prinsip-prinsip yang sangat penting dalam mengatur relasi keluarga dalam Islam.
“Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya. Janganlah seorang ibu dibuat menderita karena anaknya dan jangan pula ayahnya dibuat menderita karena anaknya. Ahli waris pun seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) berdasarkan persetujuan dan musyawarah antara keduanya, tidak ada dosa atas keduanya. Apabila kamu ingin menyusukan anakmu (kepada orang lain), tidak ada dosa bagimu jika kamu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Ayat tersebut memuat prinsip-prinsip fundamental dalam relasi keluarga yang meliputi humanisme “Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya”, musyawarah, keadilan, dan keseimbangan peran antar anggota keluarga. Prinsip-prinsip ini memberikan panduan bagi keluarga Muslim untuk membangun hubungan yang harmonis, adil, dan penuh kasih sayang, serta mengakui dan menghormati kemampuan serta kontribusi masing-masing anggota keluarga.
Referensi
Golding, Martin P. & William A. Edmundso, The Blackwell Guide to the Philosophy of Law and Legal Theory, Malden: Balckwell Publishing, 2005.
Williams, Joan. Unbeding Gender: Why Family and Work Conflict and What to Do About It, New York: Oxford University Press, 2001.