Studi Hâsyiyah Tafsȋr Jalâlain: Telaah Pemahaman Kesetaraan Gender dalam Surat al-Nisa’ [4]: 34

Tafsȋr Jalâlain merupakan salah satu tafsir klasik yang ditulis oleh dua ulama besar dan produktif, yaitu Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin al-Suyuthi. Menurut riwayat, ketika Imam Mahalli wafat, Imam Suyuthi didesak untuk melanjutkan Tafsȋr Jalâlain tersebut. Sebenarnya, keduanya tidak memberi nama Tafsȋr Jalâlain, namun tafsir ini sudah dikenal di kalangan ulama dengan sebutan Tafsȋr Jalâlain (Hisyam, 2015:5).

Beberapa ulama yang memberikan penjelasan atau catatan (hâsyiyah) terhadap Tafsȋr Jalâlain antara lain Muhammad Lutfi al-Shabbagh, Muhammad Fariq, Sulaiman al-Jamal, Fakhruddin al-Qabawah, Ahmad al-Shawi, dan Muhammad Tholhah. Pendapat para ulama ini yang akan dijelaskan dalam tulisan ini.

Bacaan Lainnya

Sangat disayangkan, di masa kini yang dianggap sebagai masa modern, sejumlah sarjana feminis muslim mengkritik kitab tafsir ini, karena dianggap memberikan narasi tafsir yang diskriminatif terhadap perempuan. Mereka mencoba menafsirkan ulang dengan cara yang menerobos bahkan merusak pondasi-pondasi ajaran agama Islam, seperti dalam penafsiran surat al-Nisa’ [4]: 34 yang dianggap tidak sesuai jika diartikan laki-laki sebagai pemimpin atas perempuan.

Di antaranya, Aminah Wadud terkait ayat tersebut mengatakan, bahwa laki-laki memiliki kelebihan (fadhdhala) karena mereka memiliki tanggung jawab utama dan kewajiban untuk menyediakan nafkah bagi perempuan (istri), karena berdasarkan faktanya bahwa perempuan sudah menanggung beban berat dalam proses melahirkan anak (https://mubadalah.id/meluruskan-tafsir-kepemimpinan-laki-laki-atas-perempuan/).

Hal itu dilakukan untuk menyuarakan keadilan antara laki-laki dan perempuan. Pertanyaannya, apakah sejak dulu hingga sekarang para ulama salah dalam memperlakukan perempuan dengan adil? Terutama mazhab fikih yang terkenal di kalangan umat Islam juga salah? Realitanya, ulama di pondok pesantren yang mengajarkan Tafsȋr Jalâlain selalu memperingati santrinya untuk memuliakan wanita, tanggung jawab sepenuhnya sebagaimana yang telah dicontohkan nabinya.

Diantaranya, Mbah Maimoen memberikan tiga nasehat penting dalam hubungan suami-istri: 1) menikah adalah syariat agama yang menjadi cara Allah memuliakan dan memperbaiki manusia. 2) Laki-laki harus menjadi suami yang sabar dan memahami istrinya. 3) Selalu berusaha dan berdoa untuk melanggengkan pernikahan agar terus berlangsung secara kontinyu, selama-lamanya sampai berjumpa kepada Allah Swt. (https://www.laduni.id/post/read/70979/tiga-nasihat-penting-mbah-maimoen-zubair-tentang-pernikahan.html).

Dilihat secara bahasa, kata qawwamûna merupakan bentuk sigat mubâlagah dari wazan fa’âlun. Dalam Tafsȋr Jalâlain, kata ini ditafsirkan dengan musallathûna, bentuk isim maf’ûl dari wazan fa‘‘ala, yufa‘‘ilu, mufa‘‘alûn, yang penulis artikan dengan “diberi kekuasaan, kepemimpinan, dan otoritas”. Lebih jelasnya orang yang diangkat untuk memimpin keluarganya, sama seperti istilah “muẖakkam”, orang yang diangkat menjadi hakim.

Hâsyiyah pertama, Syaikh Sulaiman al-Jamal mengatakan bahwa ayat ini merupakan penegasan dari ayat sebelumnya, dalam artian bahwa dalam masalah waris, Allah secara jelas memberikan lebih kepada laki-laki daripada wanita, seperti dalam QS. al-Nisa’ [4]: 11. Kemudian pada QS. al-Nisa’ [4]: 32, Allah mengatakan tidak perlu berharap-harap pada apa yang Allah berikan kepada masing-masing laki-laki dan perempuan, karena setiap individu memiliki apa yang mereka usahakan (al-Jamal, 2018:2/47).

Di sini, ulama memberikan alasan mengapa laki-laki diberikan mandat memimpin perempuan karena dua hal: pertama, karena Allah yang memberi langsung (wahbȋ), dan kedua, karena usahanya sendiri (kasbȋ). Ini sangat jelas ketika melihat ayat secara komprehensif, karena dalam kaidah ulama tafsir dikatakan, tidak ada satu ayat yang bertentangan dengan ayat lainnya.

Kata qawwâm dalam tafsir ini dijelaskan sebagai orang yang melaksanakan, merencanakan, dan mengatur kemaslahatan. Seorang laki-laki dituntut untuk mengurusi segala kebutuhan wanita dan benar-benar menjaganya, seperti seorang pemimpin terhadap yang dipimpin. Sebenarnya, dalam Islam tujuan para nabi diutus adalah untuk melayani umatnya, maka logikanya di mana-mana yang dilayani adalah orang yang dihormati, orang yang butuh perhatian penuh.

Kemudian pertanyaannya, di mana letak superioritas laki-laki? Walaupun secara struktural atau jabatan lebih tinggi, itu adalah mandat atau amanah yang harus dipenuhi. Jadi, jika ada laki-laki yang menganggap wanita lebih rendah, maka dia salah memahami ayat di atas dan tidak pantas mendapat mandat tersebut. Jika menggunakan perspektif kesetaraan gender, maka tidak akan ada istilah pelayan dan yang dilayani, karena semua adalah pelayan atau pemimpin.

Secara logika, pandangan tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan, apalagi secara ideologi dan ketaatan pada agama Islam sendiri. Buktinya yang telah disebutkan, semua pesantren besar di Nusantara, para kyai dan ustadz tidak ada yang mengajarkan laki-laki bertindak seenaknya sendiri. Bahkan, mereka semua berpesan, “hanya laki-laki buruk yang tidak bisa memuliakan wanita.” Dari sini, pahamkan bagaimana cara melihat dan memahami kitab pada ulama?

Hâsyiyah kedua, dari al-Qawabah, kata musallath yang berarti diberi wewenang atau mandat memimpin dengan cara yang benar dan baik atas apa yang Allah berikan kepada masing-masing laki-laki dan perempuan (bimâ fadhdhala Allah ba’dhahum alâ ba’dh), yakni dominannya seorang laki-laki lebih berakal, kuat ibadah, mampu menafkahi, memimpin, dan berjuang. Namun, bukan berarti tidak ada wanita yang kadang lebih berakal dari laki-laki (al-Qawabah, 2003: 84).

Jika melihat hâsyiyah ketiga, Muhammad Fariq mengatakan, kata fadhdhala itu secara global (aghlabîyah), bukan secara khusus. Artinya, seperti al-Qawabah, ada perempuan yang memiliki kualitas di atas laki-laki (Fariq, 2011: 299). Menurut hâsyiyah selanjutnya, al-Shabbagh mengatakan, sebenarnya keduanya sama-sama dituntut untuk melaksanakan kewajibannya masing-masing, dan tujuan kepemimpinan laki-laki adalah untuk kesejahteraan keluarga (al-Shabbagh, 2003: 84).

Mari lihat sebab turunnya ayat ini dalam hâsyiyah yang terakhir ini, Imam al-Shawi menjelaskan bahwa Sa’ad bin Rabi’, salah satu pimpinan sahabat Anshar, memiliki istri yang bernama Habibah binti Zaid yang durhaka padanya (nusyûz), lalu ditampar oleh suaminya. Ayahnya mengadu pada Nabi bahwa anaknya telah ditampar oleh suaminya. Nabi menyuruh untuk men-qishâsh suaminya, namun malaikat Jibril turun dengan membacakan ayat tersebut (al-Shawi, 2021: 1/291).

Seraya Nabi berkata, “kita berkehendak sesuai keinginan kita, namun Allah berkehendak yang lain, maka apa yang Allah kehendaki adalah yang terbaik.’ Ini mengisyaratkan bahwa laki-laki diberi anugerah lebih dari perempuan, karena kembali pada yang telah disebutkan, anugerah yang murni dari Allah (wahbȋ) dan anugerah yang hasil berusaha (kasbȋ). Namun, juga penting digarisbawahi bahwa hal ini tidak menafikan potensi maupun fenomena wanita menjadi lebih unggul daripada laki-laki.

Contoh sosok perempuan yang memiliki kualitas lebih unggul dari laki-laki adalah Siti Maryam binti Imran, Siti Fatimah al-Zahra’, Siti Khadijah, dan Siti ‘Aisyah. Mereka semua berhasil menjadi wanita yang mampu memberikan contoh tauladan dalam menahkodai kehidupan. Bahkan masyhur, bahwa Aisyah merupakan salah satu pemilik riwayat hadis nabi yang terbanyak dari kalangan perempuan dan mampu mencetak para sahabat yang mengambil hadis darinya.

Selanjutnya, lihat betapa adilnya dan hebatnya ulama memuliakan seorang perempuan. Dalam masalah nafkah, menyesuaikan kemampuan suami, dari suami yang paling miskin sampai yang paling kaya, ada hitungannya. Bahkan, jika istri punya kebiasaan minum kopi atau teh, maka wajib dibelikan oleh suami. Lebih dari itu, istri yang belum bisa mengurusi dirinya harus diberikan pembantu supaya istri tidak terlalu capek (al-Syathiri, 2011: 670).

Ada hal yang lebih istimewa betapa Islam adil memuliakan perempuan. Tidak hanya hal besar, bahkan hal yang remeh diperhatikan. Yaitu, bayi yang masih tahap menyusu pada ibunya, jika seorang ibu atau istri meminta upah karena menyusui anaknya sendiri dari suaminya, maka sang suami wajib membayarnya. Alasan Ulama karena berlandaskan pada QS. al-Thalaq [65]: 6. Bayangkan, Islam menuntut betul pada laki-laki sebagai kepala rumah tangga untuk tanggung jawab dan memuliakan wanita.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemahaman tentang kesetaraan gender dalam Tafsȋr Jalâlain, khususnya terkait ayat dalam Surat an-Nisa’ [4]: 34, yang seringkali dianggap mendiskriminasi perempuan adalah tidak benar. Justru, Islam sangat memuliakan perempuan dengan mewajibkan laki-laki memenuhi hak-hak perempuan secara adil dan menyeluruh. Dengan mengutip berbagai penjelasan (hâsyiyah) dari para ulama atas Tafsȋr Jalâlain, penulis menegaskan bahwa kepemimpinan laki-laki atas perempuan bukanlah bentuk superioritas, melainkan amanah dari Allah yang disertai keutamaan, baik yang bersifat langsung (wahbȋ) maupun yang diperoleh melalui usaha (kasbȋ). Para ulama juga mengakui adanya perempuan-perempuan mulia yang memiliki keutamaan melebihi laki-laki.

Referensi:

Fariq, Muhammad. Tafsîr al-Jalâlain ma’a Hasyîyatuhu Anwâr al-Haramain, Pakistan: Maktabah al-Madinah, 2011.

Al-Jamal, Sulaiman bin Umar. Al-Futuhât al-Ilâhîyat bi Taudhîh Tafsîr al-Jalâlain li al-Daqîqah al-Khafîyah, Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2018.

Al-Qabawah, Fakhruddin. Tafsîr al-Jalâlain al-Muyassar, Bairut: Maktabah Libanon, 2003.

Al-Shabbagh, Muhammad Lutfi. Tahdzîb Tafsîr al-Jalâlain, Riyadh: al-Maktabah al-Islamiyah, 2003.

Shawi, Ahmad bin Muhammad. Hasyîyah al-Shâwi ‘ala Tafsîr al-Jalâlain, Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2021.

Al-Syathiri, Muhammad bin Muhammad. Syarah al-Yaqût al-Nafîs, Dar al-Minhaj, 2011.

Tholhah al-Fayyadl, Muhammad. Imam Jalaluddin as-Suyuthi: Ulama Lintas Disiplin dengan Ratusan Karya, NU Online, pada Selasa, 28 April 2020.

https://www.laduni.id/post/read/70979/tiga-nasihat-penting-mbah-maimoen-zubair-tentang-pernikahan.html

https://mubadalah.id/meluruskan-tafsir-kepemimpinan-laki-laki-atas-perempuan/

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *