Urgensi Kesetaraan Dua Model Interpretasi dalam Hermeneutika Schleiermacher

annahl-islamic.sch.id

Schleiermacher merupakan penganut mazhab hermeneutika objektivis, yaitu hermeneutika yang berusaha semaksimal mungkin menguak makna asli (original meaning) dari sebuah teks. Dalam menguak makna asli sebuah teks Schleiermacher menawarkan dua model interpretasi. Pertama, interpretasi gramatis, yaitu melakukan analisis terhadap struktur kalimat dan bahasa. Kedua, interpretasi psikologis, yaitu proses analisis teks dengan mengetahui psikologis penulis teks. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa tujuan utama hermeneutika Schleiermacher adalah menggali makna yang tersembunyi dengan melampaui batasan teks. 

Dalam melakukan interpretasi teks baik dengan interpretasi gramatis maupun dengan interpretasi psikologis, keduanya memiliki cara kerja atau prinsip-prinsip yang menjadi dasar dalam penggunaanya. Beberapa prinsip dalam melakukan interpretasi gramatis adalah:

  1. Everything in a given utterance which requires a more precise determination may only be determined from the language area which is common to the author and his original audiences.
  2. The sense of every word in a given location must be determined according to its being-together with those that surround it. 
  3. The vocabulary and the history of the era of an author relates as the whole from which his writings must be understood as the part, and the whole must, in turn, be understood from the part.

Dari beberapa prinsip interpretasi gramatis di atas dapat dipahami bahwa dalam upaya memahami sebuah teks, seseorang harus mencari tahu makna setiap kata beserta konteksnya yang memang telah dikenal oleh pengarang dan audiensnya. Dalam hal ini Schleiermacher sangat menekankan urgensi memedulikan aspek diakroni teks, alias perubahan makna teks. Menurutnya, jika seorang penafsir ingin memahami sebuah bahasa, maka ia harus kembali ke penutur dan pendengar perdananya (the author and his original audiences). Kemudian makna setiap kata pada tempat tertentu harus ditentukan sesuai dengan kebersamaannya dengan kata lainya yang berbeda di sekitarnya. Selanjutnya pada prinsip ini dikemukakan juga bahwa karya seseorang merupakan bagian dari bahasa dan kehidupan pengarangnya, keduanya tidak boleh dipisah dalam proses pemahaman. Karya seseorang dapat dipahami lebih baik dengan cara memperhatikan sistem bahasa yang dimiliki oleh pengarang dan sejarah hidupnya.

Lantaran dalam setiap proses memahami sebuah teks seseorang tidak dapat semata-mata bersandar kepada aspek bahasa teksnya saja (interpretasi gramatis), melainkan juga harus memperhatikan aspek kejiwaan pengarangnya (interpretasi psikologis). Maka dalam proses tersebut seorang penafsir dituntut untuk lebih memamahimi seluk beluk pengarang teks, karena makna teks tertentu tidak dapat dilepaskan dari intensi/maksud pengarangnya. Schleilermacher menawarkan dua metode penting yang dapat digunakan penafsir dalam kaitannya dengan bagaimana seseorang dapat masuk kedalam kejiwaan pengarang.

Pertama, divinatory method, yaitu metode yang mengharuskan seseorang mentransformasikan dirinya atau memasukkan dirinya kedalam kejiwaan orang lain dan mencoba memahami orang itu secara langsung. Adapun metode kedua, comparative method, yaitu metode yang mengharuskan seorang penafsir memahami seseorang dengan cara membandingkannya dengan orang lain. Hal tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa mereka sama-sama memiliki sesuatu yang universal. Kedua metode ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena untuk memasuki psikologi seseorang secara langsung dan bisa mencapai kepada kepastiannya, hanya dapat dilakukan melalui perbandingan konfirmatif.

Selanjutnya jika interpretasi gramatis dan interpretasi psikologis memiliki peranan yang begitu penting dalam memahami sebuah teks. Lalu model interpretasi apakah yang lebih dominan di antara keduanya dalam proses menggapai makna objektif teks, sebab dalam proses penafsiran sebuah teks terkadang seorang penafsir dihadapkan pada dua pilihan yaitu apakah seorang penafsir lebih mengutamakan bahasa atau lebih mengunggulkan pemakainya. Sudah barang tentu ketika kedua model interpetasi tersebut lebih diunggulkan antara satu dari yang lainnya maka akan menghasilkan konsekuensi yang berbeda. Berikut gambarannya, jika isi pikiran lebih utama daripada bahasa yang dipakai untuk menyampaikannya, tentu interpretasi psikologis akan mendapat prioritas atas interpretasi gramatis, karena orang akan menganggap bahasa secara khusus sebagai sarana orang mengkomunikasikan pikiran-pikirannya. Namun sebaliknya, jika yang diunggulkan adalah interpretasi gramatis berarti pemakai bahasa dan isi pikirannya dapat dipahami lewat bahasa yang dipakainya.

Menanggapi pernyataan di atas, Schleirmacher menjelaskan bahwa keduanya betul-betul setara dan bisa dipastikan salah bila seseorang memandang interpretasi gramatis lebih rendah dan interpretasi psikologis lebih tinggi, atau sebaliknya. Ringkasnya, bagi Schleiermacher memahami sesuatu tidak mempunyai jalan lain kecuali dengan betul-betul memahami apa yang sedang dipahami, dan siapa yang memproduksi objek yang dipahami tersebut. Artinya, seseorang dapat memahami bahasa lewat pemakainya, tetapi pemakai bahasa dapat dipahami lewat bahasa yang dipakainya. Kedua hal tersebut seperti rel yang tak boleh dipisahkan sama sekali, karena dengan memisahkannya, atau mengunggulkan satu model interpretassi dan meninggalkan yang lainnya, maka di situ terdapat celah untuk kegagalan dalam sebuah pemahaman. Kedudukan setara antara interpretasi gramatis dan interpretasi psikologis dalam memahami makna teks kemudian dikenal dengan lingkaran hermeneutis.

Daftar Pustaka

Bary, Shafwatul, dan Zakirman. “Hermeneutika Friedrich Schleiermacher sebagai Metode Tafsir Al-Qur’an.” dalam jurnal Quhas, Vol. 09. No. 01 Tahun 2020.

Bowie, Andrew. Friedrich Schleiermacher: Hermeneutics and Criticism and Other Writings. Cambridge: Cambridge University Press, 1998.

Hamdan, Muhammad. “Filosofi Kafir dalam Al-Qur’an: Analisis Hermeneutik Schleiermacher.” dalam Jurnal Tashwirul Afkar, Vol. 38. No. 02 Tahun 2020.

Hardiman, F. Budi. Seni Memahami: Hermeneutik dari Schleiremacher sampai Derrida. Yogyakarta: PT Kanisius, 2015.

Kaelan. Filsafat Bahasa, Semiotika, dan Hermeneutik. Yogyakarta: Paradigma, 2009.Syamsudin, Sahiron.  Hermeneutik dan Pengembangan Ilmu Al-Qur’an. Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2017.

Wahyu Agam
Mahasiswa Pascasarjana PTIQ