Dunia Maya dan Degradasi Moral: Meninjau Etika Komunikasi Ideal Perspektif Al-Qur’an

Indonesia sedang dilanda berita heboh dalam beberapa pekan ini. Berita penganiyaan David yang dilakukan anak pegawai Kementerian Keuangan. Kemudian disusul berita dramastis gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia U-20 yang diduga karena penolakan atas kehadiran Israel. Bahkan yang tidak kalah heboh adalah adanya perseteruan DPR dan Pemerintah yang saat ini lebih khusus ke sosok Mahfudh MD (Detik, 2023).

Dari rentetan berita heboh tersebut tentu yang menjadi sosok yang selalu hadir bak pahlawan dunia maya adalah netizen warganet Indonesia. Memang harus diakui bahwa magis warganet Indonesia yang sangat banyak kuantitasnya bisa membongkar segala sisi yang tidak terungkap. Alias data pribadi, keluarga, asset dan segala yang berkenaan dengan “objek” yang akan menjadi sasarannya.

Bacaan Lainnya

Bersyukurnya beberapa arus netizen saat kasus David bisa kita apresiasi karena menggaungkan kebenaran. Hal ini berlanjut pada kasus Mahfudh MD yang dengan gamblangnya melawan logika aneh yang dipelihara oleh DPR melalui pembicaraannya di sidang saat menghadirkan PPATK dan Mahfudh MD di Gedung DPR.

Sayangnya berbeda kasus ketika Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia U-20. Banyak suara-suara yang tidak sepakat untuk mendukung Indonesia menjadi host piala dunia ini. Mulai dari surat edaran gubernur Bali yang menyatakan menolak Israel bermain. Kemudian disusul oleh Gubernur Jawa Tengah. Di sisi lain ada juga ada dari pihak yang tetap membolehkan Israel bermain seperti sosok Gibran dan berbagai suara-suara lainnya yang siap menampung Israel bermain.

Kegaduhan ini yang membuat FIFA membatalkan drawing. Kemudian Presiden Jokowi harus turun tangan untuk mendamaikan situasi yang sudah begitu runyam. Meski begitu pada akhirnya Indonesia tetap batal menjadi host lewat edaran dari FIFA. Sehingga netizen Indonesia akhirnya berperang lagi di sosial media dunia maya. Perkataan kotor dan kasar, umpatan, cacimaki, dan kata kata keji saling serang antara kubu Pro dan Kontra soal Indonesia siap meladeni Israel. Ini sangat menyedihkan.

Negeri yang mayoritas Muslim pun harus terus menerus perang argumen tanpa henti. Baik di dunia nyata mapun maya. Hanya saja, pada kasus piala dunia ini, perseteruannya terasa begitu gaduh. Dua Gubernur yang dulunya menolak kini harus menghadapi umpatan, cacian dan keroyokan serta makar via sosial media di dunia maya.

Fenomena mencaci maki sesama saudara sebangsa dan setanah air seperti yang terjadi belakangan ini, sungguh sangat disayangkan dijumpai di negeri berpenduduk mayoritas muslim ini. Sebab fenomena tersebut sangatlah tidak mencerminkan nilai-nilai Islam yang ideal yang berdasarkan Al-Qur’an, khususnya dalam konteks moralitas berkomunikasi.

Prinsip Etis Komunikasi dalam Islam

Misi Islam adalah sama dengan tujuan diutusnya Nabi Muhammad yang tidak lain yaitu untuk menyempurnakan akhlak. Akhlak Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an yang menjadi pedoman umat Islam disertai Hadis. Maka untuk menggali nilai-nilai etis komunikasi dalam Islam kita harus merujuk kembali untuk mengkaji al-Qur’an dan hadis secara komprehensif.

Pertama, komunikasi dengan perkataan yang baik (Haniah, 2013:1). Di dalam Al-Qur’an ada banyak ayat yang kita temui mengenai komunikasi yang baik. Terdapat istilah-istilah spesifik yang berkaitan dengan itu seperti, Qaulan Ma’rufa (QS. Al-Baqarah: 235; QS. An- Nisa’: 5& 8; QS. Al-Ahzab: 32), Qaulan Maysura (QS. Al-Isra’: 28), Qaulan Karima (QS. Al-Isra’: 23), Qaulan Sadida (Annisa: 9), Qaulan Baligha (QS. an-Nisa’:63), Qaulan Layyina (QS. Thaha: 44).

Disini jelas bahwa kebiasaan warganet Indonesia yang kerap dijumpai selalu bar-bar dalam memberikan komentar, statemen, bahkan membagikan artikel dengan ajakan tidak baik, jelas-jelas menyalahi ajaran-ajaran komunikasi Islam. Sebaliknya Islam sangat menjunjung tinggi perkataan mulia, perkataan yang baik dan jelas, serta kata-kata yang sifatnya lemah lembut.

Tentu kita masih ingat dakwah Nabi Musa dan Nabi Harun kepada Raja Fir’aun yang terkenal keji saja harus santun apalagi kepada sesama saudara sebangsa. Di sisi lain, kita harus menghindari penggunaan bahasa kasar dan menghina orang lain (QS. Al-Hujurat/49:11).

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.

Panggilan fasik adalah panggilan dengan menggunakan kata-kata yang mengandung penghinaan atau tidak mencerminkan sifat seorang mukmin. Kita juga harus memastikan bahwa kita tidak menyebar kabar bohong atau informasi palsu yang dapat merugikan orang lain. Dalam hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik-baik atau diam saja. (HR Bukhari dan Muslim).

Kedua, perlindungan privasi online. Islam sendiri mengajarkan soal data privasi dan keamanan (Fauzi, 2022). Hal itu kita bisa temukan di dalam QS An-Nur ayat 27-28 yang berbunyi:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَدْخُلُوْا بُيُوْتًا غَيْرَ بُيُوْتِكُمْ حَتّٰى تَسْتَأْنِسُوْا وَتُسَلِّمُوْا عَلٰٓى اَهْلِهَاۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ فَاِنْ لَّمْ تَجِدُوْا فِيْهَآ اَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوْهَا حَتّٰى يُؤْذَنَ لَكُمْ وَاِنْ قِيْلَ لَكُمُ ارْجِعُوْا فَارْجِعُوْا هُوَ اَزْكٰى لَكُمْ ۗوَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Demikian itu lebih baik bagimu agar kamu mengambil pelajaran.(27) Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, janganlah masuk sebelum mendapat izin. Jika dikatakan kepadamu, “Kembalilah,” (hendaklah) kamu kembali. Itu lebih suci bagimu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (28)

Bahkan dalam riwayat hadis yang disampaikan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda “Apabila seseorang menengok atau melihat ke dalam rumahmu tanpa izin darimu, lalu kamu melemparnya dengan batu kerikil hingga tercungkil matanya, maka tidak ada dosa bagi kamu” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ayat dan hadis di atas adalah mengajarkan kepada kita semua betapa pentingnya perlindungan privasi. Maka dengan jelas bahwa kita harus memastikan bahwa informasi pribadi kita tidak diketahui oleh orang yang tidak berhak. Oleh karena itu, kita harus waspada dalam memberikan informasi pribadi seperti alamat, nomor telepon, dan informasi kartu kredit. Kita juga harus memastikan bahwa password kita aman dan sulit ditebak.

Beberapa prinsip-prinsip moralitas dalam menggunakan media sosial yang tidak kalah penting lainnya adalah prinsip keamanan dan kemaslahatan. Kita harus memastikan bahwa penggunaan media sosial tidak merugikan orang lain atau melanggar hukum. Karena tidak sedikit kita jumpai seseorang yang membabi buta sampai menjadi pembenci lalu menghina orang lain. Pada akhirnya orang itu akan terjerat kasus hukum UU ITE.

Maka beberapa hal diatas seperti komunikasi dengan santun dan menjaga data privasi sangatlah urgen. Sebab dengan batasan-batasan etika, kita—khususnya warganet Indonesia—yang mengakses media sosial dan berselancar di dunia maya, mampu menggunakannya dengan lebih bijak dan bermanfaat untuk sesama dan semua.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *