Interpretasi Lafadz al-Balad al-Tayyib dalam Surah Al-A’raf [7]: 58 Perspektif Tafsir Safinatu Kalla Saya’lamun karya Maimoen Zubair (Studi Analisis Hermeneutika Emilio Betti)

Eksistensi manusia tidak dapat dijauhkan dari utilisasi keadaan sekitar. Pasalnya, hal tersebut dituntut oleh sunnatullah dalam sekian syariat (Mustakim: 2017, 2) Juga, pemanfaatan bahan dasar secara overdosis mempengaruhi kekosongan alam sekitar serta degradasi mutu yang berdampak pada ekosistem lingkungan (Firdaus: 2023, 555) Adapun diskusi tentang alam sekitar tidak terlepas dari kesuburan tanah dalam suatu daerah (Anggun: 2018, 63) Dalam Al-Qur’an, sebuah lingkungan, tanah atau negri yang makmur diistilahkan dengan “al-balad al-tayyib” (Al-A’raf [7]: 58)

Makna al-Balad al-Tayyib dalam Tafsir K. H Maimoen Zubair

Bacaan Lainnya

Sebelum menguraikan interpretasi lafadz al-balad al-tayyibdalam Su>rat Al-A’raf [7]: 58, penulis perlu menguraikan ayat yang dimaksud secara lengkap,

وَٱلۡبَلَدُ ٱلطَّيِّبُ يَخۡرُجُ نَبَاتُهُۥ بِإِذۡنِ رَبِّهِۦۖ وَٱلَّذِي خَبُثَ لَا يَخۡرُجُ إِلَّا نَكِدۚ كَذَٰلِكَ نُصَرِّفُ ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡم يَشۡكُرُونَ

Artinya: “Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah SWT dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur” (Al-A’raf [7]: 58)

Secara lughawy, term “al-balad” merupakan bentuk infinitive atau mufrad dengan bentuk jamaknya al-bilad dan al-bildan.  Term tersebut dipahami sebagai “sebuah tempat yang mencakup serta terbatas dan berkaitan erat dengan perkumpulan orang-orang yang bertempat tinggal pada tempat tersebut” (Raghib: 1889, 59) Sedangkan, makna al-tayyib, dalam Lisan al-‘Araby difahami sebagai antonim dari busuk, kotor atau jahat. Lebih dalam lagi, sebuah negri yang disifati al-tayyib berarti negri yang aman atau didapati banyak kebaikan di dalamnya. (Mandzur: 2731)

H Maimoen Zubair, biasa dikenal dengan Mbah Moen dianggap sebagai panutan yang berwibawa dan kharismatik (Nureyzwan: 2022, 89) Dalam tafsir Safinat Kalla Saya’lamun Fi Tafsir Shaikhina Maymun, beliau memaknai lafadz al-balad al tayyibdengan sebuah desa yang dinamai dengan Sarang (sekarang). Mbah Moen meneruskan, “kesibukan mereka ialah sebagai nelayan serta berburu ikan”. Adapun pekerjaan tersebut dianggap sebagai kegiatan yang memiliki faedah paling banyak dan pekerjaan yang cukup menjanjikan jika dibandingkan dengan pertanian. (Ismail: 2023, 30)

Latar belakang Mbah Moen menafsirkan demikian ialah tanah di desa Sarang tidak cocok atau tidak sesuai untuk menghasilkan, mengeluarkan serta mendatangkan keuntungan darinya. Muhammad Ismail al-Askhaly menambahkan, “Seakan-akan Mbah Moen ingin mengemukakan mengenai karunia Allah SWT atas desa Sarang yang tidak cocok untuk pertanian agar tidak berputus asa. Akan tetapi, warga sekitar dapat mencari karunia allah SWT dari laut yang telah disediakan Allah SWT untuk mereka. (Ismail: 2023, 30)

Makna al-Balad al-T{ayyib Perspektif Hermeneuitika Emilio Betti

Hermeneutika dikenal sebagai term yang cukup familier dalam konteks lingkungan teologi, filsafat, dan sastra (Richard: 2022, 24) Hermeneutika berasal dari bahasa Yunani, yaitu hermenuein yang berarti mengekspresikan, menjelaskan, dan menerjemahkan. (Joko: 1998, 172) Adapun secara historis hermeneutika dirujukkan kepada Hermes, tokoh utusan dalam mitologi Yunani sebagai perantara dewa Zeus dengan manusia dalam menjembatani antara langit dan dunia (Komarudin: 1998, 117) Pembagian periode hermeneutika secara garis besar diklasifikasi menjadi 3 masa utama, yaitu masa klasik, pertengahan, dan modern. Adapun tokoh-tokoh terkenalnya seperti Schleiermacher, Dilthey, dan    Emilio    Betti, (Hendri: 2017, 112)

Emilio Betti dikenal sebagai filsuf, teolog, serta ahli hukum asal Italia (Mahmudi: 2017, 59) Betti diketahui cukup berkiprah banyak dalam perkembangan hermeneutika. Pada klimaksnya, ia mendirikan Institut Penafsiran di Universitas Roma pada tahun 1890-1968 (Abraham: 2022, 60) Emilio Betti termasuk tokoh hermeneutika yang menganut paham hermeneutika teoritis. (Zulfikar: 2022, 74) Hermeneutika teoritis dimaksudkan sebagai hermeneutika yang menggali arti atau interpretasi yang sesuai dengan keinginan penulis teks tersebut. Emilio Betti dalam teori hermeneutikannya mengimplementasikan pendekatan yang menggabungkan antara Scheleimacher juga Dilthey, yaitu pendekatan linguistik, psikologi dan historis. (Akhyar: 2020, 97)

Secara singkat, teori hermeneutika yang diprakarsai Emilio Betti diklasifikasi menjadi 4 tahapan, antara lain; (Aksin: 2021, 66)

Pertama, Mufassir melakukan penyelidikan terhadap fenomena linguistik teks. Pada interpretasi lafadz al-balad al-tayyibdalam Surat Al-A’raf [7]: 58, Mbah Moen dinilai berhasil menunjukkan fenomena linguistik. Pasalnya, beliau memaknai lafadz al-balad al-tayyib dengan sebuah desa yang mengambil keuntungan serta dapat mengambil manfaat dari lingkungan yang dihuni penduduk desa tersebut. Meskipun tidak dianggap serupa sebagai suatu tempat yang memiliki tanah subur, Mbah Moen secara tekstual dan tersirat memaknai ayat tersebut dengan dua indikasi utama, yaitu: (1) Surat Al-A’raf [7]: 58 memberikan indikasi berupa kriteria tanah yang subur secara umum (2) Surat Al-A’raf [7]: 58 ditafsirkan sebagai tempat (tanah) yang dapat dimanfaatkan

Kedua, Mufassir dirasa tidak memihak pada kepentingan atau urursan tertentu. Langkah ini dimaksudkan agar mufassir dalam interpretasi yang dilakukan dapat terlepas dari kepentingan tertentu. Dalam konteks ini, Mbah Moen dianggap telah berhasil menjernihkan pikirannya dari riwayat-riwayat yang tidak diketahui sanadnya. Perkara tersebut berselisih dengan interpretasi Imam al-Baghawy dalam tafsirnya Ma’alim al-Tanzil pada interpretasinya memaknai lafadz al-balad al-tayyibdalam Su>rat Al-A’raf [7]: 58 dari  riwayat yang disandarkan kepada Abdul Wahid (Al-Bagha>wy: 1989, 239)

Ketiga, Mufassir membawa dirinya pada posisi penggagas melalui kerja imajinasi dan wawasan. Langkah ini menuntut agar mufassir mampu berimajinasi dan berperilaku sebagai penggagas. Adapun perkara tersebut dibuktikan Mbah Moen dengan interpretasi beliau mengenai lafadz al-balad al-tayyibdalam Surat Al-A’raf [7]: 58 dengan sebuah tempat yang dikenal dengan desa Sarang, Jawa Tengah. Peran imajinasi yang dilakukan Mbah Moen adalah sebuah kesibukan penduduk setempat yang mencari penghasilan dengan cara berburu ikan dan bekerja sebagai nelayan.

Keempat, Mufassir melakukan rekonstruksi untuk mengembalikan situasi dan kondisi guna memperoleh hasil yang ingin dicapai dari ungkapan teks. Langkah init mendorong mufassir agar menerapkan rekonstruksi guna memasukkan situasi dan kondisi tertentu. Dalam tahap ini, Mbah Moen membuktikan dengan kualitas serta potensi-potensi yang bisa dimanfaatkan pada desa Sarang. Beliau menjelaskan, tanah di desa Sarang tidak cocok serta tidak memungkinkan jika dijadikan ladang pertanian. Sehingga, penduduk sekitar disarankan mencari penghidupan melalui berburu ikan dan menjadi nelayan. Lanjut beliau, karunia Allah SWT pada desa Sarang bukan terletak pada tanah yang dipijak. Namun, karunai tersebut terletak pada kekayaan laut yang disediakan Allah SWT.

Sekilas uraian mengenai interpretasi lafadz al-Balad al-Tayyib dalam Surah Al-A’raf [7]: 58 di atas secara tidak sertamerta menuntut bahwa K. H Maimoen Zubair menafsirkan lafadz tersebut berkaitan erat dengan keadaan geografis tempat tinggal beliau. Adapun tahapan hermeneutika yang dihidangkan oleh Emilio Betti berfungsi sebagai Langkah atau tahapan dalam sistemaika pemaknaan lafadz yang dikaji. Wallahu a’lam

Daftar Pustaka

Jurnal

Ziswan, John Abraham. “Hermeneutika Sebagai Penafsiran Objektif dalam Pemikiran Emilio Betti”, Widya Katambung: Jurnal Filsafat Agama Hindu, Vol. 13, NO. 02 (Desember, 2022), 60.

Dahlan, Firdaus. “Memahami QS. Al A’raf Ayat 56 mengenai Perampasan Lahan: Telaah Penafsiran Kontekstual menurut Pendekatan Abdullah Saeed”, Reslaj: Religion Education Social Laa Rooiba Journal,Vol. 06, No. 01 (Juli: 2023), 555.

Mahmudi, Mahmudi. “Hermeneutika Emilio Betti dan Aplikasinya dalam Kajian Studi Keislaman,” El-Wasathiya: Jurnal Studi Agama 5, No. 1 (Juni 2017): 59.

Muhammad Zulfikar Nur Falah, “Hermeneutika Emilio Betti: Analisisnya Atas Kisah Ash}a>b al-Fi>l Dalam Tafsir al-Muni>r”, Tanzil: Jurnal Al-Qur’an, Vol. 05, No. 01 (Oktober, 2022), 74.

Mustakim, “Pendidikan Lingkungan Hidup Dan Implmenetasinya Dalam Pendidikan Islam (Analisis Surat Al-A’raf [7]: 56-58 Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab)”, Jurnal Of Islamic Education, Vo. 02, No. 01 (Mei: 2017), 2.

Sabani, Nureyzwan. “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Tokoh Ulama’ Kharismatik K. H Maimoen Zubair”, Jurnal Pendidikan Karakter, Vol. 13, No. 01 (2022), 89.

Zuhaida, Anggu. “DESKRIPSI SAINTIFIK PENGARUH TANAH PADA PERTUMBUHAN TANAMAN:  Studi Terhadap QS. Al A’raf Ayat 58”, Thabiea: Journal Of Natural Science Teaching, Vol. 01, No. 02 (2018), 63.

Buku

 

Baghawi (al), Ima>m Muh}yi al-Sunnah Abi H{a>mid al-H{usayn Ibn Mas’u>d. Ma’a>lim al-Tanzi>l. Riya>d}: Da>r al-T{ayyibah, 1989.

Hidayat, Komaruddin. Tragedi Raja Midas Moralitas Agama dan Krisis Modernisme. Jakarta: Paramadina, 1998.

Is}faha>ni (al), Raghib. al-Mufrada>t Fi> Gari>b Al-Qur’a>n. Beirut: Da>r al-Ma’rifah, 1889.

Lubis, Akhyar Yusuf. Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer. Depok: Raja Grafindo, 2020.

Mandzur, Ibnu. Lisa>n al-‘Araby. Beirut: Da>r al-Ma’rifah.

Palmer, Richard E. Hermeneutika: Teori Interpretasi Dalam Pemikiran Scheleimacher, Dilthey, Heidegger, dan Gadamer Yogyakarta: IRCiSod, 2022.

Siswanto, Joko. Sistem-Sistem Metafisika Barat dan Aristoteles sampai Derrida. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

Wijaya, Aksin. Menafsirkan Kalam Tuhan. Yogyakarta: IRCiSoD, 2021.

Wijaya, Aksin. Teori Interpretasi Ibnu Rusyd: Kritik Ideologis – Hermeneutis. Yogyakarta: LKiS, 2009

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *