Hampir dua pertiga dari ayat-ayat Al-Qur’an berisi motivasi pendidikan bagi umat manusia. Pendidikan Islam merupakan upaya bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat individu dan sosial, dengan tujuan membentuk manusia ideal (insān kāmil) yang berkepribadian luhur dan berakhlak mulia (Karimah U, 2018 hal. 135).
Al-Qur’an juga menjelaskan cara mendidik anak, agar menjadi anak yang saleh, taat kepada Allah, dan berbakti kepada orang tua. Oleh karena itu, orang tua harus memperhatikan anak-anak mereka serta menerapkan ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dengan demikian, anak akan mampu menjadi penolong yang baik, baik di dunia maupun di akhirat.
Pendidikan anak oleh orang tua memainkan peran yang sangat penting dalam pertumbuhan anak. Mereka sering dianggap sebagai madrasah utama dalam pendidikan dan pembentukan karakter anak. Orang tua biasanya mengharapkan anak-anak mereka tumbuh dewasa dan menjadi individu yang berkarakter baik. Oleh karena itu, orang tua harus memahami tanggung jawab seperti fungsi keuangan, pendidikan, perlindungan, hiburan, dan religi (Lihat Syamsul Yusuf, 2014, hal. 40-41).
Akhir-akhir ini, banyak masalah yang menunjukkan lunturnya nilai-nilai karakter di kalangan siswa Sekolah Dasar. Hal ini disebabkan oleh kurangnya peran keluarga dalam membentuk sikap dan karakter anak. Kenakalan remaja menunjukkan peningkatan signifikan dari tahun ke tahun.
Kasus-kasus kenakalan remaja meliputi tawuran antar pelajar, merokok sejak usia dini, mengendarai kendaraan secara ugal-ugalan, balapan liar, hingga pencurian. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja antara lain pola asuh orang tua, lingkungan, dan pendidikan formal (Khoiri Wahyuni, Fitroh Hayati, dan Eko Surbiantoro, 2021, hal. 27-28).
Orang tua akan diminta pertanggungjawaban jika anak mereka tidak menjadi baik. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memperhatikan apa yang harus dilakukan agar anak tidak terjerumus dalam kenakalan, kedurhakaan, kejahilan, dan hal-hal negatif lainnya. Salah satu akibatnya adalah orang tua bisa masuk ke dalam api neraka jika mereka tidak memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anak mereka.
Menjadi orang tua yang dirindukan anak adalah dambaan banyak orang tua. Dalam perspektif Al-Qur’an, terdapat banyak panduan tentang bagaimana membangun hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang dengan anak-anak. Beberapa prinsip penting dalam Al-Qur’an yang dapat dijadikan panduan oleh orang tua akan diuraikan selanjutnya dalam tulisan ini.
Senantiasa Mendoakan Anaknya
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ ١٠٠
Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh (Q.S As-Saffat: 100).
Dalam Tafsir Al-Mishbah dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim, saat berada di Ur, Negeri Kaldania, memutuskan untuk berhijrah agar dapat menjalankan misinya dengan baik. Dia berbicara kepada beberapa orang kepercayaannya dan bahkan mengumumkan tekadnya di hadapan masyarakat umum dengan berkata, “Sesungguhnya aku akan pergi menuju suatu tempat di mana aku dapat leluasa mengabdi kepada Tuhanku tanpa diganggu oleh siapapun, dan Dia akan menunjukkan kepadaku jalan yang terbaik.” (M. Quraish Shihab, 2002).
Oleh Karena itu, pada waktu itu beliau tidak menemukan seorang pun yang dapat menggantikannya sebagai penerus, beliau berdoa tanpa menggunakan panggilan “Ya/wahai” untuk menunjukkan kedekatan beliau kepada Allah: “Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang termasuk kelompok orang-orang yang shaleh”
Mengapa keturunan yang saleh? Karena hanya keturunan saleh yang dapat melanjutkan cita-cita orang tua mereka dalam berdakwah dan menyebarkan ajaran agama Allah SWT. Hanya anak yang saleh yang mampu mengingat dengan baik kebaikan dan jasa-jasa kedua orang tuanya, untuk kemudian mendoakan mereka dan melanjutkan perbuatan baik yang pernah mereka lakukan.
Orang tua juga sebaiknya selalu mendoakan anak-anaknya setiap selesai shalat. Selain mendoakan, orang tua harus memperhatikan dan mengawasi anak-anak mereka dari hal-hal buruk. Dengan harapan agar anak-anak menjadi saleh, dalam konteks saat ini, anak-anak dapat dimasukkan ke dalam pesantren untuk mewujudkan impian dari doa seorang ibu.
Penerapan Qaulan Sadīdan Terhadap Anak
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ٩
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang seandainya meniggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka, Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang baik (Q.S an-Nisa : 9).
Dalam Tafsir Al-Mishbah, Quraish Shihab menekankan pentingnya pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 9 pada kata “ذُرِّيَّةً ضِعَافًا” (keturunan yang lemah), “فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ” (maka bertaqwalah kepada Allah), dan “قَوْلًا سَدِيدًا” (perkataan yang benar) (Shihab, 2002, hal. 355-356).
Kemudian Quraish Shihab mengemukakan tiga konsep pendidikan: Pertama, orang tua bertanggung jawab untuk mendidik anak-anak mereka sehingga sikap, perilaku, dan kepribadian anak-anak dapat berkembang menjadi lebih baik di masa depan. Kedua, orang tua harus menerapkan ketakwaan dalam proses pendidikan anak-anak mereka. Ketiga, Orang tua perlu menggunakan metode pendidikan yang tepat untuk mendidik anak-anak mereka.
Dalam konteks ayat tersebut, saat memberikan informasi atau menegur, hindarilah menimbulkan perasaan tidak nyaman pada mereka. Teguran yang diberikan harus mampu meluruskan kesalahan dan sekaligus membina mereka melalui komunikasi atau nasihat yang baik, sehingga anak merasa dicintai dan senang bersama orang tuanya.
Penerapan Uswah (Keteladanan)
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا ٢١
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Q.S al-Ahzab: 21).
ولما رأى المؤمنو الأهزاب قالو ا هذا ما وعد نا الله ورسوله وصدق الله ورسوله ومازادهم إلا ايمانا وتسليما.
Artinya: “Ketika orang-orang mukmin yang benar dan ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya, baik dalam perkataan maupun perbuatan, melihat kedatangan golongan-golongan bersekutu yang banyak luar biasa serta dapat mengguncangkan hati mereka” (Al-Maraghi, 1989, hal. 215).
Menurut Al-Maraghi, uswah (teladan) yang tercermin dalam ayat tersebut adalah tindakan-tindakan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan dijadikan panutan bagi umatnya. Hal ini karena amal perbuatan yang saleh adalah yang akan menyelamatkan manusia pada hari kiamat.
Ayat yang mulia ini menjadi dasar yang kokoh untuk mencontoh Rasulullah SAW baik dalam ucapan, tindakan, maupun perilaku sehari-hari. Allah yang Maha Berkah dan Maha Tinggi memerintahkan manusia untuk meniru Rasulullah SAW pada perang Khandaq (Ahzab), terutama dalam kesabarannya yang penuh keteguhan dan keberaniannya (Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, 1990 hal. 84).
Menurut Tafsir Munir, uswah (teladan) dapat diwujudkan melalui perkataan, perbuatan, atau perilaku lain yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam perang Khandaq. Dengan penuh kesabaran dan kesungguhannya, beliau mampu mengatasi masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi umat Islam untuk tidak mengikuti jejak Rasulullah Saw. (Nawawi 1985, hal. 276).
Relevansi penerapan uswah (keteladanan) menunjukkan bahwa orang tua seharusnya menjadi teladan bagi anak-anak mereka agar bisa ditiru dalam kehidupan sehari-hari. Mufasir memandang ayat di atas yang mengenai kepribadian Rasulullah Saw yang memberikan keteladanan dan metode yang baik dalam menghadapi persoalan.
Mengajarkan Nilai-Nilai Kebaikan
Mengajarkan anak-anak tentang nilai-nilai kebaikan dan etika juga sangat penting. Dalam Surah At-Tahrim ayat 6, Allah mengingatkan orang tua untuk menjaga diri dan keluarga mereka dari api neraka dengan mengajarkan nilai-nilai yang baik kepada istri & anak serta menjauhi perbuatan yang buruk. Allah Swt berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ ٦
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan QS At-Tahrim/ 66:6 (Departemen Agama RI, 2010, hal. 218).
Dalam Tafsir Al-Misbah, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian,” dengan meneladani Nabi SAW, dan juga peliharalah keluarga kalian وَاَهْلِيْكُمْ, yaitu istri, anak-anak, dan seluruh yang berada di bawah tanggung jawab kalian, dengan membimbing dan mendidik mereka agar (istri & anak) kalian semua terhindar dari api neraka نَارًا, yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia yang kafir dan batu-batu وَالْحِجَارَةُ, termasuk yang dijadikan berhala-berhala (Shihab, 2002, hal. 214).
Anak adalah aset berharga bagi orang tua, dan melalui bimbingan mereka, anak-anak tumbuh dan menemukan jalan hidup mereka. Oleh karena itu, untuk memastikan anak menjadi lebih baik, berbakti kepada orang tua, dan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat, serta menerapkan makna ayat tersebut dalam konteks modern, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh keluarga atau orang tua terhadap anak-anak serta menanamkan nilai-nilai kebaikan:
Pertama, memberikan bekal terhadap keluarga dengan ilmu. Kewajiban ini menjadi kewajiban yang harus dipikul oleh setiap keluarga. Mereka berkewajiban untuk mengajarkan ilmu fardhu ‘ain kepada anak-anaknya, yang meliputi pengetahuan tentang Al-Qur’an dan ilmu ibadah dasar, seperti tata cara shalat, puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya. Ilmu-ilmu ini berkaitan dengan kewajiban sehari-hari seorang muslim. Prioritas utama bagaimana mendapatkan keridlaan Allah adalah berpegang teguh kepada Al-Qur’an ( Nur Ahid, 2010, hal. 130).
Menurut Hasbuallah, “Pendidikan adalah proses yang melibatkan bimbingan, arahan, atau kepemimpinan, yang mencakup unsur-unsur seperti pendidik, peserta didik, tujuan, dan lain-lain.” Dalam hal ini anak tidak lagi sulit untuk menerima kebaikan-kebaikan serta menjadikan mereka lebih unggul dalam menentukan masa depanya (Hasbuallah, 2012, hal. 6).
Kedua, pendidikan ibadah. Pendidikan ibadah merupakan cara bagi seseorang untuk menunjukkan ketakwaannya sebagai hamba Allah dengan bersyukur atas segala yang telah diberikan oleh Allah SWT. Hal ini dilakukan agar manusia selalu tunduk kepada karunia-Nya dan menyadari bahwa tanpa karunia-Nya, mereka tidak akan berdaya. Mendidik dan mengajarkan keluarga untuk selalu taat kepada Allah SWT ( Ibnu Imam Al Ayyubi, Dkk, 2024, hal. 71-83).
Menjadi orang tua yang dirindukan anak memiliki menjadi figur orang tua yang dicintai, dihormati, dan dirindukan oleh anak-anaknya. Hal ini bukan hanya tentang memberikan materi atau mendidik secara formal, tetapi juga tentang memberikan cinta, perhatian, dan teladan yang baik. Ketika kita menjadi orang tua yang sabar, penuh kasih sayang, dan berakhlak mulia, kita tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik dan emosional anak-anak kita, tetapi juga membangun fondasi yang kokoh untuk hubungan yang sehat dan harmonis di antara keluarga.
Referensi
Al Ayyubi, Ibnu Imam, Dkk. ‘Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Islam Berdasarkan Q.S. At-Tahrim Ayat 6’, Al-Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 4 No. 1, February 2024, pp. 71-83. Jurnal.stiq-almultazam.ac.id/index.php/muhafidz/article/view/90/63
Al-Maraghi, Ahmad Mustofa. Tafsir Al-Maraghi. Semarang: CV. Toha Putra 1989.
Ahid, Nur. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2010.
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. Tafsir Ibnu Katsir dalam Terjemah. Jakarta: Gema Insani 1990.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: CV Diponegoro, 2010.
Hasbuallah, “Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan” edisi ke-10, Rajawali : Jakarta, 2012.
Karimah, U. Pondok Pesantren dan Pendidikan: Relevansinya dalam Tujuan Pendidikan. MISYKAT: Jurnal Ilmu-Ilmu Al-Quran, Hadis, Syari’ah, dan Tarbiyah, 3(1), 138. (2018).
Nawawi, Tafsir Munir. Tafsir Munir. Jakarta: Darul Ulum 1989.
Suryadin, Adin. & Indah Maysela Azzahra. ‘Diningrum Citraningsih, Islam dan Dakwah: Strategi Mengelola Keluarga Dalam Surat At-Tahrim Ayat 6’, Qulubana: Jurnal Manajemen Dakwah, Vol. I, No. 2 Mei (2021), jurnal/index.php/qulubana/article/view/194/125
Shihab, Quraish. Tafsîr al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an’, Vol. 2, Jakarta: Lentera Hati 2002.
Wahyuni, Khoiri, Dkk. ‘Implikasi Pendidikan dari QS Ali Imran Ayat 33-37 tentang Kisah Keluarga Imran Terhadap Pola Asuh Anak’, Prosiding. Jurnal Pendidikan Agama Islam. Vol. 7, No. 1, tahun 2021.
Yusuf, Syamsul. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda karya 2014.