Hadis adalah sabda, perbuatan, takrir (ketetapan) Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan atau diceritakan oleh sahabat untuk menjelaskan dan menetapkan hukum Islam.
Ada sebuah tradisi di kalangan ulama terdahulu yang hingga kini masih dipelihara dari generasi ke generasi. Tradisi saat mengajarkan suatu hadis umumnya akan memulai dengan hadis berikut,
الرَّاحِمونَ يرحَمُهم الرَّحمنُ تبارَك وتعالى؛ ارحَموا مَن في الأرضِ يرحَمْكم مَن في السَّماءِ.
“Orang yang memberi kasih sayang maka dia akan mendapatkan kasih sayang dari Ar-Rahman (Allah) tabaraka wa taala, sayangilah orang yang di bumi, niscaya kamu akan dikasih sayangi orang yang di langit.”
[Rawi: Abdullah ibn Amru, Muhaddis: Ibn Hajar al-‘Asqalani, Sumber: Al-Imta’ (1/62), Status hadis: Hasan, Takhrij oleh Abu Dawud no. 4941, At-Tirmizi no. 1924 dan Ahmad no. 6494].
Tradisi Periwayatan dengan Cinta
Hadis di atas dikenal di kalangan ahli hadis dengan istilah musalsal bil awwaliyah. Secara bahasa, musalsal artinya adalah berantai, sehingga hadis musalsal bil awwaliyah adalah hadis yang selalu dibacakan oleh seorang muhaddis sebelum mulai mengajar atau belajar hadis, kebiasaan ini terus mentradisi hingga dibacakan pula oleh murid-murid di bawahnya berkesinambungan. Seorang guru akan berkata “Saya telah mendengar dari fulan (guru Saya) hadis pertama kali yang didengar, yang beliau (gurunya itu) mendengar dari fulan (guru dari guru)”. Begitu seterusnya sampai kepada Ibn Abi Umar, dari Sufyān dari ‘Amri bin Dinar dari Abi Qābus dari Abdullah bin ‘Amri sanad terakhir kepada Rasulullah SAW, baru kemudian menyebutkan hadits di atas.
Selain redaksi di atas terdapat redaksi lain yang lebih panjang, yakni,
الرَّاحمونَ يرحمُهُمُ الرَّحمنُ . ارحَموا من في الأرضِ يرحَمْكم من في السَّماءِ ، الرَّحمُ شُجْنةٌ منَ الرَّحمنِ فمن وصلَها وصلَهُ اللَّهُ ومن قطعَها قطعَهُ اللَّهُ
“Orang yang memberi kasih sayang maka dia akan mendapatkan kasih sayang dari Ar-Rahman (Allah), sayangilah orang yang di bumi, niscaya kamu akan dikasih sayangi orang yang di langit. Ar-Rahmu (Rahim) dinamai dari nama Ar-Rahman, Jadi siapa pun yang menghubungkannya, maka Allah akan menghubungkannya, dan siapa pun yang memutuskannya, maka Allah akan memutuskannya.”
[Rawi: Abdullah ibn Amru, Sumber: Shahih At-Tirmidzi no 1924, Status hadis: Hasan, Takhrij oleh Abu Dawud no. 4941, At-Tirmizi no. 1924 dan Ahmad no. 6494].
Pesan Cinta Tanpa Batas
Dalam hadis ini, Rasulullah SAW bersabda: “Ar-Rāhimūn,” adalah orang yang mengasihani siapa dan apa pun yang ada di bumi, baik manusia, hewan, burung, atau apapun. Artinya sifat kasih tersebut tidak boleh dibatasi oleh perbedaan jenis, ras dan tak pula tersekat oleh perbedaan suku bahkan agama. Tidak lah semua perbedaan ini melainkan menjadi ladang untuk meneladai sifat ar-Rahman. Ar-Rahmu (Rahim) dinamai dari nama Ar-Rahman, yakni Sang Maha Pengasih Allah SWT yang kasihnya meliputi segala sesuatu, tanpa batas dan tepi.
Siapa yang pertama dikasihi? Al-ʽArif Al-Būni berkata, mulailah dengan mengasihi dirimu, tapi jangan hanya terbatas pada kebaikan untuk diri sendiri melainkan orang lain.
Bagaimana caranya? kasihilah orang yang bodoh dengan ilmu yang kita miliki, angkatlah derajat orang yang lebih rendah dengan kedudukan/jabatan, kasihanilah orang fakir dengan harta, sayangi yang lebih tua atau yang lebih muda dengan penghormata, welas asih dan kesantunan, sayangi orang yang bermaksiat dengan dakwah, sayangi hewan-hewan dengan kasih, tanpa emosi.
Itu lah yang dimaksud sayang tanpa batas dan cinta tanpa tepi sebagai wujud nyata bagi orang yang mengaku rindu kepada rahmat Allah. Tradisi mengajarkan hadis pertama tentang kasih sayang, bukan tentang tema lainnya menunjukkan bahwa para ahli hadis memiliki komitmen untuk menebarkan sayang, menepiskan berang, atau selaras dengan jargon “mewujudkan perdamaian di dunia”.