Penafsiran Mendekatkan Apa-apa yang Jauh (Seni Hermeneutika Paul Ricouer)

klimg.com

Hermeneutika adalah seni tafsir atau seni mengartikan yang berasal dari bahasa Yunani “Hermeneien” yang berarti tafsir atau interpretasi. Hermeneutika adalah sebuah kemahiran yang dimiliki seseorang untuk memahami teks-teks yang tidak terlepas dari persoalan karena waktu, perdebatan-perdebatan ataupun kebetulan-kebetulan sejarah.[1]

Kajian hermeneutika semakin berkembang ketika teori ini tidak hanya menyangkut bidang teks keagamaan semata, namun juga berkembang dalam ilmu-ilmu lain seperti hukum, sejarah, filsafat dan kritik sastra. Munculnya hermenutika sebagai sebuah ilmu dalam dunia Islam menimbulkan pro dan kontra. Penolakan muncul dari kalangan konservatif yang menganggap bahwa kajian dalam hermeneutika semua pemahamannya adalah bersifat interpretasi subjektif yang sifatnya relatif, karena itu, pemahaman Agama tidak bisa dilakukan dengan pemahaman yang subjektif, karena akan berbahaya jika digunakan untuk membantu memahami ayat-ayat muhkamat (ayat-ayat yang sudah jelas maknanya). Namun bagi kalangan intelektual muslim rasional, relavitas pencarian makna teks al-Qur’an atau hadits dalam wilayah ilmu tradisional Islam seperti ilmu fiqih dalam sejarahnya telah diakui dalam Islam. Faktanya dengan adanya keberadaan kebenaraan hipotesis yang relatif yang biasa kita sebut denga furu’ (cabang), dan kebenaran yang absolut yang biasa disebut usul (prinsip).

Meskipun hermeneutika sebagai teori teks keagamaan menjadi problematik di kalangan konservatif, namun terbukti dengan adalanya problematika hermeneutika dalam tradisi penafsiran al-Qur’an selalu dialami dan diselesaikan secara aktif, sekalipun tidak dimunculkan ke permukaan, ini dikarenakan dengan adanya kajian asbab an-nuzul dan  nask-mansukh. Perbedaan teori dan aturan tentang metode penafsiran telah ada semenjak munculnya literatur tafsir dan tersistem dalam prinsip-prinsip ulumul tafsir. Farid Esack dalam bukunya “Qur’an Liberation and Pluralism” mengatakan bahwa praktik hermeneutika sudah dilakukan oleh kaum muslimin sejak dulu ketika mengahadapi riur’an.[2]  

Paul Ricouer berpendapat hermenutika adalah “tafsir atau interpretasi” dengan penekanan tertentu pada sistem simbolik.[3] Dalam buku “Hermeneutika Ilmu Sosial” Ricouer mengemukakan bahwa pengertian hermeneutika dalam sudut pandang keilmuan adalah teori tentang bekerjanya pemahaman dalam penafsiran teks.[4]

Kitab suci adalah sebuah teks, bila teks dipahami sebagai segala bentuk wacana yang dituangkan ke dalam tulisan, akan tetapi jika maknanya diperluas teks berarti segala bentuk “produk”  dari discourse, apakah itu berupa spech (ucapan), write (tulisan), visual text (teks bergambar), bahkan artefact (benda-bena peninggalan). Dalam perluasan makna inilah sebuah ucapan atau firman Tuhan dan kitab suci sebagai sebuah tulisan, sama-sama dianggap sebagai tulisan meskipun dengan sifat-sifatnya yang masing-masing otonom.[5]

Kitab suci adalah sebuah teks, baik dalam pengertian firman Tuhan, maupun firman tersebut sudah dituangkan dalam bentuk kitab suci. Sebagai sebuah teks kitab suci setidaknya memiliki tiga konsep dasar; pertama: apakah kandungan kitab suci sebagai tulisan (melalui tangan manusia) sama dengan ucapan atau firman Tuhan, dalam pengertian apakah kitab suci merupakan citra cermin dari firman Tuhan. Kedua: karena kitab suci ditulis oleh tangan manusia (atas perintah Rasul SAW) menggunakan bahasa manusia, apakah di dalam kitab suci itu terbuka ruang bagi interpretasi manusia terhadap firman Tuhan. Ketiga; apakah sebuah teks suci dapat mengalami perubahan makna ketika dia berada dalam konteks  sosial politik, ekonomi, dan budaya yang berbeda, sehingga membuka ruang bagi possible worlds (aneka kemnungkinan dunia). Bagi Paul Ricouer sebuah teks firman Tuhan itu dapat menggambarkan dan membangun sebuah dunia atau membangun kemungkinan dunia.[6]

Teks yang berinteraksi (kitab suci) dengan pembaca membentuk semacam lingkaran hermeneutika, yaitu saling menyilang antara penafsiran pembaca dan fakta-fakta objektif yang disediakan oleh teks-teks yang berada didalam kitab suci. Relasi antara teks dan pembaca membangun sebuah kedekatan dengan teks, tetapi sekaligus mendekatkan diri dengan sumber dan konteks awalnya. Penafsiran menjadi bagian sejarah sebuah teks yang justru menjadi sebuah relasi jarak yang dibangun antara penggagas, teks, dan pembaca. Menafsirkan menjadikan dekat dengan apa yang jauh dari segi waktu, geografi, kultural dan spritual.[7]

Daftar Pustaka

David M Kaplan. Teori Kritis Paul Ricouer. penerjemah Ruslani, Yogyakarta: Pustaka Utama, 2010.

Esack, Farid. Qur’an Liberalism and Pluralism.  USA: One World. 1997.

Howard. Hermenetika Wacana Analitik. Psikologi dan Ontologi. Bandung: Yayasan Nuansa Cendikia. 2000. Ricouer, Paul. Hermeneutika Ilmu Sosial. Bantul: Kreasi Wacana. 2012.


[1] Howard, Hermenetika wacana analitik, psikologi, dan ontologi, Bandung: Yayasan Nuansa Cendikia, 2000, hal 4.

[2] Farid Esack, Qur’an Liberalism and Pluralism,  USA: One World, 1997, hal 92

[3] David M Kaplan, Teori Kritis Paul Ricouer, penerjemah Ruslani, Yogyakarta: Pustaka Utama, 2010, hal 12.

[4] Paul Ricouer, Hermeneutika Ilmu Sosial, Bantul: Kreasi Wacana, 2012, hal 57.

[5] Paul Ricouer, Hermeneutika Ilmu Sosial, Bantul: Kreasi Wacana, 2012, hal 45.

[6] Paul Ricouer, Hermeneutika Ilmu Sosial, Bantul: Kreasi Wacana, 2012, hal 43

[7] Paul Ricouer, Hermeneutika Ilmu Sosial, Bantul: Kreasi Wacana, 2012, hal 111

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *