Melacak Makna Al-Qur’an Dengan Pendekatan Semantik Toshihiko Izutsu

Interpretasi terhadap al-Qur’an sebagai upaya untuk menemukan satu pemahaman yang sesuai dengan maksudnya dari masa ke masa terus mengalami perkembangan dan kemajuan. Kemajuan ini dapat dilihat dari banyaknya kitab tafsir yang dihasilkan dan sarjana yang mengakajinya misalnya, Toshihiko Izutsu. Sebagai seorang akademisi, Toshihiko Izutsu berhasil menawarkan satu pendekatan semantik yang populer dan masih eksis dikaji sampai saat ini. 

Secara etimologi, semantik merupakan kata serapan dari bahasa Yunani, semantikos, yang memiliki pengetian memaknai (Kridalaksana, 1993:19). Di referensi lain, misalnya KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), semantik diartikan sebagai kajian yang berhubungan dengan kalimat dan kata untuk melihat maknanya; pengetahuan yang menelusuri asal muasal, seluk-beluk dan pergeseran makna dari kata yang di maksud (Kemdikbud, 2016:850).

Bacaan Lainnya

Adapun secara terminologi, semantik adalah ilmu yang mengkaji tentang arti sebuah kata, baik itu yang berkaitan dengan relasi sesama kata, simbol-simbol berupa ide gagasan atau objek yang direpresentasinya, ataupun yang berkenaan dengan pelacakan suatu riwayat atas makna serta pergeseran-pergeseran yang terjadi atau dalam istilah lain dikenal dengan Semiologi (Save M. 2013:1016).

Bagi Toshihiko Izutsu, semantik adalah kajian analitik terhadap suatu bahasa dengan memperhatikan istilah-istilah kunci hingga berakhir pada kesimpulan yang menghasilkan konsep weltanschauung atau cara pandang masyarakat kepada suatu bahasa yang digunakan. Artinya bahasa bukan hanya dianggap berupa sarana kumunikasi dan berpikir tetapi lebih dalam lagi yaitu berupa konsepsi dan interpretasi dunia yang mengelilinginya (Pajarudin, 2018 ; 15).

Izutsu membagi analisis semantiknya kedalam empat Langkah. Pertama, makna dasar kata. Yang dimaksud dengan makna dasar adalah sesuatu yang terus menempel pada kata itu sendiri, selalu mengiringi dimana dan kemanapun kata itu berada dan untuk apa kata itu digunakan (Izutsu, 1997 :12). Adapun cara yang bisa digunakan untuk mencari makna dasar ialah dengan memperhatikan makna leksikal.

Makna leksikal yang dimaksud disini ialah makna-makna dan turunannya yang didapatkan dengan cara melihat kamus. Kamus yang digunakan hendaknya melihat banyak perspektif untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Namun belakangan ini, orang-orang banyak mendefenisikan makna leksikal ini sebagai bahasa kamus. Artinya pengertian makna leksikal sesuai dengan apa  yang di dapatkan dalam kamus. (Pajarudin, 2018 :22).

Kedua, makna relasional. Makna ini adalah makna yang ditambahkan pada satu kata dengan memposisikan kata tersebut pada tempat yang khusus atau bisa juga disebut makna konotatif. Makna relasional ini selalu berusaha memposisikan diri sebagai penentu makna suatu kata dengan senantiasa melihat kata sebelum maupun sesudahnya. (Izutsu, 1997 :14). Artinya, pemberian makna baru memiliki ketergantungan pada kalimat dimana kata digunakan dan ditempatkan.

Makna relasional ini kemudian dibagi Izutsu kedalam dua bentuk analisa, pertama analisa sintagmatik dan yang kedua analisa paradigmatik. Analisa sintagmatik sendiri adalah cara menganalisa sebuah kata untuk menetapkan arti kata tersebut dengan senantiasa melihat kata yang mengitarinya pada konteks tertentu.

Melihat hal ini, maka melakukan kajian makna relasional sangat urgen dan tidak bisa ditinggalkan, sebab suatu kata dengan kata disekitarnya saling membutuhkan dan saling mempengaruhi. Adapun analisis paradigmatik adalah sebuah penjelasan yang mengkompromikan kata atau konsep tertentu dengan kata atau konsep lain yang memiliki kemiripan (sinonim) atau yang bertentangan (antonim).

Di satu sisi, kedudukan makna relasional mempunyai tempat yang tinggi jika dibanding dengan makna dasar. Oleh karena itu, makna yang lahir dari makna relasional dapat menggantikan posisi makna dasar. (Laily, 2021). Kejadian seperti ini menimbulkan munculnya sebuah makna baru, Artinya pendekatan semantik yang di kemukakan oleh Toshihiko Izutsu merupakan sebuah wadah penelitian yang memiliki cakupan yang luas dan akan terus mengalami kemajuan.

Kemajuan ini hadir karena kajian tidak hanya terfokus pada makna sebuah teks ketika periode perkembangan awal saja, tetapi semantik juga melihat secara serius bagaimana tatanan bahasa, pikiran, penafsiran dunia yang melingkupinya pada masa modern kontemporer.

Ketiga, makna sinkronik dan diakronik. Tujuan pemaknaan ini adalah untuk memperoleh analisis semantik yang menyeluruh dan mendalam, bukan hanya pada struktur bahasa (kosa kata, makna dasar, dan relasional) saja. Aspek sinkronis merupakan aspek dari konsep kata yang tidak berubah, atau bisa juga disebut bersifat statis. Berbeda dengan sinkronik, aspek diakronis merupakan kelompok kata, yang setiap darinya bisa berevolusi dengan mandiri secara unik.

Urgensi meneliti makna dari sudut pandang sejarah adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pergeseran makna daripada kata yang dimaksud, dari waktu ke waktu. Izutsu mencoba menyederhanakan mata pelajaran tersebut dengan membagi kosa kata tersebut menjadi tiga periode penggunaan, yaitu pra Qur’anik (sebelum pewahyuan al-Qur’an), Qur’anik dan pasca Qur’anik (sesudah pewahyuan al-Qur’an).

Periode sebelum al-Qur’an merupakan masa sebelum al-Qur’an turun. Syair menjadi sumber primer pengetahuan tentang makna pada masyarakat berbahasa Arab awal (Arab jahiliyah). Syair jahiliyah adalah himpunan syair arab (diwan) yang mengumpulkan cerita kehidupan dan berita sosial pada masa itu. Selain itu, cerita romansa, peperangan dan kekerabatan juga banyak ditemukan dalam syair (Zulfikar, 2018 :129).

Periode Qur’anik merupakan masa dimana makna kata digali dengan melihat pada masa penurunan al-Qur’an. Untuk memudahkan pembahasan, maka kurun waktunya dibagi kedalam dua periode, yaitu periode Makkah sekitar tahun 610-622 M dan periode madinah sekitar tahun 622-632 M. Di periode ini, Nabi Muhammad menjadi aktor utama dan memegang otoritas pada pembentukan konsepsi al-Qur’an.

Proses penurunan al-Qur’an yang lama proses turunya lebih kurang 23 tahun, menjadi batasan pada periode Qur’anik.  Dengan begitu, untuk mendapatkan pemahaman yang objektif terhadap makna kata pada periode ini, melihat kondisi masyarakat Mekkah-Madinah pada saat itu merupakan kegiatan penting pada masa ini.

Selain itu, periode pasca-Quran adalah periode di mana kata-kata dalam Al-Qur’an mendapati beberapa pergeseran arti leksikal dari kata-kata yang akan dianalisis. Sistem waktu pasca al-Qur’an di mulai ketika konsep al-Qur’an sudah utuh. Konsep ini merujuk pada kajian yang dalam terhadap konsep bentukan al-Qur’an. Periode pasca-Quran dapat dibagi menjadi tiga periode: Klasik, Abad Pertengahan, dan Modern-kontemporer (Pajarudin, 2018 :20).

Keempat: Pandangan dunia (weltanschauung). Makna ini adalah hasil dari pandangan dunia al-Qur’an dan pra-Quran tentang makna dan penggunaan kata yang dipelajari. Oleh sebab itu, makna kata yang diteliti sangat tergantung pada situasi dan keadaan masyarakat pemakai bahasa pada saat itu. Sebaliknya, periode pasca-Quran tidak memungkinkan untuk mencari makna dalam pandangan dunia, karena unsur-unsur dari setiap kata mengalami banyak perubahan dan perkembangan semantik selama periode ini. (Husna and Sholehah,  2021 :135).

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa semantik yang tawarkan Izutsu memiliki ruang kerja yang luas untuk mendalami makna, mulai dari makna dasar, relasional, kronologi sejarah linguistik hingga ditutup dengan pandangan masyarakat tentang penggunaan dan pemaknaan suatu kata atau izutsu menyebutnya weltanschauung.

Dengan demikian, sebagai salah satu cabang linguistic, semantik sangat cocok digunakan sebagai penafsiran untuk melacak makna-makna al-Qur’an. Dengan mengaplikasikan analisis semantik, pengkaji dapat menyingkap makna yang ingin di sampaikan al-Qur’an secara komprehensif dan terperinci.

Daftar Pustaka

Aida Nahar. 2017. “KONSEP HUBB DALAM AL-QUR’AN (ANALISIS SEMANTIK TOSHIHIKO IZUTSU) – Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.” UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/28387/ (August 6, 2023).

Husna, Rifqatul, and Wardani Sholehah. 2021. “Melacak Makna Nusyuz Dalam Al-Qur’an: Analisis Semantik Toshihiko Izutsu.” Jurnal Islam Nusantara 05(1): 131–45. http://jurnalnu.com/index.php/as/index.

Izutsu, Thoshihiko. 1997. Relasi Tuhan Dan Manusia: Pendekatan Semantik Terhadap Al-Qur’an. 1st ed. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Kemdikbud. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: CV Adi Perkasa.

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Laily, Ridya Nur. 2021. “Wasaṭ Dan Derivasinya Dalam Al-Qur’an: Analisis Semantik Toshihiko Izutsu.” Mashahif: Journal of Qur’an and Hadits Studies 1(1): 2021. http://urj.uin-malang.ac.id/index.php/mashahif/article/view/782 (August 6, 2023).

Maknuna, Alvi Alvavi. 2015. “KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab Dan Sarabil Dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu).”

Pajarudin, Asep Muhammad. 2018. “Konsep Munafik Dalam Al-Qur’an (Analisis Semantik Toshihiko Izutsu).” Skripsi, Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah: 39–40.

Save M, Dagun. 2013. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara.

Zulfikar, Eko. 2018. “MAKNA ŪLŪ AL-ALBĀB DALAM AL-QUR’AN: Analisis Semantik Toshihiko Izutsu.” Jurnal THEOLOGIA 29(1): 109–40.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *