Tafsir Air dalam al-Qur’an dan Kesadaran Ekologis Pengelolaan Sumber Daya Air

Pencemaran air sudah menjadi masalah global yang membutuhkan perhatian khusus. Menurut WHO, sebanyak 1 dari 3 orang di dunia tidak memiliki akses air minum yang aman dan bersih. Pada tahun 2021 diperkirakan sebanyak 785 juta orang tidak memiliki akses ke air yang bersih. Bahkan sekitar 2 miliar orang diperkirakan mengonsumsi air minum yang terkontaminasi oleh fases.(Yosia 2021) Hal ini dapat memberikan dampak buruk bagi manusia terkhusus dari sisi kesehatan.

Menurut PBB, penggunaan air naik dua kali lipat dibandingkan pertumbuhan penduduk, sehingga diperkirakan pada tahun 2025, akan ada sejumlah 1,8 milyar manusia hidup di daerah yang kekurangan air secara absolut. Hal ini berarti, masalah yang terjadi tidak hanya menjadi masalah saat ini, namun juga dapat mengganggu keberlangsungannya untuk masa yang akan datang. Maka manusia perlu menemukan dan melakukan tindakan untuk dapat menjaga sumber daya air dan keberlangsungannya.(Nisa 2017: 2)

Bacaan Lainnya

Kebutuhan akan air menjadikan manusia sangat bergantung padanya. Air adalah salah satu elemen penting bagi kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan. Tanpa air, kehidupan di bumi tidak akan mungkin ada. Air juga memegang peran penting dalam perkembangan teknologi dan budaya. Dimanapun ada pemukiman, baik itu kota maupun desa pasti ada air.(Musarofah 2021: 1) Namun manusia cenderung merusak kualitas air dan tidak memikirkan bagaimana menjaga dan mengelola sumber daya air agar selalu menjadi sumber kehidupan bukan sebaliknya.

Ilmu pengetahuan dan ayat al-Quran menekankan pentingnya air sebagai sumber kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia. Air di dalam al-Qur’an ditunjuk dengan menggunakan istilah (mā′). Al-Qur′an menyebut istilah (mā′) dalam bentuk nakirah (indefinite) dan (al-mā′) dalam bentuk ma‘rifah (definite) yang berarti air sebanyak 59 kali. Sementara itu, al-Qur′an menyebut (mā′aki), “airmu”, satu kali; (mā′aha), “airnya”, dua kali; dan (mā′ukum), “air kalian”, satu kali. Jadi, secara keseluruhan al-Qur′an mengulang istilah (′) atau “air” sebanyak 63 kali yang tersebar dalam 42 surah.(Syafaat 2023: 47)

Di samping itu, kata-kata lain yang disebutkan al-Quran terkait dengan makna air adalah al-maṭar, al-anhār, dan al-‘uyūn. Tiga suku kata tersebut disebutkan oleh al-Quran sebanyak 214 kali.(Sukarni 2014: 116) Banyaknya penyebutan al-Quran terhadap “air” sebanding dengan makna air yang sangat penting bagi kehidupan, selain sebagai isyarat keharusan memerhatikan, meneliti, mengkaji dan mengelolanya dengan baik.

Air dalam al-Qur’an dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu, fungsi, sumber dan jenis-jenis sirkulasinya. Adapun fungsi air adalah merupakan sumber kehidupan sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Anbiya: 30,

…وَجَعَلْنَا مِنَ ٱلْمَآءِ كُلَّ شَىْءٍ حَىٍّ ۖ

“…dan Kami menjadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air”

Al-Mawardi menafsirkan ayat di atas dalam tafsirnya sebagai berikut,

﴿وَجَعَلْنا مِنَ الماءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ﴾ فِيهِ ثَلاثَةُ أقاوِيلَ: أحَدُها: أنَّ خَلْقَ كُلِّ شَيْءٍ مِنَ الماءِ، قالَهُ قَتادَةُ.
الثّانِي: حِفْظُ حَياةِ كُلِّ شَيْءٍ حَيٍّ بِالماءِ، قالَهُ قَتادَةُ. الثّالِثُ: وجَعَلْنا مِن ماءِ الصُّلْبِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ  (Mawardi, n.d.)

Terjemah: (dan Kami menjadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air) terdapat tiga pendapat tentang ayat ini; Qatadah berkata, pertama: bahwa penciptaan segala sesuatu dari air, kedua, menjaga kehidupan segala sesuatu yang hidup dengan air, ketiga: dan kami jadikan segala sesuatu yang hidup dari air sulbi.

Quraish Shihab menjelaskan ayat di atas dalam tafsirnya bahwa para pengarang tafsir al-Muntakhab berkomentar bahwa ayat ini telah dibuktikan kebenarannya melalui penemuan lebih dari satu cabang ilmu pengetahuan. Ilmu Sitologi menyatakan bahwa air adalah komponen terpenting dalam pembentukan sel yang merupakan satuan bangunan pada setiap makhluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan.

Ilmu Biokimia menyatakan bahwa air adalah unsur yang sangat penting pada setiap interaksi dan perubahan yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup. Air dapat berfungsi sebagai media, faktor pembantu, bagian dari proses interaksi, atau bahkan hasil dari sebuah proses interaksi itu sendiri. Sedangkan Fisiologi menyatakan bahwa air sangat dibutuhkan agar masing-masing organ dapat berfungsi dengan baik. Hilangnya fungsi itu akan berarti kematian.(Shihab 2021: 43-44)

Dari kedua tafsir di atas dapat diketahui bahwa air adalah sumber dari semua kehidupan yang diciptakan Allah. Dengan demikian air merupakan elemen yang sangat penting bahkan paling fundamental dalam kehidupan. Konsekuensinya, manusia harus bersifat positif dan bertanggung jawab untuk memastikan keberlanjutan ketersediaan dan kebersihan air, serta menjaga sumber-sumbernya yang telah disediakan oleh Allah di alam semesta ini.

Banyak ayat Al-Quran yang menjelaskan air sebagai sumber dan proses sirkulasinya di antaranya terdapat dalam QS. Az-Zumar: 21

اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ اَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَسَلَكَهٗ يَنَابِيْعَ فِى الْاَرْضِ ثُمَّ يُخْرِجُ بِهٖ زَرْعًا مُّخْتَلِفًا اَلْوَانُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰىهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَجْعَلُهٗ حُطَامًا ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَذِكْرٰى لِاُولِى الْاَلْبَابِ ࣖ

“Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.”

Al-Zamakhsyari menjelaskan terkait ayat di atas dalam tafsirnya,

أَنْزَلَ مِنَ السَّماءِ ماءً هو المطر. وقيل: كل ماء في الأرض فهو من السماء ينزل منها إلى الصخرة، ثم يقسمه الله فَسَلَكَهُ فأدخله ونظمه يَنابِيعَ فِي الْأَرْضِ عيونا ومسالك ومجارى كالعروق في الأجساد مُخْتَلِفاً أَلْوانُهُ هيئاته من خضرة وحمرة وصفرة وبياض وغير ذلك، وأصنافه من برّ وشعير وسمسم وغيرها يَهِيجُ يتم جفافه، عن الأصمعى، لأنه إذا تم جفافه حان له أن يثور عن منابته ويذهب حُطاماً فتاتا ودرينا (Zamakhsyari, n.d.)

Terjemah: Dia menurunkan air dari langit, yaitu hujan. Dikatakan: Setiap air yang ada di bumi berasal dari langit dan turun darinya ke batu, kemudian Allah membaginya dan menggerakkannya serta membawanya ke dalam dan mengatur mata air di bumi, mata air, jalan setapak, dan aliran sungai seperti urat-urat dalam tubuh, dengan warna dan bentuk yang berbeda-beda, mulai dari hijau, merah, kuning, putih, dan lain-lain, serta jenis gandum, jelai, wijen, dan lain-lain, mengiritasi dan mengeringkan ketika mengering, tibalah saatnya ia bangkit dari sumbernya dan lenyap berkeping-keping, menjadi remah-remah, dan menjadi tanah.

Quraish Shihab menjelaskan dalam tafsirnya bahwa ayat di atas mengemukakan salah satu bukti tentang kekuasaan-Nya membangkitkan yang telah mati. Allah berfirman: Apakah engkau siapapun engkau tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air hujan dari langit, lalu dia mengalirkannya di tanah menjadi mata air mata air di bumi kemudian satu hal yang lebih hebat lagi adalah dia mengeluarkan yakni menumbuhkan dengannya, yakni disebabkan oleh air yang turun itu, tanam-tanaman pertanian yang bermacam-macam jenis, bentuk, rasa, dan warnanya walau air yang menumbuhkannya sama, lalu ia menjadi kering atau menguat dan tinggi lalu engkau melihatnya kekuning-kuningan setelah sebelumnya segar kehijau-hijauan kemudian dia menjadikannya hancur layu berderai-derai titik sesungguhnya pada yang demikian itu yakni proses yang silih berganti dari satu kondisi ke kondisi yang lain benar-benar terdapat pelajaran yang sangat berharga bagi Ulil Albab.(Shihab 2021: 478)

Dari penjelasan diatas, ayat tersebut menegaskan bahwa sumber air yang ada di bumi berawal dari hujan. Air hujan ini kemudian mengisi bebatuan dan mengalir di dalam tanah kemudian dari sumber air ini Allah menumbuhkan tanaman-tanaman yang bermacam-macam. Namun Allah melanjutkan penjelasan bahwa sumber air yang ada di bumi ini bisa saja menjadi kering dan menjadikan tanaman yang ada di tanah menjadi kering dan mati. Sejalan dengan ayat diatas dijelaskan pula dalam QS. Al-Mu’minun: 18

وَأَنزَلْنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءًۢ بِقَدَرٍ فَأَسْكَنَّٰهُ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ وَإِنَّا عَلَىٰ ذَهَابٍۭ بِهِۦ لَقَٰدِرُونَ

“Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.”

Dalam penggalan ayat tersebut dijelaskan bahwa hujan yang diturunkan ke bumi sesuai dengan ketentuan dan siklus hukum alamnya itu tertampung di bumi. Bumi dalam ayat tersebut berperan sebagai tempat penyimpanan air (reservoir). Air yang tersimpan di bumi dengan alami merupakan cara Allah swt dalam menjalankan fungsi air untuk memberi minum bagi manusia dan ternak serta menyiram tumbuh-tumbuhan hingga tumbuh segar.(Munawarah 2021: 37)

Air yang diturunkan Allah dari langit tersimpan di bumi membuatnya subur untuk bercocok tanam seperti buah-buahan, sayuran dan rerumputan. Air yang melimpah dari langit tidak semuanya mengalir ke laut melalui sungai melainkan tersimpan di dalam reservoir air yang kemudian menghidupkan tanah kering menjadi hijau dengan menumbuhkan tanaman penghasil biji-bijian dan buah-buahan yang bermanfaat bagi manusia dan makhluk lainnya.

Oleh karena itu, penambangan liar penggundulan hutan, pembuangan sampah sembarangan dan mengubah hutan menjadi kebun sayuran adalah perilaku destruktif terhadap bumi sebagai penyimpan air. Akibatnya bumi tidak dapat menyimpan air dengan optimal, menyebabkan kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan serta mengganggu pertumbuhan sayuran buah-buahan, dan pepohonan.(Munawarah 2021: 38)

Pembagian air dalam al-Quran dapat dilihat dalam QS. Fatir: 12,

وَمَا يَسْتَوِي الْبَحْرَانِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ سَائِغٌ شَرَابُهُ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَمِن كُلٍّ تَأْكُلُونَ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُونَ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ فِيهِ مَوَاخِرَ لِتَبْتَغُوا مِن فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur.”

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa air secara fitrah berada dalam dua kategori, tawar (furāt) dan asin/pahit (ujāj). Pembagian ini menunjukkan kemahakuasaan Allah dalam menciptakan air yang kedua-duanya diperlukan makhluk hidup. Dalam air tawar terdapat kandungan logam dan dalam air asin terdapat kandungan garam. Kedua kandungan ini, dalam batas-batas tertentu sangat diperlukan makhluk hidup.(Sukarni 2014: 118)

Air yang ada di bumi relatif tetap, air hanya mengalami perputaran dan perubahan bentuk melalui siklus hidrologi sehingga terkesan bertambah. Perputaran ini berupa evaporasi (penguapan air yang terjadi di permukaan bumi), transprasi (penguapan air yang dapat berlangsung di jaringan makhluk hidup, seperti hewan dan tumbuhan), evaporanspirasi (penguapan air keseluruhan di seluruh permukaan bumi), sublimasi (perubahan es di kutub menjadi uap air tanpa melalui fase cair terlebih dahulu), kondensasi (perubahan uap air menjadi partikel-partikel es berukuran sangat kecil), adveksi (awan yang terbentuk dari proses kondensasi), presipitasi (proses mencairnya awan akibat pengaruh suhu udara yang tinggi), run Off (pergerakan air dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah di permukaan bumi), infiltrasi (proses pergerakan air ke dalam pori tanah).(Messakh 2017: 31-33)

Dari penafsiran ayat-ayat tentang air di atas, terlihat peran vital air sebagai sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup. Tanpa air makhluk hidup termasuk manusia tidak akan bisa bertahan di bumi yang kering atau di bumi yang air didalamnya tercemar. Konsekuensinya manusia harus bersifat positif dan bertanggung jawab untuk memastikan keberlanjutan ketersediaan dan kebersihan air, serta menjaga sumber-sumbernya yang telah disediakan oleh Allah di alam semesta ini serta menjaga kualitas air dan mengelola air dengan sebaik-baiknya agar air selalu menjadi rahmat dan sumber kehidupan, bukan menjadi sumber penyakit yang berdampak buruk bagi makhluk hidup termasuk manusia.

Daftar Pustaka

Mawardi. n.d. Tafsir An-Nukat Wa Al-‘Uyun. Aplikasi Al-Bahis Al-Qur’ani. https://tafsir.app/21/30

Messakh, Jakobis Jihanis. 2017. Pengelolaan Sumber Daya Air. Kupang: PMIPA Press.

Munawarah. 2021. “Esensi Dan Urgensi Bumi Sebagai Reservoir Air (Tinjauan Tafsir Ekologi).” Muasarah: Jurnal Kajian Islam KOntemporer 3 (1): 36–42.

Musarofah, Siti. 2021. “Ketersediaan Air Bagi Kehidupan: Studi Terhadap Asal-Usul Dan HIlangnya Air Di BUmi Presfektif Al-Qur’an Dan Sains.” Ngabari: Jurnal Studi Islam Dan Sosial 14 (1): 61–76.

Nisa, Zahra Zainun. 2017. “Konsep Pengelolaan Air Dalam Islam.” Jurnal Penelitian 14 (1): 77. https://doi.org/10.28918/jupe.v14i1.815.

Shihab, Quraish. 2021. Tafsir Al-Misbah. Vol. 8. Tangerang: Lentera Hati.

Shihab, Quraish. 2021. Tafsir Al-Misbah. Vol. 11. Tangerang: Lentera Hati.

Sukarni. 2014. “Air Dalam Presfektif Islam.” Tarjih 12 (1).

Sutandi, Maria Chritine. 2012. “Air Tanah.” Universitas Kristen Maranatha.

Syafaat, Ali. 2023. “Konsep Pelestarian Sumber Daya Air Dalam TAfsir Berbahasa Jawa Al-Huda Karya Bakri Syahid.” Institut Agama Islam Negeri Ponorogo.

Yosia, Mikhael. 2021. “Bagaimana Masalah Kesehatan Akibat Pencemaran Air Di Indonesia.” Hallosehat. 2021. https://hellosehat.com/sehat/informasi-kesehatan/pencemaran-air-sebab-dan-dampak-kesehatan/#google_vignette.

Zamakhsyari. n.d. Tafsir Al-Kasysyaf. Aplikasi Al-Bahis Al-Qur’ani. https://tafsir.app/21/30

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *