Analisis Kisah Nabi Yusuf dalam Al-qur’an dengan Pendekatan Hermeneutik Dilthey

penerbitbukudeepublish.com

Secara umum, hermeneutik diartikan oleh Zygmunt Bauman sebagai upaya untuk mengungkap makna yang masih samar, mencari pengetahuan yang mendasar terkait sebuah ucapan maupun teks yang masih memiliki berbagai kemungkinan makna, sehingga membuat pembaca merasa bingung.[1]Awal dari kemunculan kajian hermeneutik berkaitan dengan berkembangnya filsafat dalam kajian bahasa. Namun pada mulanya kajian hermeneutik digunakan oleh umat Kristiani untuk mengungkap dan memahami makna dari kitab suci Injil yang masih samar, karena bagi ummat Kristiani kitab Injil adalah pedoman dan pentunjuk dari Tuhan.

            Dalam konteks ini, hermeneutik disebut dengan ilmu yang menafsiri kitab suci. Namun sesuai dengan perkembangan waktu, pada abad ke 17 dan 18 muncullah aliran rasionalisme yang berdampak kepada berkembangnya kajian hermeneutik yang semula hanya digunakan untuk menafsirkan kitab suci, kini cakupannya lebih luas, yaitu memahami teks klasik Yunani dan Romawi.[2]

            Pemahaman hermeneutik menurut Wilthelm Dilthey. Dilthey sangat dikenal di bidang hermeneutik dengan riset historisnya, khususnya histori kualitas hidup, juga melihat sejarah sebagai sarana menangkap manusia sebagai makhluk berpikir, merasa, berkehendak, dan mencipta, yang hidup dalam arus sejarah kehidupan. Risethistoris Wilhelm Dilthey dapat disimpulkan menjadi tiga hal yang meliputi, erlebnis (pengalaman yang hidup), ausdruck (ungkapan), verstehen (pemahaman).

            Wilhelm Dilthey adalah filsuf Jerman yang cukup masyhur. Dilthey lahir di Wiesbaden, Biebrich, Jerman pada 19 November 1833 dan wafat pada 30 September 1911. Dalam bidang hermeneutik, Dilthey lebih dikenal karena riset historisnya bukan karena filosofisnya. Karya-karyanya selalu berkaitan dengan perhatiannya terhadap pemahaman historis. Dilthey memang bukan sembarang sejarawan. Dia adalah filsuf yang menaruh perhatian pada sejarah. Dilthey menulis filsafat sejarah sebagai “kritik atas akal historis”, suatu filsafat tentang mengerti cara melihat atau menemukan rangkaian pemikiran yang berlangsung dalam sejarah.[3]

            Tujuan Dilthey mengembangkan metode hermeneutika adalah di samping untuk menemukan suatu validitas interpretasi yang objektif terhadap “expression of inner life” (ekspresi-ekspresi kehidupan batin), juga sebagai reaksi keras terhadap tendensi ilmu-ilmu kemanusiaan yang memakai norma dan cara berpikir ilmu-ilmu kealaman. Dilthey juga menjelaskan bahwa hermeneutika adalah fondasi dari geistteswissenschaften yaitu, semua ilmu sosial dan kemanusiaan, semua disiplin yang menafsirkan ekspresi-ekspresi “kehidupan batin manusia”, baik dalam bentuk ekspresi isyarat (sikap), perilaku historis, kodifikasi hukum, karya seni, atau sastra.[4]

            Kisah-kisah dalam Al-Qur’an adalah kisah yang telah dipilih untuk diabadikan. Kisah tersebut bukan kisah biasa, melainkan sebuah sejarah yang banyak makna dan pelajaran berharga. Umumnya, dalam pembukaan atau akhir dari kisah tersebut Allah SWT, menekankan pentingnya memetik hikmah maupun rahasia dibalik kisah-kisah itu. Kisah-kisah dalam Al-Qur’an didominasi oleh kisah para Nabi dan Rasul. Selain kisah para nabi, ada pula kisah manusia biasa namun memiliki sejarah yang mencolok, baik dalam kesalehannya, ataupun kejahatannya. Seperti kisah Maryam, Ali Imran, Luqman, atau Firaun, Tsamud, Hamman, Qarun, dan lainnya. Semua mengandung ibrah yang dalam untuk menjadi cermin bagi generasi sesudahnya.

            Teori hermeneutik Dilthey membagi proses memahami suatu fenomena atau karya manusia melalui tiga tahap. Pertama, meneliti pengalaman hidup seseorang yang membentuk jati dirinya (erlebnis). Kedua, hasil penelitian itu digunakan untuk melihat fenomena atau karya orang itu. Ketiga, mencoba memahami mengapa seseorang mengatakan sesuatu yang memalukan atau mengapa suatu karya lahir.[5]

            Ketika Yusuf menceritakan mimpinya kepada ayahnya, ia justru diingatkan oleh ayahnya untuk tidak menceritakan mimpi itu kepada saudara-saudaranya. Mengapa Ya’qub berbuat demikian? Jika dibaca menggunakan hermeneutika Dilthey, nampaknya Ya’qub sangat mengenal karakter maupun tabiat anak-anaknya yang kurang baik, atau bisa saja Ya’qub sudah membawa gelagat kecemburuan anak-anaknya kepada Yusuf. Sehingga jika Yusuf sampai bercerita kepada saudara-saudaranya dikhawatirkan mereka akan semakin cemburu kepada yusuf, sehingga keselamatan Yusuf akan semakin terancam. Karena itulah Ya’qub melarang Yusuf bercerita tentang mimpinya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Allah berfirman dalam QS. Yusuf/12: 5 sebagai berikut:

قَالَ يَٰبُنَيَّ لَا تَقۡصُصۡ رُءۡيَاكَ عَلَىٰٓ إِخۡوَتِكَ فَيَكِيدُواْ لَكَ كَيۡدًاۖ إِنَّ ٱلشَّيۡطَٰنَ لِلۡإِنسَٰنِ عَدُوّٞ مُّبِينٞ

Ayahnya berkata: “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”.

            Demikian pula ketika Yusuf akan diajak bermain jauh oleh saudara-saudaranya. Ya’qub menangkap gelagat yang kurang baik dalam ajakan itu, bukankah ia sangat mengkhawatirkan keselamatan Yusuf sehingga ia tidak mengizinkannya. Namun setelah ada itikad baik dari anak-anaknya itu akhirnya ia mengizinkannya. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Yusuf/12: 11

قَالُواْ يَٰٓأَبَانَا مَا لَكَ لَا تَأۡمَ۬نَّا يُوسُفَ وَإِنَّا لَهُۥ لَنَٰصِحُونَ 

Mereka berkata: “Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menginginkan kebaikan baginya.

Daftar Pustka

Bauman, Zygmunt. Hermeneutics and Social Science, New York: Columbia University Press, 1978.

Berten, K., Filsafat Barat Abad XX Inggris dan Jerman, Jilid II, Jakarta: PT Gramedia, t.th.

Darmawan, Dadang , “Kajian HermeneutikaTerhadap Fenomena dan Teks Agama”, dalam Jurnal Holistic al-Hadis, Vol. 02, No. 2 Januari-Juni 2016.

Palmer, Richard E., Hermeneutics Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey, Heidegger and Gadamer, Northwestern University Press, 1969. Sumaryono, Hermeneutik:Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta: Kanisius,1999.


[1] Zygmunt Bauman, Hermeneutics and Social Science, New York: Columbia University Press, 1978, hal. 7.

[2] K. Berten, Filsafat Barat Abad XX Inggris dan Jerman, Jilid II, Jakarta: Gramedia, t.th, hal. 224.

[3] Sumaryono,Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta: Kanisius,1999, hal. 48

[4] Richard E. Palmer, Hermeneutics Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey, Heidegger and Gadamer, Northwestern University Press, 1969, hal. 110.

[5] Dadang Darmawan, “Kajian HermeneutikaTerhadap Fenomena dan Teks Agama”, dalam Jurnal Holistic al-Hadis, Vol. 02, No. 2 Januari-Juni 2016, hal. 10.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *