Nabi Ibrahim as yang dikenal sebagai pengumandang pertama Tuhan Yang Maha Esa Seru Sekalian Alam memiliki banyak nama pujian seperti Bapak Para Nabi, Bapak Agung, Hanif, Ulul Azmi, dan lain-lain, dikenal pula dengan gelar ummah. Pada titik inilah tulisan ini dimulai. Bagaimana satu seorang bisa diberi gelar ummah padahal ummah berarti sangat banyak orang? Secara sederhana mungkin alasannya adalah bahwa kebaikan Nabi Ibrahmi as setara dengan sangat banyak orang dan bahkan setara dengan sangat banyak generasi hingga hari kiamat. Tapi tulisan ini memiliki pandangan bebeda.
Tulisan ini lebih cenderung memahami bahwa visi seorang Nabi Ibrahim as memang bukan untuk jangka pendek, bukan untuk sebuah generasi saja, bukan untuk Makkah belaka, bukan bagi satu agama semata-mata (Yahudi, Kristen, Islam), tetapi banyak generasi, banyak kota, banyak agama. Doa Nabi Ibrahim as adalah untuk peradaban. Karena itulah Nabi Ibrahim as digelar ummah.
Hal tersebut di atas tergambar di dalam QS. Al-Baqarah/2: 126: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Mekah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, Dia (Allah) berfirman, Dan kepada orang yang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”
Memang tampak bahwa ayat di atas seakan-akan berbicara khusus untuk sebuah kota, yaitu Makkah, namun itu hanya tanda bahwa sebuah perjuangan memang harus dimulai di sebuah tempat dan di suatu waktu yang spesifik meski visi tetap menjangkau mandala yang lebih luas. Buktinya, doa Nabi Ibrahmi as tersebut adalah sekaligus penetapan sebuah fondasi bagi peradaban raksasa. Fondasi tersebut adalah:
- Keamanan (aaminan). Sebuah peradaban memerlukan keamanan dan stabilitas agar bisa mekar dan tumbuh. Keamanan yang dimaksud adalah masyarakat sebuah negara bebas beraktivitas untuk penghidupannya dan untuk keagamaannya. Tidak ada gangguan untuk mencari nafkah dan tidak ada gangguan untuk beribadah. Untuk sebuah negara yang menaungi banyak agama, seperti Indonesia, maka itu berarti kebebasan untuk masing-masing pemeluk agama untuk menjalankan agamanya, tanpa gangguan dari negara atau dari agama lain.
- Kesejahteraan (warzuq ahlahuu minats tsamaraat). Dampak dari keamanan adalah kesejahteraan. Manusia telah dilengkapi oleh Allah SWT dengan akal dan kreativitas sehingga yang mereka butuhkan hanyalah keamanan dan stabilitas yang menjamin kebebasan mereka, maka otomatis kesejahteraan akan datang dengan sendirinya. Ada kesan kuat (meskipun ada pendapat berbeda) bahwa kala Nabi Ibrahim as beserta Siti Hajar dan Nabi Ismail as pertama kali di Makkah, daerah itu adalah daerah tandus sehingga ada kisah di mana Siti Hajar kesulitan mendapatkan air hingga terbitlah sumur Zamzam. Artinya, jika jaminan keamanan ada, maka kreativitas manusia akan mendobrak segala tantangan yang ada, termasuk tantangan alam. Dalam hal ini, doa Nabi Ibrahim as adalah pelajaran tentang optimisme tingkat tinggi. Sebuah visi memang harus seperti itu. Jika perlu, melampaui nalar manusia biasa.
- Keyakinan (man aamana minhum bil Laahi wal yaumi aakhir). Inti keyakinan ada dua, yaitu keyakinan kepada sesuatu dan konsekuensi dari keyakinan terhadap sesuatu tersebut. Di ayat ini disebutkan keyakinan kepada Allah SWT dan konsekuensi dari keyakinan tersebut, yaitu Hari Akhir. Setiap masyarakat dalam sebuah peradaban yang hendak tumbuh harus yakin kepada suatu hal dan juga tahu bahwa ada konsekuensi yang harus dihadapi terkait keyakinan tersebut. Pada sebuah negara, diperlukan hukum yang tetap dan melindungi semua lapisan masyarakat dan disertai ancaman konsekuensi bagi mereka yang tidak taat hukum. Dengan itu, sebuah ketertiban, stabilitas, dan keamanan bisa terbangun.
Di penghujung ayat di atas, Allah SWT menegaskan sebuah fondasi berikutnya, yaitu: “Siapapun yang kafir, maka Aku memberinya kesenangan sementara, kemudian Aku paksa dia ke dalam azab neraka dan itulah seburuh-buruk tempat kembali.” Secara redaksional, potongan terakhir ayat tersebut sangat bernuansa teologis-eskatologis karena berbicara tentang keyakinan dan hari kiamat, tetapi secara lebih luas, potongan ayat tersebut adalah gambaran konsekuensi apabila tiga fondasi peradaban di dalam doa Nabi Ibrahmi as itu dilanggar.
Para pelanggar di dalam ayat di atas disebut kafara (kafir). Arti dasar kafara di dalam Bahasa Indonesia adalah “menutupi”. Mereka yang melanggar berarti menutupi fondasi atau tidak mengindahkannya. Uniknya, Allah SWTdalam ayat di atas tidak langsung mengatakan tindakan kekafiran itu salah dan pasti diazab, tetapi Allah SWT memulai dengan mengatakan bahwa mereka tetap akan mendapatkan kenikmatan (fa umatti’uhuu qaliilan) tetapi sedikit atau tidak langgeng. Mereka yang mencari keuntungan dengan cara mengoyak keamanan, mengancam kesejahteraan, dan menginjak-injak hukum dan konsekuensinya akan tetap mendapatkan keuntungan tetapi sedikit dan tidak lama. Itu sama saja dengan hancurnya peradaban dan kembali ke era kegelapan (ilaa ‘adzaabin naari wa bi’sal mashiir).
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah perwujudan lain dari doa Nabi Ibrahim as untuk meletakkan dasar-dasar bagi peradaban yang berfondasi keamanan, kesejahteraan, dan keyakinan. Keamanan hanya bisa tercapai apabila ada kebebasan dari penjajahan dan kesejahteraan hanya bisa tercapai jika ada keamanan. Lalu, jaminan atas keamanan dan kesejahteraan adalah keyakinan, yaitu keyakinan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa serta keyakinan kepada persatuan dan kesatuan dalam segala perbedaan.
Para ulama dan para pendiri bangsa sudah melakukan tugas mereka dengan baik dan telah meninggalkan warisan penting Pancasila yang di dalamnya ada keamanan, kesejahteraan, dan keyakinan. Tugas generasi penerus tidak seberat Nabi Ibrahim as yang harus memulai peradaban dari nol dan tidak seberat para pahlawan yang harus mengusir penjajah. Indonsia pun bukan seperti Makkah yang untuk mencari air saja susahnya minta ampun. Tugas generasi penerus “hanya” merawat keamanan, kesejahteraan, dan keyakinan. Selebihnya, biarkan kreativitas manusiawi yang melanjutkannya menjadi peradaban yang besar. Mereka yang mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa inilah orang-orang kafir yang sesungguhnya karena kufr terhadap nikmat warisan para pendiri bangsa dan kufr terhadap nikmat Indonesia dengan segala kesuburannya.
Dirgahayu Indonesia-ku.[]
Editor: AMN