Relativitas Waktu dalam Narasi al-Qur’an dan Sains: Membaca Thantawi Jauhari dan Albert Einstein

Pada abad ke-20 ada seorang ilmuwan Jerman bernama Albert Einstein yang membuktikan secara ilmiah adanya relativitas waktu. Penemuan ini bukanlah hal baru jika melihat pada isyarat sains Alquran yang diturunkan 15 abad lalu. Sebagaimana diterangkan ulama tafsir bahwa Alquran memperkenalkan relativitas waktu, baik yang berkaitan dengan dimensi ruang, keadaan, maupun pelaku. Tulisan ini akan mengurai silang narasi yang hadir dalam diskusi relativitas waktu dalam al-Qur’an melalui mufasir yang punya ketertarikan mengeksplorasi isyarat ‘ilmi (sains) al-Qur’an, Thantawi Jauhari, maupun dalam lensa sarjanawan sains fenomenal, Albert Einstein.

Isyarat Relativitas Waktu dalam Alquran

Informasi tentang waktu yang bersifat relatif tersebut terdapat dalam sejumlah ayat, di antaranya ialah dalam Q.S. al-Hajj ayat 47 dan Q.S. as-Sajdah ayat 4-6 yang menyatakan bahwa waktu sehari sama dengan seribu tahun menurut perhitungan manusia.

Bacaan Lainnya

وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ وَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ وَعْدَهُ وَإِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ

Artinya: “Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung.” (Q.S. al-Hajj: 47)

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ مَا لَكُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا شَفِيعٍ أَفَلا تَتَذَكَّرُونَ (4) يُدَبِّرُ الأمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الأرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ (5) ذَلِكَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ (6)}

Artinya: “Allah-lah Yang Menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia ber­semayam di atas ‘Arasy. Tidak ada bagi kamu selain dari-Nya seorang penolong pun dan tidak (pula) seorang pemberi syafaat. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. Yang demikian itu ialah Tuhan Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.” (Q.S. as-Sajdah: 4-6)

Penjelasan Ulama Tafsir: Waktu sebagai Perbandingan Makna

Dalam Alquran, ungkapan waktu yang relatif itu menggunakan kata yaum (hari). Dalam pemahaman ini yaum maknanya dalam pengertian umum, 24 jam. (Tafsir Ilmi: Waktu dalam Prespektif Alquran dan Sains h. 71) Sebagaimana pada banyak ayat menjelaskan mengenai yaum yang artinya hari akhir, tahun, bulan, ataupun hari, juga mengandung perbandingan antara sebuah nama waktu dengan yang lainnya.
Menurut Thantawi Jauhari perhitungan waktu sehari sama dengan seribu tahun bukanlah pembatasan bilangan. Penyebutan seribu tahun bermaksud untuk menujukkan bahwa maqam (kedudukan) suci Tuhan sangat jauh dari kedudukan hamba yang berada di alam yang terikat dengan materi. Pengecualian bagi para hamba-Nya yang dikhususkan, waktu ini setara dengan waktu antara salat Zuhur dan Ashar. (Tafsir Jawahir al-Quran Juz 15, h. 191)

Thantawi (15:195) kemudian menjelaskan bahwa dunia yang dihuni manusia saat ini merupakan hasil atau turunan dari alam yang lebih halus (althaf) dimana kepadatan senyawa dan zat yang ada di alam halus tersebut berbeda. Ia memberikan penjabarannya melalui penjelasan kimia dimana setiap unsur menunjukkan sifat dan derajat yang berbeda-beda. Hal itulah yang memicu adanya dilatasi waktu antara dunia padu dan alam halus.

Di lain sisi dalam Q.S. al-Ma’arij ayat 4, Allah menyebut satu hari kadarnya sama dengan 50 ribu tahun, ketika para malaikat naik menghadap-Nya dengan kecepatan cahaya. Ayat ini menyebutkan suatu peristiwa yang menjadi tolak ukur terjadinya perbedaan waktu antara dua pengamat. Yakni pengamatan dengan kerangka acuan bergerak dan pengamat dengan acuan diam.

Dinyatakan bahwa malaikat bergerak naik dengan waktu satu hari (yaum) menurut dimensinya dan akan sama dengan 50 ribu tahun menurut dimensi manusia. Hal ini dikarenakan malaikat bergerak tidak menggunakan hukum alam di muka bumi, sehingga tidak terkena oleh sunatullah yang ada di bumi, atau di alam lain yang berbeda dari hukum alam manusia. Perlu juga diperhatikan bahwa malaikat atau Allah tidak terkait dengan ruang dan waktu sebagaimana manusia. (Mengenal Konsep Relativitas h. 137-138)

Thantawi Jauhari (24:253) menambahkan penjelasan bahwa malaikat berada pada alam arwah, yaitu alam yang terlepas dari materi. Di mana malaikat pergi menghadap Allah sesuai dengan derajatnya masing-masing. Rentang waktu dalam ayat ini diibaratkan dengan sehari yang setara 50 ribu tahun menurut perhitungan waktu manusia yang terikat materi.

Einstein dan Relativitas: Membuktikan Perbedaan Waktu antara Dua Pengamat

Penjelasan mengapa waktu yang dipakai oleh para malaikat begitu singkat, yang di mana seharinya bisa setara 50 ribu tahun ini sejatinya sangat dimungkinkan dalam teori fisika modern. Seperti teori relativitasnya Albert Einstein, ia membuktikan tentang waktu yang relatif itu dengan mengangkat sebuah cerita fakta.

Sebagaimana Aminah Mustari dalam bukunya, Ketiadaan Waktu dan Realitas (h. 118), yang mengutip kisah eksperimentasi Einstein terhadap dua saudara kembar. Salah seorang kembar ini pergi keluar angkasa dan yang satunya tinggal di bumi. Orang yang pergi keluar angkasa pada kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya, sewaktu kembali ke bumi, ia melihat bahwa saudaranya menjadi jauh lebih tua darinya. Hal ini dikarenakan waktu berjalan lebih lambat bagi orang yang bepergian dengan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya.

Dalam terminologi agama Islam sendiri, malaikat disebut sebagai makhluk yang berbadan cahaya. Karena itu ia bisa melesat dengan kecepatan yang sangat tinggi, yaitu 300 ribu km/detik. Sehingga ketika dia naik ke langit dengan kecepatan mendekati cahaya, waktunya menjadi mulur, relatif terhadap waktu manusia sebesar 50 ribu tahun. (Tafakur h. 64) Sehingga perbedaan waktu dalam suatu kerangka acuan yang bergerak (malaikat) dengan kerangka acuan yang diam (manusia) adalah efek dilatasi waktunya, karena malaikat bergerak melampaui kecepatan cahaya.

Alquran dan Sains: Menyelami Kedalaman Pengetahuan Ilahi

Demikianlah Alquran membentuk satu iklim yang dapat mengembangkan akal pengetahuan manusia. Kitab suci yang diturunkan kepada Rasulullah pada abad ke-7 itu selain memuat ayat hukum dan kisah, juga berisikan fakta-fakta ilmiah sains menakjubkan yang hingga saat ini masih ditelusuri oleh pakar-pakar ilmu. Sebagaimana isyarat-isyarat yang telah diberikan dalam beberapa ayat yang memberi informasi tentang relativitas waktu, menjadi pengantar teologis bagi umat Islam untuk tidak mendikotomi sains dan agama serta justru menjadikan agama sebagai reaktor bagi aktivitas eksplorasi pengetahuan alam sebagai bagian dari ayat kauniah-Nya.

Daftar Pustaka
Agus Mustofa. Tafakur. Surabaya: Padma Press, 2013
Albert Einstein. Teori Relativitas. Jakarta: Gramedia, 2019
Aminah Mustari, Dadi M. H. Basri. Ketiadaan Waktu dan Realitas Takdir, Cet. 1-Jakarta: Robbani Press, 2003
Thantawi Jauhari, Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an al-Karim. Beirut: Dar al-Fikr, tth

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *