Diskusi mengenai I’jaz Al-Quran telah menarik perhatian para sarjana Al-Quran sejak dulu hingga saat ini. Awalnya, diskusi dimulai dari perdebatan teologis seputar superioritas Quran dan tantangan-tantangan terhadapnya. Kemudian, diskusi berkembang ke ranah pembuktian aspek estetika maupun ilmiah Al-Quran, serta interpretasi dan resepsi dari segi yang lain.
Dalam konteks ini, Muhammad Abdullah Darrāz adalah tokoh yang berhasil membawa diskusi mengenai i’jāz dalam interpretasi dan penerimaan Al-Qur’an. Melalui karyanya, an-Naba` al-’Aẓīm: Naẓarāt Jadīdah fī al-Qur’ān, ia dapat menjelaskan konsep i’jāz Al-Qur’an dengan lebih luas daripada hanya berbicara tentang doktrin-doktrin teologis yang mengangkat superioritas dan kekudusan Al-Qur’an. Dalam tulisannya, Darrāz juga mempertimbangkan prinsip-prinsip interpretasi ketika membahas i’jāz.
Artikel ini mencoba mengulas kembali tulisan Kemas Muhammad Intizham dan Adang Saputra, untuk merinci pemikiran-pemikiran Darrāz mengenai i’jāz Al-Qur’an yang terdapat dalam karya tersebut.
Al-Qur’an dan Bahasa Arab
Sejak awal, bangsa Arab Pra-Islam telah mencapai puncak keilmuan terutama dalam bidang sastra dan bahasa. Orang-orang yang memiliki keahlian sastra dalam bersyair akan mendapat kedudukan yang tinggi dalam strata sosial.(Fajariyah 2021, 18)
Syair-syair yang muncul berisi tentang berbagai maksud dan tujuan salah satunya kefanatikan dan kebanggaan terhadap kabilah masing-masing.(Jauhari 2011, 62) Dalam konteks ini, Al-Quran hadir sebagai tantangan dan pembuktian bahwa tidak ada yang dapat menandingi keindahan dan kebenaran firman Allah Swt.
Maka Al-Quran selain menggunakan bahasa Arab (QS. 43: 3), ia juga memiliki nilai-nilai sastra yang kaya akan nilai-nilai estetika. Nilai-nilai sastra ini tidak hanya menunjukkan keindahan bahasa, tetapi juga kebenaran dan hikmah dari isi kandungan Al-Quran.(Ramadhan, Bijaksana, and Huda 2019, 337)
Kehebatan Al-Quran terlihat pada keunggulan dan keistimewaan yang tidak dapat ditandingi oleh makhluk manapun, baik dari segi bahasa, makna, gaya, struktur, kandungan, maupun aspek-aspek lainnya.(Suganda 2018, 5) Ketidakmampuan semua makhluk untuk menandingi Al-Quran termaktub dalam firmah Allah Swt QS. Al-Isrā’ (17): 88.
قُلْ لَّىِٕنِ اجْتَمَعَتِ الْاِنْسُ وَالْجِنُّ عَلٰٓى اَنْ يَّأْتُوْا بِمِثْلِ هٰذَا الْقُرْاٰنِ لَا يَأْتُوْنَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيْرًا
Katakanlah, “Sungguh, jika manusia dan jin berkumpul untuk mendatangkan yang serupa dengan Al-Qur’an ini, mereka tidak akan dapat mendatangkan yang serupa dengannya, sekalipun mereka membantu satu sama lainnya.”
Tak salah jika peng-klaim-an Al-Quran sebagai sastra tertinggi memiliki kedudukan central yang sangat penting bagi umat manusia, khususnya umat Islam. Al-Quran yang merupakan way of life, sepatutnya dipahami dan dibumikan setiap narasi dan makna yang terkandung di dalamnya. Karena Al-Quran diturunkan dalam sebuah teks bahasa (Sapil 2022, 189), maka untuk memahami isi al-Quran, salah satu caranya adalah dengan memahami setiap kata atau aspek linguistik yang dimilikinya.
Selayang Pandang Abdullah Darraz
Dalam dunia akademis Qur’ani, M. Abdullah Darrāz dikenal sebagai tokoh pemikiran Al-Qur’an yang sering diacungi jempol oleh para pengkaji Al-Qur’an pada abad ke-20/21 M, terkenal dengan kontribusinya dalam pemahaman tentang i’jāz al-Qur`ān, atau keluarbiasaan kalām Al-Qur’an. Ia dilahirkan di Mahallah Diyay, Mesir, pada 8 November 1894.
Darrāz menganggap Al-Qur’an sebagai kalām yang sungguh luar biasa dan mengagumkan, dinyatakan sebagai mu’jiz ’ajīb. Baginya, Al-Qur’an memiliki kekuatan ilahi (żū quwwah ilāhiyyah) yang dapat melampaui batas-batas kemampuan manusia (ḥudūd al-qudrah al-basyariyyah).
Konsep ini menjadikan Al-Qur’an terjaga dan tak tertandingi, mencerminkan keagungan dan keunggulan yang melebihi kemampuan manusia untuk menandinginya. Dalam pandangannya, Al-Qur’an bukan hanya sekadar teks, melainkan manifestasi keilahian yang memberikan bukti-bukti nyata atas keesaan dan kebesaran Tuhan (Intizham and Saputra 2021).
Rasa takjub yang dialami Abdullah Darraz terhadap kemukjizatan Al-Qur’an, tergambar pada narasi indah yang ia ungkapkan, bahkan termaktub secara apik dalam cover buku membumikan Al-Qur’an karya Quraish Shihab. Ungkapan tersebut berbunyi:
“Kalam Al-Qur’an itu laksana intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut yang lain, dan tidak mustahil bila Anda mempersilakan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat lebih banyak dari apa yang anda lihat.”Top of Form
Pendidikan Al-Qur’an yang diberikan oleh keluarganya, terutama oleh sang ayah yang merupakan seorang ulama terkemuka, menciptakan dasar yang kokoh bagi pemahaman dan penghafalan Al-Qur’an oleh Darrāz. Sejak usia dini, Darrāz sudah menunjukkan kefasihannya dalam membaca dan menghafal Al-Qur’an.
Pendidikan intensif ini tidak hanya menciptakan kefasihan dalam membaca dan menghafal Al-Qur’an, tetapi juga memberikan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai dan makna yang terkandung di dalamnya. Sebagai hasilnya, pandangan luar biasa dan mengagumkan terhadap Al-Qur’an seperti yang dipegang oleh Darrāz tampaknya merupakan hasil dari warisan intelektual dan spiritual yang kaya dari keluarganya (Ad-Dakhakhni, dalam Darrāz, 2000).Top of Form
Konstruksi Qira’ah I’jaziyyah Abdullah Darraz dalam Interpretasi Al-Qur’an
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Darrāz menganggap Al-Qur’an sebagai kalām yang mempesona, menampilkan lafal dan makna yang luar biasa. Untuk menggambarkan keagungan Al-Qur’an, ia menggunakan perumpamaan bahwa Al-Qur’an bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda, sehingga setiap sudutnya memiliki keunikan sendiri.
Ia menyatakan bahwa setiap seseorang diperkenankan untuk melihat Al-Qur’an, maka orang tersebut akan menemukan lebih banyak makna daripada yang telah dilihat oleh orang lain (Darraz 2000, 147). Analogi ini menekankan keragaman dan kekayaan makna yang terkandung dalam setiap ayat Al-Qur’an, seolah-olah setiap bagian menyinari dengan keindahan dan kebenaran yang unik.
Selain itu, Darrāz juga mengungkapkan keterpesonaannya terhadap struktur Al-Qur’an yang tampak menguntai bagian-bagian serta unsur-unsurnya. Ia menganalogikan struktur Al-Qur’an dengan sebuah mata cincin yang tak terlihat, namun tetap konsisten, indah, teratur, dan saling berkaitan (Darrāz, 2000: 180).
Perumpamaan ini menciptakan gambaran visual tentang bagaimana Al-Qur’an membentuk suatu kesatuan yang harmonis, di mana setiap bagian dan unsurnya saling melengkapi dan terhubung satu sama lain. Darrāz dengan demikian menyoroti keelokan struktural Al-Qur’an yang tak terlihat oleh mata biasa namun memiliki keindahan tersendiri yang terpancar melalui keteraturan dan konsistensinya.
Mengambil inspirasi dari kekagumannya terhadap Al-Qur’an, Darrāz selanjutnya mencatat beberapa prinsip yang dianggapnya penting bagi individu yang ingin memahami Al-Qur’an (Intizham 2019). Beberapa prinsip tersebut antara lain melibatkan:
Pertama, koherensi dan intertekstualitas Al-Qur’an. Prinsip koherensi dan intertekstualitas Al-Qur’an yang diajukan oleh Darrāz muncul dari keyakinannya terhadap adanya kesatuan tema dalam satu surah, walaupun surah tersebut mungkin mencakup banyak tema yang berbeda di dalamnya. Keyakinan ini lahir dari refleksinya tentang konsistensi makna di dalam satu surah, di mana bagian-bagiannya memiliki korelasi yang erat. Darrāz merumuskannya dengan istilah al-wāḥidah wa al-kaṡrah (Darrāz, 2000).
Prinsip inilah yang membawa Darrāz untuk menyusun suatu tesis bahwa setiap surah dalam Al-Qur’an terstruktur dengan: (1) pendahuluan, (2) tujuan pokok, dan (3) penutup. Penerapan tesis ini dapat diilustrasikan dengan studi kasus pada surah al-Baqarah.
Menurut Darrāz, pendahuluan suatu surah memberikan gambaran awal tentang tema atau pesan utama yang akan diungkapkan. Sementara itu, bagian inti surah mencakup tujuan pokok yang ingin disampaikan, dan penutup menjadi penegasan atau ringkasan dari inti pesan tersebut. Dengan merinci struktur seperti ini, Darrāz berusaha memberikan kerangka pemahaman yang lebih sistematis terhadap setiap surah Al-Qur’an.
Prinsip ini membuka jalan bagi pembaca untuk melihat kesatuan dan keterkaitan antarbagian dalam suatu surah, memungkinkan mereka untuk menangkap makna secara holistik dan mendalam dari pesan yang disampaikan dalam Al-Qur’an (Intizham and Saputra 2021).
Kedua, Stilistika Al-Qur’an. Darrāz menyoroti pentingnya memahami ilmu stilistika, atau ’ilm al-uslūb, sebagai sarana untuk menggali serta mengetahui makna dan rahasia-rahasia Al-Qur’an. Stilistika, secara sederhana, dapat diartikan sebagai kajian linguistik yang berfokus pada style (Ratna, 2013: 11).
Style diartikan sebagai cara penggunaan bahasa oleh seseorang dalam konteks tertentu dan untuk tujuan tertentu (Leech, 1981: 10). Bahkan, setiap teks, tanpa memandang jenis bahasa atau genre, mengandung style. Darrāz memandang stilistika sebagai kunci untuk mengeksplorasi dimensi bahasa yang mendalam, memungkinkan pembaca Al-Qur’an untuk meresapi keindahan bahasa dan maksud yang terkandung di dalamnya.
Oleh karena itu, pemahaman stilistika tidak hanya menjadi sarana untuk menghargai aspek linguistik Al-Qur’an, tetapi juga sebagai jendela untuk memahami pesan-pesan spiritual dan filosofis yang tersemat dalam gaya bahasa Al-Qur’an. Adapun prinsip-prinsip stilistika yang ditekankan oleh Darraz, meliputi analisis fonologis (Khāṣiyah Ta`līfih aṣ–Ṣawtī fī Syaklih wa Raṣf Ḥurūfih), analisis preferensi lafal dan struktur kalimat, serta analisis deviasi (Intizham and Saputra 2021).
Daftar Pustaka
Darraz, Muhammad Abdullah. 2000. Al-Naba’ Al-Azhim: Nazarat Jadidah Fi Al-Quran. Kuwait: Dar el-qolam.
Fajariyah, Lukman. 2021. “I’jaz Al-Qur’an Menurut Pandangan J. Boullata.” Ishlah: Jurnal Ilmu Ushuluddin, Adab Dan Dakwah. 3 (1): 17–33.
Intizham, Kemas Muhammad. 2019. “Qira’ah Jaziyyah ’An Al-Qur’an Perspektif Abdullah Darraz.” UIN Sunan Kalijaga.
Intizham, Kemas Muhammad, and Adang Saputra. 2021. “Kontruksi Qira’ah I’jaziyyah ’an Al-Quran Muhammad Abdullah Darraz.” AQWAL: Journal of Qur’an and Hadis Studies 2 (1): 134–50.
Jauhari, Qamit Akit. 2011. “Perkembangan Sastra Arab Pada Masa Jahiliyah.” Perkembangan Sastra Arab, 61–68.
Ramadhan, Teguh Ikhlas, Moch Arif Bijaksana, and Arief Fatchul Huda. 2019. “Rule Based Pattern Type of Verb Identification Algorithm for the Holy Qur’an.” Procedia Computer Science 157: 337–44. https://doi.org/10.1016/j.procs.2019.08.175.
Sapil, Muhammad. 2022. “Stilistika Dan Al-Qur’an: Fenomena Budaya Uslûbiyah Bangsa Arab.” Ulumul Qur’an: Jurnal Kajian Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir 2 (2): 188–208. https://doi.org/10.58404/uq.v2i2.109.
Suganda, Ahmad. 2018. Studi Quran Dan Hadis. Bandung: CV Pustaka Setia.