Tafsir Maqasidi: Menyingkap Relevansi Daruriyat, Hajiyat, dan Tahsiniyat dalam Konteks Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan

Perubahan iklim dan pelestarian lingkungan adalah isu yang semakin mendesak dalam konteks global saat ini. Tafsir maqasidi dapat memberikan panduan yang relevan untuk menjaga keseimbangan antara daruriyat (kebutuhan pokok), hajiyat (kebutuhan tambahan), dan tahsiniyat (kebutuhan keindahan) dalam merespons isu lingkungan dan perubahan iklim yang terjadi saat ini.

Tafsir maqasidi adalah pendekatan dalam pemahaman terhadap Al-Qur’an yang menekankan pada tujuan dan nilai-nilai mendasar syariat Islam (Washfi ‘Asyur, al-Tafsir al-Maqasidi li Suwar al-Qur’an al-Karim, 7). Adapun daruriyat menurut al-Syathibi adalah hal yang mutlak diperlukan dalam menjalankan kepentingan agama dan dunia. Jika daruriyat tidak terpenuhi, maka kepentingan dunia maupun akhirat tidak akan berjalan dengan baik, bahkan akan mengarah pada kerusakan dan kehancuran (al-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syariah, 221).

Bacaan Lainnya

Hajiyat adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk memperluas dan menghilangkan kesempitan yang umumnya menyebabkan kesulitan (musyaqqah). Jika hajiyat tidak diperhatikan, maka seseorang akan mengalami kesulitan, tetapi tidak mencapai tingkat kerusakan (fasad) sebagaimana pada level daruriyat (al-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syariah, 222). Maka al-Razi dalam “Mafatih al-Ghaib” membagi sesutu ke dalam dua katagori; daruriyat (mendesak) dan gahiru daruriyat artinya tidak medesak (Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib, jilid 19, 175).

Sedangkan tahsiniyat adalah mengambil sesuatu yang dinilai baik menurut kebiasaan, dan menghindari hal-hal yang tidak baik yang ditolak oleh akal sehat. Tahsiniyat juga dapat disebut sebagai al-takmilat, yang berarti penyempurna. Al-Sya’rawi menyebutnya dengan istilah Zinah, yang berarti keindahan (al-Sya’rawi, Tafsir al-Sya’rawi, jilid 10, 165). Ini mengacu pada upaya untuk meningkatkan atau menyempurnakan hal-hal yang sudah ada agar menjadi lebih baik dan lebih indah.

Daruriyat dalam Konteks Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan

Daruriyat meliputi kebutuhan pokok manusia untuk kelangsungan hidupya. Dalam konteks perubahan iklim, daruriyat mencakup dua hal: pertama, upaya menjaga keseimbangan ekosistem, keberlanjutan sumber daya alam, dan ketahanan pangan. Tiga hal tersebut masuk dalam kategori daruriyat karena merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.

Misalnya dalam konteks keberlanjutan Sumber Daya Alam (SDA). Sumber daya alam, seperti air, tanah, mineral, dan energi, adalah aset yang sangat berharga bagi manusia. Namun, penggunaan yang tidak bertanggung jawab dan eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam tersebut dapat menyebabkan kelangkaan, kehancuran habitat, dan kerusakan lingkungan.

Dalam Al-Qur’an, terdapat beberapa ayat yang menyinggung tentang ketahanan pangan dan pentingnya bersyukur atas karunia yang dianugerahkan oleh Allah. Dalam surah al-An’am ayat 141 Allah berfirman:

وَهُوَ الَّذِيْٓ اَنْشَاَ جَنّٰتٍ مَّعْرُوْشٰتٍ وَّغَيْرَ مَعْرُوْشٰتٍ وَّالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا اُكُلُهٗ وَالزَّيْتُوْنَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَّغَيْرَ مُتَشَابِهٍۗ كُلُوْا مِنْ ثَمَرِهٖٓ اِذَآ اَثْمَرَ وَاٰتُوْا حَقَّهٗ يَوْمَ حَصَادِهٖۖ وَلَا تُسْرِفُوْا ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَۙ

“Dialah yang menumbuhkan tanaman-tanaman yang merambat dan yang tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam rasanya, serta zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak serupa (rasanya). Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya. Akan tetapi, janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-An’am [6]: 141).

Maka menurut Ibnu ‘Asyur ayat ini menggambarkan keberagaman tumbuhan dan buah-buahan yang Allah ciptakan untuk kebutuhan pangan manusia (Ibnu ‘Asyur, al-Tahrir wa al-Tanwir, jilid 8, 120-123). Al-Qur’an mengajarkan pentingnya ketahanan pangan, penanaman, dan pengelolaan sumber daya alam dengan bijaksana. Manusia diberikan tanggung jawab untuk memanfaatkan sumber daya alam dengan penuh rasa syukur dan bertanggung jawab.

Kedua, kesehatan dan keselamatan. Perubahan iklim dapat berdampak negatif pada kesehatan manusia dan meningkatkan risiko bencana alam. Daruriyat dalam konteks ini adalah menjaga kesehatan dan keamanan manusia melalui pencegahan dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Sebab kesehatan dan kesejahteraan manusia sangat tergantung pada ketersediaan, aksesibilitas, stabilitas, dan kualitas pangan. Sebaliknya, ketidakstabilan pangan akan dapat mengancam kehidupan manusia dan ekosistem secara keseluruhan.

Hajiyat dalam Konteks Pelestarian Lingkungan

Pertama, penggunaan sumber daya yang bijaksana. Hajiyat melibatkan kebutuhan tambahan yang meningkatkan kualitas hidup. Dalam konteks pelestarian lingkungan, hajiyat mencakup penggunaan sumber daya yang bijaksana, seperti energi terbarukan, pengelolaan limbah yang efisien, dan pengurangan emisi gas rumah kaca.

Dalam Al-Qur’an terdapat prinsip-prinsip yang dapat dihubungkan dengan nilai-nilai yang mendasari inovasi teknologi yang ramah lingkungan dan penggunaan sumber daya yang bijaksana. Misalnya terdapat ayat yang mencerminkan keterkaitan antara pergerakan udara, air, dan kehidupan di bumi, salah satunya adalah surah Al-Baqarah ayat 164:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa barang-barang yang berguna bagi manusia, air yang Allah turunkan dari langit, lalu dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya (kering) dan Dia menebarkannya di dalamnya segala jenis hewan dan pengisaran angin, serta awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 164)

Dalam ayat ini, Al-Qur’an menggarisbawahi pentingnya pergerakan udara, air, dan hujan dalam menjaga kehidupan di bumi. Pergerakan angin membantu menggerakkan awan dan membawa hujan, yang pada gilirannya menciptakan kondisi yang diperlukan untuk kelangsungan hidup manusia, hewan dan tumbuhan.

Al-Qur’an juga menunjukkan keajaiban ciptaan Allah dalam segala aspek kehidupan, termasuk sumber daya alam seperti air, angin, dan hewan (al-Sya’rawi, Tafsir al-Sya’rawi, jilid 2, 584). Ayat ini dapat menginspirasi manusia untuk mengembangkan inovasi teknologi yang memanfaatkan sumber daya alam dengan bijaksana dan berkelanjutan.

Kedua, Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan. Hajiyat juga dapat diwujudkan melalui inovasi teknologi yang ramah lingkungan, seperti energi terbarukan, transportasi berkelanjutan, dan penggunaan bahan-bahan daur ulang.  

Pengembangan dan penerapan teknologi energi terbarukan, seperti panel surya, turbin angin, dan pembangkit listrik tenaga air, merupakan contoh nyata dari hajiyat yang diwujudkan melalui inovasi teknologi. Energi terbarukan adalah alternatif yang berkelanjutan dan dapat mengurangi ketergantungan pada sumber daya fosil yang terbatas dan berdampak negatif pada lingkungan.

Inovasi teknologi dalam bidang transportasi berkelanjutan, seperti kendaraan listrik, transportasi publik yang ramah lingkungan, dan pengembangan infrastruktur untuk sepeda dan pejalan kaki, merupakan bagian penting dari hajiyat dalam pelestarian lingkungan. Mengurangi penggunaan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil dan beralih ke transportasi yang lebih ramah lingkungan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan polusi udara.

Inovasi teknologi juga memainkan peran penting dalam mendukung hajiyat melalui penggunaan bahan-bahan daur ulang. Teknologi daur ulang memungkinkan bahan-bahan bekas untuk diubah menjadi produk baru, mengurangi kebutuhan akan bahan mentah baru dan mengurangi limbah yang dihasilkan.

Tahsiniyat dalam Konteks Pelestarian Lingkungan

Pertama, menghargai keindahan alam. Tahsiniyat melibatkan kebutuhan keindahan yang memperkaya pengalaman manusia. Dalam konteks pelestarian lingkungan, tahsiniyat mencakup penghormatan dan apresiasi terhadap keindahan alam, serta upaya untuk memelihara keanekaragaman hayati dan ekosistem yang indah.

Keanekaragaman hayati mencakup berbagai spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme yang hidup dalam ekosistem. Dalam konteks pelestarian lingkungan, menjaga keanekaragaman hayati adalah penting karena setiap spesies memiliki peran dan kontribusi unik dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Dengan memelihara keanekaragaman hayati, kita dapat memastikan keberlanjutan ekosistem yang indah dan berfungsi dengan baik.

Ekosistem yang indah mencakup lingkungan yang seimbang, dengan keberagaman tumbuhan, hewan, dan fitur alam lainnya yang menciptakan pemandangan yang menakjubkan. Melalui pelestarian dan pemulihan ekosistem yang indah, kita dapat memastikan bahwa keindahan alam dapat dinikmati oleh generasi saat ini dan masa depan. Hal ini sangat relevan dengan surah Fathir ayat 27-28:

“Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa Allah menurunkan air dari langit, lalu dengan (air) itu Kami mengeluarkan daripadanya buah-buahan yang beraneka warna. Dan di antara gunung-gunung ada bergaris-garis berwarna putih dan merah terang yang beraneka macam warnanya, dan ada juga yang hitam pekat. (Demikian pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa, dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).” (QS. Fathir [35]: 27-28).

Ayat ini menggambarkan keanekaragaman alam yang diciptakan oleh Allah, termasuk keberagaman warna, rasa, dan bentuk dalam alam. Maka ayat tersebut mengingatkan kita untuk menghargai dan menjaga keindahan dan keberagaman ekosistem yang Allah ciptakan.

Kedua, penggunaan seni dan budaya untuk kesadaran lingkungan. Tahsiniyat juga dapat diperkaya melalui seni dan budaya yang mengangkat isu-isu lingkungan, meningkatkan kesadaran publik, dan mendorong tindakan positif dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Oleh karena itu, dalam konteks pelestarian lingkungan, tahsiniyat merupakan aspek penting yang tidak boleh diabaikan. Kehidupan manusia tidak hanya membutuhkan pemenuhan kebutuhan fisik dan fungsional, tetapi juga kebutuhan akan keindahan dan pengalaman yang memperkaya jiwa. Dengan menghormati dan memelihara keindahan alam, kita dapat mencapai keberlanjutan lingkungan yang melibatkan keanekaragaman hayati yang indah dan ekosistem yang terjaga dengan baik.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tafsir maqasidi mengajarkan kita untuk menggunakan sumber daya dengan bijaksana dan mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Dalam hal ini, kita perlu memprioritaskan kebutuhan daruriyat, mengelola kebutuhan hajiyat dengan bijak, dan memilih opsi yang mendukung keindahan alam (tahsiniyat) dalam setiap keputusan yang kita buat.

Dengan demikian, kita dapat mengambil langkah-langkah yang bijak dan bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian lingkungan. Melalui kesadaran, kolaborasi, dan tindakan yang terintegrasi dengan nilai-nilai Islam, kita dapat menjadi agen perubahan yang berkontribusi dalam menjaga kelestarian lingkungan bagi generasi mendatang.

Referensi

‘Asyur, Ibnu. Al-Tahrir wa al-Tanwir, Tunis: al-Dar al-Tunisiyah, 1984.

Al-Razi, Fakhruddin. Mafatih al-Ghaib, Beirut: Dar Ihya’ Turats al-‘Araby, 1999.

Al-Sya’rawi, Muhammad Mutawalli. Tafsir al-Sya’rawi, Mesir: Maktabah al-Usrah, 2012.

Al-Syathibi, Abu Ishaq. Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2004.

Zayd, Washfi ‘Asyur Abu, “al-Tafsir al-Maqasidi li Suwar al-Qur’an al-Karim”, Makalah Seminar Fahm al-Qur’an bain an-Nas wa al-Waqi’, Fakultas Ushuluddin Universitas al-‘Amir Abd Qadir Al-Jazair, 2013.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *