Generasi Sandwich: Antara Cinta, Kewajiban, dan Keterbatasan Ekonomi (Studi Tafsir QS. Al-Baqarah[2]: 215)

Fenomena sandwich generation menjadi suatu rantai budaya yang belum terselesaikan hingga saat ini. Munculnya fenomena sandwich generation memicu adanya hal-hal negatif yang dialami masyarakat. Istilah generasi sandwich merujuk pada individu yang berada di usia produktif namun memiliki kewajiban ganda untuk mengurus dan menafkahi orang tua yang sudah lanjut usia serta anak-anaknya yang masih bergantung. Mereka berada dalam posisi di mana harus membagi sumber daya dan perhatian antara tiga generasi dalam keluarganya. Istilah tersebut pertama kali di populerkan oleh Dorothy Miller pada tahun 1981 dalam tulisannya “The Sandwich Generation: Adult of the Aging”. (Rozalina & Nur Anwar, 2021: 67).

Konsep sandwich dapat divisualisasikan sebagai irisan daging yang diapit oleh dua irisan roti. Analogi dari gambaran diatas sama halnya dengan orang tua dan anak dianggap sebagai roti lapisan atas dan lapisan bawah, sedangkan seseorang yang terjebak dalam fenomena ini disamakan dengan sebuah daging atau isi utama dari sandwich yang terjepit di tengah-tengah roti. Jadi, sandwich generation adalah seseorang yang sedang terjepit dalam suatu pilihan antara harus menanggung orang tua atau anak-anaknya. Kondisi ini dapat terjadi baik pada perempuan maupun laki-laki, yang mana mereka memiliki beban tanggungan yang berat, tidak hanya pada masalah finansial, bahkan pada kesehatan mental yang dapat memicu stres.

Bacaan Lainnya

Di Indonesia, cukup banyak ditemui sandwich generation. Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2020, terungkap bahwa sebanyak 71 juta penduduk Indonesia tengah menjalankan peran ganda sebagai generasi sandwich, yakni mereka yang bertanggung jawab secara finansial terhadap orang tua dan anak-anak mereka. Sebanyak 8,4 juta sandwich gen di antaranya extended family atau mereka yang tinggal bersama anggota keluarga di luar keluarga inti yang mereka biayai. Katadata. “Ada 71 juta orang Indonesia yang harus menanggung beban ekonomi keluarga”. Diakses pada Januari 3, 2024.

Hasil survei DataIndonesia.id, menunjukkan bahwa hampir setengah dari generasi Z di Indonesia, atau tepatnya 46,3% berperan sebagai generasi sandwich. Lebih dari 73% dari generasi Z dalam kelompok ini mengaku merasa bersalah jika tidak mampu memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga. “Hasil Survei Dampak Menjadi Generasi Sandwich bagi Gen Z di Indonesia (Rizaty, 2023).”

Sebagian besar anggota generasi sandwich cenderung memprioritaskan pemenuhan kebutuhan orang tua di atas kebutuhan diri sendiri dan anak-anak. Hal ini didasari oleh doktrin lingkungan yang mengatakan bahwa setiap anak harus berbakti terhadap orang tua.

Birrul-wālidain atau berbuat baik (berbakti) kepada orang tua adalah suatu bentuk keharusan yang menjadi kewajiban atau bersifat fardhu ‘ain bagi anak untuk menuruti segala perintah orang tua selama tidak menyimpang dari syariat Islam, dan juga selalu mendoakannya jika salah satu dari mereka atau keduanya telah tiada. Perintah berbakti ini telah disebutkan secara langsung setelah perintah untuk beribadah kepada-Nya. (Afifah, Oktavia, & Qoni’ah, 2020: 20).

Namun, bagi sandwich generation dan masyarakat yang mengalami kondisi tersebut merasa dilema tersendiri dalam hal bagaimana harus bersikap untuk berbakti kepada orang tua (birrul-wālidain), apakah harus tetap memberikan nafkah atau hanya cukup dengan berbuat baik kepada orang tua dalam perkataan dan tingkah laku.

Sebelum membahas lebih lanjut, kita harus mengetahui terlebih dahulu redaksi surat Al-Baqarah[2]: 215 yang menjadi salah satu ayat utama yang membahas tema birrul-wālidain dalam al-Qur’an dan terjemahannya sebagai berikut:

يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ۗ قُلْ مَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

“Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad SAW) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan (dan membutuhkan pertolongan).” Kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” [QS. Al-Baqarah : 215] (Terjemah Qur’an Kemenag)

Azbabun Nuzul QS. Al-Baqarah[2]: 215

Menurut Imam As-Suyuthi, diturunkannya ayat ini karena timbul pertanyaan mengenai bagaimana pendistribusian harta seorang mukmin. Penafsiran ini dilatarbelakangi sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Juraij berkata: “Orang-orang beriman bertanya kepada Rasulullah SAW di mana mereka harus menyimpan harta mereka?”. Maka turunlah ayat ini. Di dalam riwayat lain, yang di riwayatkan oleh Ibnul Mundzir dari Abu Hayyan bahwasannya Amru bin Al-Jamuh bertanya kepada Nabi SAW, “Apa yang kami nafkahkan dari harta-harta kami? Di mana kami menyimpannya?” Maka turunlah ayat ini. (As-Suyuthi, 2015: 65)

Implikasi Penafsiran tentang Birrul-Wālidain dalam QS. Al-Baqarah[2]: 215 terhadap Sandwich Generation

Dalam konteks kehidupan sehari-hari, ayat di atas mengajarkan untuk selalu mengutamakan  kepentingan orang lain, terutama kedua orang tua di atas kepentingan diri sendiri. Dalam hal ini, infak dapat menjadi salah satu bentuk birrul-wālidain. Dalam kesimpulannya, Q.S Al-Baqarah ayat 215 mengajarkan betapa pentingnya untuk berinfak. Melalui infak, orang tua dan saudara-saudara kita yang kurang beruntung dapat sedikit terbantu. Selain itu, ayat ini juga mengajarkan untuk memberikan infak secara ikhlas tanpa pamrih.

Dalam Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab dapat dipahami bahwa alokasi infak yang pertama adalah diberikan kepada orang tua. Memberi nafkah kepada orang tua termasuk birrul-wālidain yang mana hal tersebut patut di perhatikan dan di amalkan saat orang tua masih hidup. Namun, bagi sandwich generation yang sudah menikah, maka nafkah tersebut untuk menghidupi keluarga kecilnya, sehingga memberi nafkah kepada orang tua bukanlah suatu kewajiban yang harus di lakukan tetapi masih menjadi tanggung jawabnya untuk memberi nafkah kepada orang tua dengan tetap berusaha serta tetap menghormati kedua orang tuanya dengan baik. (Shihab, 2002: 458-459)

Jika seorang anak sudah berkecukupan dalam segi ekonominya maka wajib untuk memberi nafkah kepada kedua orang tuanya. Namun, apabila tidak berkecukupan dalam hal ekonomi, maka seorang bukan lari dari tanggung jawab untuk memberi nafkah kepada orang tuanya. (Ernawati, 2015: 20).

Penegasan mengenai nafkah sesuai yang termuat dalam QS. Al-Baqarah[2]: 215 itu bisa dilihat dalam QS. At-Thalaq[65]: 7 yang berbunyi:

لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُۗ لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًاࣖ

“Hendaklah orang yang lapang (rezekinya) memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari apa (harta) yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah kelak akan menganugerahkan kelapangan setelah kesempitan.” (Terjemah Qur’an Kemenag)

Ayat di atas menerangkan bahwa bagi seseorang yang mampu dan berkecukupan, maka wajib atasnya untuk memberi nafkah kepada orang tuanya. Jika tidak, maka berbuat baik dengan jenis apapun disebut dengan menafkahi. Pada kalimat “dan kebaikan apa saya yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” Karenanya, besar atau kecil, materi atau selalu berada di sisi orangtua tetap memiliki nilai di mata Allah.

Jadi, bagi sandwich generation jangan menjadikan hal tersebut sebagai beban, karena sejatinya berbakti kepada orang tua dapat menjadi ladang pahala sehingga hidup menjadi penuh berkah. Persoalan nafkah kepada orang tua ini walaupun banyak dalil dan pendapat yang mewajibkannya, tetapi kembali lagi harus dilihat dari segi kemampuan, situasi, kondisi, kebutuhan, dan kesadaran sang anak.

Peran ganda yang dipikul oleh seorang sandwich generation bukan sebuah beban melainkan salah satu bentuk birrul-wālidain. Karena Islam mengajarkan agar selalu berbakti dan bersyukur kepada orang tua sebagaimana bersyukur kepada Allah swt seperti dalam QS. Luqman[31]: 14,

اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

“… “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.”

 

Daftar Pustaka

 

Afifah, R., Oktavia, R. D., & Qoni’ah, A. Z. (2020). Studi Penafsiran Surat Al-Isra’ Ayat 23-24 Tentang Pendididkan Birru al-Walidain. Ta’wiluna: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Pemikiran Islam.

As-Suyuthi, I. (2015). Asbabun Nuzul Sebab-sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, ter. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Ernawati. (2015). Kewajiban Anak Memberi Nafkah Kepada Orang Tua Menurut Hukum Islam. Forum Ilmiah.

Katadata. (2024, January 3). katadata. Retrieved from katadata: https://www.instagram.com/katadatacoid/p/C1oRtrGS9hV/?img_index=1

Kemenag, Q. (n.d.). Retrieved from https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/2?from=215&to=215

Rizaty, M. A. (2023, November 27). dataindonesia.id. Retrieved from https://dataindonesia.id/varia/detail/hasil-survei-dampak-menjadi-generasi-sandwich-bagi-gen-z-di-indonesia

Rozalinna, G. M., & Nur Anwar, V. L. (2021). Rusnawa dan Sandwich Generation: Resiliensi Masa Pandemi di Ruang Perkotaan. Brawijaya Journal of Social Science.

Shihab, M. Q. (2002). Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qura’an. Jakarta: Lentera Hati.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *