Etos Kerja Qur’ani

Ada anggapan bahwa berpuasa di bulan Ramadhan menghambat produktivitas kerja dan pertumbuhan ekonomi. Anggapan itu perlu pelurusan. Justru sebaliknya, berpuasa di bulan Ramadhan meningkatkan prestasi dan produktifitas kerja karyawan, pegawai, atau siapa saja yang beriman.

Hal itu didasarkan atas sejumlah bukti-bukti tertulis dan fakta-fakta sejarah di masa lalu. Di antara bukti- bukti tertulis yang menjadi dasar teologis setiap mukmin dalam bekerja dapat diungkapkan berikut ini. 

Pertama, isi kandungan al-Qur’an amat apresiatif terhadap setiap kegiatan manusia yang mendukung kemajuan, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup manusia. Misalnya QS. Fushshilat/41: 33, “Siapakah orang yang lebih baik ucapannya dari pada seorang yang mengajak kepada jalan Allah dan mengerjakan kebaikan.” Dalam ayat ini, mengajak dan mengerjakan adalah dua aktifitas kerja produktif Qur’ani. 

Artinya, bekerja itu akan bernilai produktif bila dimotivasi oleh maksud luhur dan mulia yaitu keridhaan Ilahi. Selain itu, memiliki manfaat yang besar bagi kemanusiaan. 

Kebenaran kandungan ayat itu didukung oleh sabda Rasulullah Saw, “Semulia-mulia pekerjaan ialah usaha seseorang dengan tangannya sendiri.” (HR.Ahmad). 

Kedua, karena motif bekerja seperti itu, maka dalam al-Qur’an bekerja adalah suatu kenikmatan. QS. Yasin/36: 34, “Agar supaya mereka itu dapat makan dari buahnya dan apa yang telah diusahakan oleh tangan-tangan mereka itu. Apakah mereka tidak suka berterima kasih?”

Mensyukuri kenikmatan itulah yang menyebabkan terpeliharanya kenikmatan yang telah diterimanya itu. Juga menyebabkan dapat langsung terus dan kekal pada diri yang berterima kasih itu. 

Ketiga, meski punya motif luhur dalam bekerja, seorang mukmin harus tetap bertanggung jawab baik kepada Allah,swt maupun manusia. Artinya, kualitas tetap harus menjadi prioritas di samping kuantitas yang tinggi.

Hal itu didukung oleh ayat dalam al-Qur’an, “Kamu pasti akan dimintai pertanggungan jawab mengenai apa saja yang kamu kerjakan” (QS. an-Nahl/16: 93).

Rasulullah Saw juga menguatkan pernyataan dalam al-Qur’an itu dengan bersabda, “Pekerja adalah penggembala harta tuannya dan dia akan dimintai pertanggungan jawab tentang apa yang menjadi gembalaannya itu.” (HR. Bukhari dan Muslim). 

Keempat, menjadi kewajiban dan tanggung jawab setiap pekerja mukmin untuk selalu berorientasi pada memperbagus kerjanya. Seperti sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya Allah suka kepada seorang pekerja, yang apabila mengerjakan sesuatu, ia memperbagusnya.” (HR. Bayhaqi).

Kelima, di sisi lain setiap pemimpin, majikan, atau atasan baik langsung maupun tidak, juga harus bertanggungjawab. Seperti sabda Rasulullah Saw, “Setiap orang dari kamu semua adalah penggembala dan semua akan diminta pertanggungan jawab mengenai penggembalaan itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Banyak bukti mereka yang memiliki etos kerja Qur’ani itu sukses baik dalam bisnis, profesi, maupun hidupnya. Seperti semua sudah mengenal bagaimana keberhasilan Abubakar ash-Shiddiq, Ustman bin ‘Affan, Abdurrahman bin Auf, atau lainnya. Yang paling pasti, bagaimana keberhasilan Rasulullah Saw baik sebelum jadi rasul maupun sesudahnya. 

Apalagi bila dikaitkan dengan Ramadhan, etos kerja semakin kuat dan kental dengan nuansa religiusitasnya. Karena memang Ramadhan di desain untuk kemajuan dan memajukan umat manusia. 

Selamat beretos kerja Qur’ani, Allah SWT memuliakan dan memberkahi kita semua.[]

Editor: AMN

Dr. H. Soetrisno Hadi, SH., MM., M.Si.
Ketua Lembaga Ta'mir Masjid PBNU 1990-2005